010. 💋

1.3K 66 1
                                    

CW:// PART INI MENGANDUNG ADEGAN KISS 

"Lo udah ciuman ya sama Yola?" Ucap Yura ketika sedang bersama Yudi di ruang fotocopy kantor. Pria itu menoleh dan menatapnya heran.

"Baru gue tinggal outside meeting sehari udah sejauh ini obrolan lo sama Yola??

"Gue cuma nanya apa kalian pacaran dan Yola bilang iya. Jadi ya gue tanya jadiannya gimana dan ya kita sampai di kesimpulan itu."

Yudi tertawa heran. "Ya emang kenapa sih kalo gue ciuman sama dia? Kan dia pacar gue?"

"Ya nggak apa-apa...justru gue butuh pendapat lo dari POV laki-laki–"

"I thought you don't want to be intimate with your soon-to-be-husband?"

"Tadinya...cuma kayaknya belakangan ini dia cukup sukses bikin gue baper, dan kita bakal banyak berduaan–" ucap Yura salah tingkah. "Yola bilang ini waktu yang tepat supaya gue tau rasanya pacaran gimana...gimana ya jelasinnya?"

"Do you want to kiss him?" Ucap Yudi tertawa.

"Lebih ke jaga-jaga aja...kita nggak pernah tahu ke depannya gimana..."

"Gue nggak tau ya yang lo rasain ke dia itu gimana dan ini gue bicara dari pengalaman pribadi gue aja jadi jangan dianggap ucapan gue ini sama kayak apa yang dipikirin laki-laki di luar sana. Calon lo juga mungkin aja punya pendapat berbeda sama gue."

"Oke."

"Gue juga nggak tau yang lo mau apa, tapi akan gue jelasin aja. We do love kisses, ASAL–" ucap Yudi menekankan, "Asal gue ada ketertarikan sama cewek itu. I'm interested in Yola, that's why I want to kiss her. Tertarik pun juga bukan berarti cinta. But I love Yola, that's why I asked her to be in a relationship with me. Sampai sini lo tau bedanya?"

"Eum...kalo lo cuma tertarik sama Yola, lo nggak akan ngajak dia pacaran!"

"Bingo," ucap Yudi menjentikkan pacaran. "Tapi itu konteksnya pacaran. Menikah pun juga, banyak kasus orang menikah tanpa perasaan tapi mereka tetap punya anak karena masing-masing dari kita punya insting alamiah, tergantung gimana kita mengendalikannya."

"Jadi maksud lo...kalau gue ada keinginan buat...mesra-mesraan, katakanlah, kepengen ciuman, Am I normal?"

"Ya iyalah! Nafsu itu nggak cuma punya laki-laki. Jadi ya nggak apa-apa banget kalo lo punya keinginan kayak gitu ke suami lo sendiri. Tapi ya maksud gue, karena lo berdua nikahnya nggak berangkat dari sama-sama cinta, jadi gue harap lo nggak menganggap apapun bentuk intimasi yang terjadi di antara lo berdua nggak selalu bisa dianggap sebagai bentuk cinta. I'm saying this, supaya lo nggak terlalu kecewa nantinya."

"Jadi bisa gue simpulkan, dia mungkin aja tertarik sama gue tapi belum tentu dia cinta sama gue?"

"Exactly."

"Terus gimana gue bisa tau kalo dia cinta sama gue?"

"Menurut gue, cinta itu bukan proses yang bisa terjadi dengan singkat. Lo tertarik dikit, langsung mikir, 'Gue cinta sama dia' I don't think so. Cinta itu terjadi dalam proses yang panjang. Terlepas semuanya, godaan yang ada, lo cuma mau sama orang itu, lo cuma mau terhubung sama dia, hidup sama dia di pasang surut kehidupan, You'll still stick with that person, That's love, menurut gue dan semua itu berawal dari ketertarikan. Cuma ada yang ketertarikannya bertahan lama dan berkembang jadi cinta, ada yang ketertarikannya cuma sebentar."

"Oke, noted! Terus kalo misalnya gue kepengen ciuman gue harus apa?"

Yudi menatap kawannya itu dengan heran, "Ya tinggal sosor aja! Pake nanya gitu aja..." ucap pria itu sambil membereskan dokumen yang baru selesai difotokopi.

"Tapi nanti kalo dianggep murahan gimana?"

