Saat petang, setelah selesai berolahraga dan makan bersama, Yohan dan Lidya berpisah dengan (calon) saudara ipar mereka dan Yohan bergegas mengajak Lidya ke suatu tempat. Ia membukakan pintu dan mengizinkan Lidya masuk lebih dulu untuk melihat-lihat. Wanita itu berbalik lalu menatap Yohan tak percaya.
"Kenapa kaget gitu mukanya?" Ucap Yohan tertawa.
"You own an apartment??"
"Sebenernya udah lama kok..." ucap Yohan duduk santai di sofa. "Dari mulai aku baru kerja dan baru kenal kamu, aku memang udah ada goal untuk punya aset sendiri jadi aku nabung mati-matian untuk itu. Gaji kita terhitung lumayan dan aku juga punya sampingan freelance dari company luar yang bayarannya juga lumayan. Di tahun ketiga kerja, aku ambil satu unit di sini, nyicil. Yah, nggak terlalu besar tapi cukup buat kita berdua. Tadinya aku berniat untuk kutinggalin sendiri. Untung kamu bersedia aku lamar."
Lidya mendengus sebal, "Yura nggak pernah bahas ini. Dia nggak tahu kah?"
Yohan menggeleng pelan. "Selama ini aku bela-belain tinggal sama orang tua karena aku nyewain tempat ini. Yah, lumayan lah balik modal dikit biarpun nggak sepenuhnya. Aku baru pelan-pelan isi furnitur belakangan ini aja. Lumayan lah kebutuhan utamanya udah keisi. Kalo kamu mau nambahin silahkan aja."
"Lagi nggak disewain kah?"
"Aku cabut status on lease-nya. Kalo disewain, kita mau tinggal di mana, sayang?" Balas Yohan dan sontak membuat Lidya salah tingkah karena baru kali ini ia mendengar pria itu memanggilnya sayang secara langsung. Selama mereka bersama belakangan ini, panggilan itu ia terima hanya via chat saja dan di kantor mereka harus profesional sehingga Yohan tak bisa memanggilnya begitu.
"Aku sengaja nggak milih tinggal di rumah. I can't deal with neighbors. Aku udah bertahun-tahun tinggal sama keluarga, males banget urusan sama tetangga yang selalu kepo sama urusan hidupku dan Yura. Ngurus-ngurusin kapan kita nikah lah..kapan punya anak...enakan gini. Nggak ada siapapun, cuma aku dan kamu aja."
"J-Jadi kamu beneran udah siap banget?"
Yohan tertawa pelan, "Kamu mau mundur kah?"
"N-Nggak sih...aku cuma takjub aja ternyata kamu sesiap ini. Men usually don't care."
"Aku nggak termasuk dalam kategori cowok kebanyakan. Terlalu umum dan aku nggak suka disamain sama mereka," ucap Yohan tersenyum tipis lalu meraih kedua sisi wajah Lidya dan mendaratkan sebuah ciuman di bibirnya, "Aku mau ajak anak orang tinggal bareng selamanya masa aku nggak nyiapin tempat tinggal?" Gumam Yohan mengusap pipi Lidya dengan ibu jarinya. Wanita itu balas menatapnya lalu teringat ucapan Yura tentang dirinya yang blank total saat bulan madu kemarin.
Lidya mencengkram pakaian Yohan sebelum kemudian berjinjit dan mencium pria itu lebih dulu. Yohan memejamkan mata dan membalas ciumannya. Kedua tangannya bergerak perlahan memeluk tubuh Lidya sementara wanita itu mengusap lembut punggung, menimbulkan sensasi aneh dalam diri Yohan. Ia mengakhiri lebih dulu dan membuka mata lalu menatap Lidya. Ujung hidung mereka saling bergesekan lembut satu sama lain.
"Kayaknya aku udah harus anter kamu pulang. Bahaya kalo cuma ada kita di sini...aku takut khilaf." Ujar Yohan dan Lidya tersenyum sebelum kembali mencium pria itu lebih dulu. Yura benar, isi kepalanya blank total setiap kali bibir mereka bersentuhan. Namun Yura lupa memberitahunya jika hal ini cukup terasa candu.
—
Sementara itu, Joshua dan Yura berjalan-jalan menyusuri Mall sepulang menemani Joshua berolahraga. "Aku mau ke toilet dulu ya?"
"Tasnya siniin aja."
"Berat."
"Nggak. Aku tunggu sana ya?" ucap Yura menunjuk kursi tunggu setelah menerima tas milik Joshua. Pria itu lekas berlari menuju toilet sementara Yura menunggu di kursi tunggu. Ia sedang bertukar pesan dengan Yola yang sedang menjalankan misinya bahwa Ia akan menggoda Yudi untuk mau bercinta dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPAN NIKAH?
RomanceKetika memasuki usia kepala tiga tekanan orang sekitar untuk segera menikah semakin berat dirasakan Yura meski Ia masih memiliki kakak yang berusia tiga tahun di atas, namun orang sekitar selalu mendesaknya agar cepat menikah. Hingga akhirnya Yura m...