Soohyeon dan Jiwon tiba di rumah mereka setelah beberapa hari menikmati keheningan yang datang setelah pernikahan sederhana mereka. Jiwon membawa koper-koper yang hampir semuanya miliknya, dan kali ini mereka benar-benar akan tinggal bersama, bukan sekadar kontrak hitam di atas putih.
Jiwon melangkah masuk dengan ragu, membuka pintu lebar-lebar. Aroma lembut teh melambung ke hidungnya, menenangkan tapi sekaligus membuatnya merasa asing.
"Baunya enak," gumam Jiwon, matanya berkeliling, memperhatikan setiap sudut rumah Soohyeon. Semua furnitur tampak rapi, tertata sempurna dan... masih baru. Semuanya baru, pikirnya. Tidak ada foto pribadi di dinding, tidak ada tanda-tanda kenangan yang melekat pada tempat ini kecuali sebuah lukisan ikan koi di kolam dan sebuah jam dinding besar yang berdetak pelan di ruang tamu.
Jiwon tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, tetapi dia juga terlalu canggung untuk bertanya. Soohyeon, yang tampaknya sudah terbiasa dengan reaksi canggung Jiwon, memperhatikan arah pandangannya dan tersenyum kecil.
“Kamu pasti bertanya-tanya kenapa rumah ini terlihat... kosong,” kata Soohyeon, suara rendahnya mengisi ruangan yang sunyi.
Jiwon tersentak, mendongak. “Eh? Iya, enggak juga, sih...”
Soohyeon mengangkat alisnya, seperti tak percaya. "Aku cat ulang semua. Pewangi ruangan diganti. Furnitur lamanya juga diganti dengan yang baru. Satu-satunya yang tidak aku ganti ya... bangunannya." Dia tersenyum tipis, tapi ada kehangatan di balik senyum itu.
Jiwon terdiam, matanya melebar. "Kenapa sampai segitunya?"
Soohyeon memandangnya sejenak sebelum menjawab. "Aku nggak mau kamu merasa... terbebani dengan masa lalu. Atau merasa pernikahan kita hanya permainan semata."
Perasaan hangat menyelimuti hati Jiwon. Ia tidak menyangka Soohyeon sampai berpikir sejauh itu. “Terima kasih,” bisiknya pelan. “Aku… aku bener-bener merasa dihargai.”
Soohyeon hanya mengangguk singkat dan melanjutkan membawa kopernya ke lantai atas. Jiwon mengikuti di belakangnya, sambil berusaha menenangkan jantungnya yang berdetak cepat. Namun, semua ketenangannya kembali hancur saat dia melihat Soohyeon membuka pintu ke kamar utama dan menaruh koper-koper mereka di sana.
"Eh... ini kamarmu, kan?" tanya Jiwon dengan nada bingung.
Soohyeon menatapnya, mengangguk pelan. "Iya, kita bakal tidur di sini."
Jiwon terkejut. Mereka akan tidur seranjang?! Dia sempat mengira, seperti di novel-novel perjodohan yang pernah dia baca dulu, mereka akan tidur di kamar terpisah, saling menjaga jarak. Tapi ini...
"Maksudnya... satu kamar?" Jiwon tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
Soohyeon menahan senyum, lalu menjawab dengan tenang, "Iya, satu kamar. Itu masalah?"
Jiwon terdiam sejenak, menunduk malu. "Nggak sih... cuma kaget aja."
"Tenang aja, aku gak bakal ganggu tidurmu," kata Soohyeon sambil menyusun koper-koper di sudut kamar. "Kamu bisa tidur dengan nyaman."
Jiwon mengangguk kecil, meskipun hatinya masih terasa campur aduk. Dia memandang sekeliling kamar yang juga terlihat rapi dan... nyaman. Meski begitu, rasa canggung tetap menggelayuti perasaannya.
Setelah beberapa saat, Soohyeon menepuk laci di dekat tempat tidur. "Di sini ada jadwal kerja aku. Sama jadwal libur. Biar kamu tau kapan aku ada di rumah dan kapan aku sibuk."
"Oh... oke," Jiwon menatap laci itu sebentar, lalu menoleh ke Soohyeon. "Kamu... membebaskan aku untuk kerja atau... stay di rumah aja?"
Soohyeon mengangguk. "Iya, kamu bebas. Mau terus kerja atau jadi housewife juga gak masalah. Semua tergantung kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Ruang Tanpa Waktu | Kim Soohyun Kim Jiwon
Ficção GeralJiwon tidak menyangka pertemuan di sebuah kafe dengan Yeaji, sahabat masa kecilnya, akan mengubah hidupnya selamanya. Yeaji meminta Jiwon untuk melakukan sesuatu yang tak pernah terbayangkan-menikahi mantan suaminya, Soohyeon. Jiwon terjebak dalam s...