"Ya itu kan suami lo sendiri? Tapi gini aja...Try to steal a kiss from him and see his reaction. If he kisses you back, it means he shares the same interest as you. Lo aman buat lanjut ke tahap berikutnya–"

"Tahap berikutnya apaan?"

"Astaga anak ini...harus banget gue jelasin??" Ucap Yudi tak sabar.

"Apa??"

"Bikin anak!" Balas pria itu sebelum keluar dari ruang fotokopi.

Yura menggelengkan kepala dan tersadar dari lamunannya. Kini Ia mendapati dirinya sudah kembali ke kamar hotel mereka di Phuket. Suara kamar mandi terdengar olehnya. Yura menghela nafas dan melangkah menuju kulkas mini di kamar. Ada beberapa kaleng minuman yang mereka beli di jalan pulang tadi dan ia meraih sekaleng bir dan membukanya sambil melangkah menuju balkon kamar.

Phuket terlihat cantik dari atas. Pantai terlihat sepi meski masih ada beberapa pengunjung di sana. Yura menenggak minumannya dan menatap kaleng birnya. Ia sudah lebih dari cukup legal untuk menikmati minuman ini. Meski tinggal bersama orang tua, Ia sesekali mencuri momen untuk menikmati minuman itu dan Yura tahu bahwa Yohan terkadang melakukan hal yang sama. Sang kakak memiliki ketahanan minum yang jauh lebih baik darinya.

Bagi Yura, Bir adalah teman terbaiknya ketika pikirannya sedang penuh atau harinya sedang buruk karena Ia sadar bahwa tak semua orang akan selalu memiliki waktu untuk berbagi pikiran dengannya, bahkan dengan Joshua sekalipun, Ia juga tak yakin jika pria itu akan selalu ada untuk mendengarkannya.

"Aku pikir kamu kemana..."

"Huh?" Yura menoleh dan mendapati Joshua sudah berganti piyama. Wajahnya terlihat segar setelah cuci muka. Tangannya menggenggam sekaleng bir yang sama dengan Yura. Mereka sengaja tak menikmati minuman beralkohol di Night Market karena Joshua harus menyetir motor untuk kembali pulang ke hotel. Itu sebabnya mereka membelinya sendiri agar bisa dinikmati di hotel. "Biasanya udah skincare-an jam segini."

"Eum...belum...lagi kepengen minum aja," ucap Yura menghabiskan minumannya lalu membuang ke tempat sampah sebelum kembali ke sisi Joshua di balkon.

"There's so many things to unpack from you, ternyata. Aku nggak expect kamu drinker juga."

"Kadang-kadang aja tapi nggak sering...."

"Aku suka minum juga bareng Yohan. And he's a better drinker than me...aku juga nggak bisa minum banyak karena wajahku bakal merah banget kayak udang rebus kalo lagi mabok. And I'll spout nonsense to everyone I know."

"Like what?"

"Kalo kata Yohan yang pernah anter aku pulang karena mabuk, Supir taksi yang pernah nganter kita, sempet mikir bahwa kita ini gay couple. Karena aku...ah, malu ngomongnya..." ucap Joshua tertawa.

"Nggak apa-apa cerita aja!" Balas Yura menarik pelan piyama pria itu.

"I kept saying like 'Yohan, I love you–You're my best friend–' Terus kalo dia nggak bales aku ngomel-ngomel. Dia nggak mau minum sama aku lagi setelah itu," ucap Joshua tertawa.

"Oh...jadi mas tipikalnya throwing words of affirmation ya kalo mabok?"

"Begitulah...makanya aku ngurangin minum sampai mabok," ucap pria itu menghabiskan minuman dan membuangnya ke tempat sampah terdekat sebelum kembali ke balkon. "Anginnya makin kenceng...tidur yuk?" Ucap Joshua meraih tangan Yura dan menggandengnya masuk lalu menutup pintu dan gorden balkon.

Ketika Ia akan berbalik untuk beristirahat, Joshua melihat Yura berdiri menatapnya. "Kenapa?" Gadis itu tak menjawab pertanyaannya. Yura mengepalkan tangan lalu melangkah maju mendekati Joshua. Gadis itu berjinjit sejenak lalu mengecup singkat bibir Joshua sebelum bergegas mundur kembali.

"G-Good night, Mas...selamat istirahat," ucapnya kaku lalu berlari menuju kamar mandi. Sementara itu Joshua terdiam di tempat dan menyentuh bibirnya sendiri sebelum tertawa renyah. Aksi Yura tadi terlihat menggemaskan di matanya.


KAPAN NIKAH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang