18. She Said Yes

718 144 43
                                    

helow teman-teman, seperti biasa aku minta 100 votes, ya.

anyway... happy anniversary for this 7years account🥺☝🏻

Soohyeon tiba di rumah sakit, sama seperti hari-hari sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Soohyeon tiba di rumah sakit, sama seperti hari-hari sebelumnya. Hatinya berdebar saat melangkah ke koridor panjang yang sudah akrab. Di sisi lain dinding ini, ada dua orang yang menjadi dunianya sekarang: Jiwon dan Noah. Dia berhenti sejenak di depan pintu kamar Jiwon, menarik napas panjang sebelum memasukinya. Suara mesin-mesin medis berdenyut pelan, irama konstan yang menandakan stabilnya kondisi Jiwon.

Jiwon sedang duduk di tepi tempat tidur, wajahnya terlihat jauh lebih tenang meskipun jejak kelelahan masih jelas. Perutnya yang sebelumnya besar kini rata, dan hati Soohyeon merasakan perih melihat kondisi fisiknya yang rapuh setelah melalui operasi besar. Namun, pandangan Jiwon berubah ketika melihat Soohyeon datang, menampakkan senyum tipis yang tak mampu menyembunyikan ketidaknyamanannya.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Soohyeon lembut sambil berjalan mendekat, tangannya dengan natural meraih tangan Jiwon.

“Aku baik,” jawab Jiwon pelan, meskipun ada nada yang masih menyimpan keletihan. “Tapi... aku belum sempat lihat Noah lagi.”

Soohyeon mengangguk, tahu betul bagaimana perasaan Jiwon. “Ayo kita ke sana. Aku dorong kamu.”

Dengan hati-hati, Soohyeon membantu Jiwon duduk di kursi roda. Roda-roda itu bergerak perlahan ketika dia mendorong kursi menuju ruangan inkubator tempat Noah berada. Di setiap langkah, pikiran Soohyeon penuh dengan harapan dan doa. Mereka melangkah dalam hening, hanya diiringi suara pelan dari lantai yang dipijak. Begitu tiba di depan kaca besar yang memisahkan mereka dari Noah, mereka berhenti.

Noah terbaring di inkubator kecil itu, tubuhnya mungil dengan selang-selang yang membantunya bernapas. Dia tampak rapuh, namun penuh kehidupan. Matanya tertutup, dan napasnya bergerak naik turun dengan ritme yang halus.

Air mata menggenang di mata Jiwon. “Dia... dia benar-benar di sini sekarang, di depan kita,” gumamnya, suaranya gemetar. “Aku bisa melihatnya, Soohyeon-ah.”

Soohyeon berdiri di belakang Jiwon, menunduk dan mengecup pipinya dengan lembut. “Kau yang kuat, Jiwon-ah. Kau bertahan, dan dia juga bertahan. Noah di sini karena kalian berdua adalah petarung.”

Jiwon tak bisa menahan isakannya. Perasaannya campur aduk——bahagia, takut, bersyukur, semua bergumul menjadi satu. Soohyeon memeluknya dari belakang, erat dan penuh kasih. Rasanya seolah mereka sedang melindungi dunia kecil mereka yang kini hadir di depan mata.

“Mau aku ceritakan kenapa aku memilih nama Noah selain karena dia bisa melindungi kita dari badai?” Soohyeon berbisik setelah beberapa saat.

Jiwon mengangguk, masih terisak.

“Noah berarti ‘istirahat’ atau ‘penghiburan’,” kata Soohyeon pelan, suaranya dipenuhi emosi yang tertahan. “Aku ingin nama anak kita mengingatkan kita untuk tetap kuat, tetap saling mendukung. Dia akan menjadi penghiburan kita, harapan baru kita, di tengah segala badai yang kita lalui.”

Jiwon menundukkan kepalanya, air matanya semakin deras. Nama itu begitu indah, begitu bermakna, seolah segala ketakutan dan kecemasannya menjadi sedikit lebih ringan. “Nama yang sangat indah,” bisiknya.

Soohyeon tersenyum, meski dia juga berjuang menahan air matanya. Dia berlutut di depan kursi roda Jiwon, menatap matanya yang masih berkaca-kaca, penuh rasa terima kasih dan cinta yang belum pernah dia tunjukkan dengan begitu tulus sebelumnya.

Di belakang mereka, Noah masih tenang di dalam inkubator. Jiwon mengalihkan pandangannya ke Soohyeon yang tiba-tiba merogoh sakunya. Hati Jiwon berdetak lebih cepat saat melihat Soohyeon mengeluarkan sebuah kotak kecil.

“Jiwon-ah...” Suara Soohyeon pecah di udara, matanya mulai basah. “Aku pernah janji akan melamarmu dengan cara yang benar. Bukan seperti dulu, bukan karena paksaan atau keadaan. Tapi karena aku benar-benar mencintaimu, dan aku ingin kita memulai lagi... di depan anak kita.”

Jiwon menatap Soohyeon dengan keterkejutan yang nyata di wajahnya. “Soohyeon...”

“Aegi-ya,” Soohyeon bergumam, menoleh ke arah Noah. “Appa akhirnya membatalkan perceraian kami dan melamar Eomma-mu dengan benar sekarang. Kamu harus setuju, ya?” tanyanya lembut, seolah benar-benar sedang berbicara kepada putra mereka. Matanya berkilauan oleh air mata, tapi senyumnya tetap hangat. “Begitu kamu sudah kuat, kami akan membawamu pulang, kamu akan bermain di pangkuan kami berdua, Nak.”

Ada jeda sejenak usai mengatakannya, Soohyeon menatap inkubator, Jiwon menatap Soohyeon. Lalu, lelaki itu berbalik menghadap Soohyeon, menatap kedua manik indah Jiwon.

“Jiwon-ah, maukah kau menikah denganku, menghabiskan waktu seumur hidup denganku, dan... membesarkan Noah bersama-sama?” tanyanya penuh harap, ada setitik keraguan bahwa Jiwon mungkin bisa saja menolaknya.

Jiwon tak bisa berkata apa-apa. Dadanya penuh sesak dengan emosi. Air matanya mengalir deras, dia mengangguk pelan. “Yes... I will.”

Soohyeon tersenyum melalui air matanya, lalu dengan tangan yang gemetar, dia menyematkan cincin itu ke jari manis Jiwon. Mereka berdua menangis, saling menatap dengan kelegaan dan harapan baru yang tumbuh di antara mereka. Soohyeon menarik Jiwon ke dalam pelukannya, merasakan kehangatan tubuhnya.

Di belakang mereka, seolah merasakan kebahagiaan kedua orang tuanya, suara tangisan Noah terdengar dari dalam inkubator. Noah menangis, seolah ikut merespon momen penuh cinta itu.

Jiwon terisak lebih keras. “Dia tahu... dia tahu kita ada di sini untuknya.”

Soohyeon mengecup kening Jiwon, mengusap air mata dari pipinya. “Maafkan aku, Jiwon-ah. Maafkan aku untuk semua yang kita lalui dulu. Pernikahan kita waktu itu sangat kacau. Aku tahu itu tidak mudah untukmu. Kita berdua terjebak dalam keadaan yang membuat kita terluka.”

Jiwon menggeleng, terisak dalam pelukan Soohyeon. “Aku juga salah, Soohyeon-ah. Aku——”

“Tapi aku janji,” potong Soohyeon, menatap mata Jiwon dengan penuh kesungguhan. “Aku janji akan melindungimu dan Noah. Aku akan memastikan Yeaji tidak bisa lagi mengganggu kita, meskipun dia keluar dari penjara nanti. Rumah tangga kita kali ini akan jadi tempat yang aman untukmu, untuk Noah, untuk kita.”

Jiwon menatap Soohyeon dengan tatapan yang sarat makna. Mereka berdua sama-sama hancur di masa lalu, tapi sekarang, dengan Noah di antara mereka, ada harapan baru. Ada kesempatan kedua yang terbentang luas di depan mata.

“Terima kasih,” bisik Jiwon, air mata masih mengalir di pipinya.

Soohyeon mengangguk, menatap Jiwon dengan penuh kasih. Dia menarik napas panjang, kemudian berkata pelan, “Ini awal baru kita, Jiwon. Kita akan melalui ini bersama, sampai akhir hayat kita.”

Soohyeon menggenggam tangan istrinya yang bebas dari infus, “Pasti nyeri sekali berbulan-bulan memakai infus ini, kan? Makanya cepat pulih, Jiwon-ah. Kita pulang ke rumah, aku menunggu istri dan anakku pulang.”

Jiwon mengangguk, “Iya, aku juga ingin makan di luar. Aku bosan sendirian kedinginan disini.”

Soohyeon terkekeh, “Yang hangat hanya pelukanku, sayang.”

“Maafkan aku, ya, Soohyeon-ah?”

Lelaki itu tersenyum, “Tidak perlu meminta maaf, yang penting kita sudah disini. Aku akan menjaga kalian berdua. Oke?”

Jiwon mengangguk semangat. Semangat dan harapan untuk hidup itu... kembali ada. Setelah beberapa bulan lamanya Jiwon hancur, ternyata Soohyeon mengembalikan seluruh alasan kebahagiaannya. Hanya dengan kembali pulang ke rumah, rumah mereka.

🍀

ditulis pada: 22102024
diunggah pada: 22102024

guys, karena setiap pertemuan pasti ada perpisahan, kalian mau ending yg gimana biar puas semua? thanks in advance~ jgn lupa vote! buat yg belum verifikasi email, segera verifikasi ya biar bisa vote dan follow aku😆☝🏻

✅Ruang Tanpa Waktu | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang