9. Terbakar Duka

982 119 38
                                    

Langit malam itu pekat dan sunyi, hanya terdengar deru angin yang menghantam pepohonan di sekitar rumah tua milik ibu Jiwon. Di bayangan gelap, seorang wanita dengan pakaian serba hitam berdiri diam, memperhatikan dari kejauhan. Matanya penuh dendam. Yeaji—mantan istri Soohyeon—memegang sebotol bensin di tangannya yang gemetar, tapi langkahnya tetap teguh.

Setelah menyiramkan bensin ke segala sudut rumah, dia menyalakan korek api dengan tangan bergetar. Api yang kecil berubah menjadi nyala yang besar, mulai melahap kayu dan barang-barang di dalam rumah itu. Tanpa melihat ke belakang, Yeaji berlari, menghilang dalam kegelapan, meninggalkan api yang terus membesar.

---

Pagi hari itu, Jiwon sedang berbaring lemas di kamar ketika ponselnya bergetar di meja samping. Dia membuka mata perlahan, masih dalam keadaan setengah sadar setelah malam yang sulit. Dengan malas, dia meraih ponselnya. Tapi, begitu melihat isi pesan dari tetangganya, wajahnya seketika pucat.

"Kebakaran di rumah ibumu. Cepat ke rumah sakit📍."

Hati Jiwon langsung mencelos. Dia merasa seperti dunianya runtuh dalam sekejap. Dengan tangan gemetar, dia segera bangkit dari tempat tidur, berlari keluar kamar sambil memanggil Soohyeon dengan histeris.

"Soohyeon! Ibu! Rumah ibu... terbakar!" Jiwon hampir tidak bisa mengatur napasnya, air matanya langsung mengalir deras.

Soohyeon yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung panik melihat istrinya berlari-lari seperti orang yang kehilangan akal. “Apa? Apa yang terjadi?!”

"Tolong, kita harus ke rumah sakit sekarang! Ibu... ibu meninggal!" seru Jiwon histeris, air matanya semakin deras.

Mendengar itu, wajah Soohyeon berubah drastis. Tanpa berkata-kata lagi, dia segera meraih kunci mobil dan mereka berdua meluncur ke rumah sakit secepat mungkin.

---

Jiwon terduduk di lantai rumah sakit, wajahnya penuh air mata. Dokter baru saja mengonfirmasi bahwa ibunya tidak selamat dari kebakaran itu. Jiwon merasa seakan-akan tidak bisa bernapas. Tubuhnya gemetar hebat, merasakan kehilangan yang tak terhingga.

"Ibu... ibu!" tangisnya pecah lagi. Soohyeon yang ada di sampingnya mencoba menenangkan, tapi semua yang ia lakukan seakan tak berpengaruh.

“Jiwon, tenang… Aku di sini. Aku akan selalu ada di sini,” Soohyeon memeluk istrinya erat-erat, tapi Jiwon terus menggeliat dalam pelukannya, berusaha melepaskan diri.

"Tidak! Ibu sudah pergi, dan itu semua karena aku! Semua kenangan kami... rumah... semuanya hangus!" Jiwon berteriak, amarah dan kesedihan bercampur aduk di dalam dirinya.

Soohyeon hanya bisa memeluk Jiwon lebih erat, tapi dia tahu dalam hati, ini bukan sesuatu yang bisa disembuhkan hanya dengan kata-kata.

Pemakaman sudah selesai, tapi Jiwon masih berlutut di depan pusara ibunya. Tubuhnya gemetar, air matanya tak berhenti mengalir, meskipun semua orang sudah pulang. Soohyeon yang berada di sampingnya tidak tahu lagi harus berkata apa. Jiwon tidak mau makan, tidak mau bicara, bahkan tidak mau beranjak dari pusara itu.

"Ayo pulang, Jiwon. Kamu sudah terlalu lama di sini," bujuk Soohyeon dengan lembut.

Jiwon hanya menggeleng pelan, air matanya masih jatuh ke tanah. "Semua... semuanya hilang, Soohyeon. Tidak ada yang tersisa lagi. Rumah, ibu, kenangan... semuanya sudah lenyap."

Soohyeon menghela napas panjang, hatinya sakit melihat istrinya dalam kondisi seperti ini, tapi dia tahu Jiwon harus melewati masa berduka ini sendiri.

---

Sejak kematian ibunya, Jiwon semakin tenggelam dalam kesedihan. Soohyeon sudah mencoba berbagai cara untuk menghiburnya—membujuknya makan, mengajaknya bicara, bahkan menemaninya sepanjang waktu—namun semua usahanya tampak sia-sia. Jiwon hanya berbaring di kasur, tatapannya kosong, tubuhnya lemas seperti kehilangan semangat hidup.

✅Ruang Tanpa Waktu | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang