"Maaf, gue agak terlambat." sapa seorang Shaka El-Khafi. Siswa kelas XII MIPA I yang baru saja sampai di area meja piket lantai dasar. Ia menghampiri ketiga temannya yang sudah siap menunggunya.
"Kita juga belum lama disini, kok." sahut Sufi Dzuhairi, dari kelas XII IPS II.
Dua siswa yang lain bernama Okki Amaran dan Kaizan Shidqi. Keduanya berasal dari kelas yang sama, XII MIPA II.
"Absen dulu, dong!" Kata siswa yang hari itu mendapatkan tugas sebagai penjaga piket utama. Dia adalah teman sekelas Shaka. Kharansyah Theo.
Ia meletakkan lembaran absen di atas meja, lengkap dengan pulpen yang sudah siap di gunakan untuk mengisi kolom absen dengan tanda tangan.
"Yehh, sabar, dong. Udah kangen sama tempat tidur, ya?" ledek Okki kepada Theo. Sebab petugas piket tidak di perkenankan untuk meninggalkan tempat, jika siswa yang berpatroli belum menyelesaikan tugasnya.
"Iyalah, capek seharian jaga meja piket." keluh Theo sembari meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Sore itu, empat orang siswa tadi mendapatkan jadwal untuk melakukan patroli sore. Tugasnya memang sederhana, namun tidak bisa di remehkan begitu saja. Mereka harus mengecek setiap ruangan di gedung sekolah, jika masih ada yang di gunakan oleh murid atau guru, maka mereka harus menanyakan, akan sampai jam berapa ruangan itu di pakai.
Jika ruangannya sudah kosong mereka bisa mengecek kembali apakah listrik yang sudah tidak di gunakan telah benar-benar di nonaktifkan atau belum. Hal itu wajib di perhatikan agar tagihan listriknya tidak membengkak.
"Keranjangnya jangan lupa dibawa." Shidqi memberikan satu keranjang kepada Shaka.
"Oh, ya... Makasih." sahut Shaka, menerima keranjang itu. Matanya melirik pelan, ke salah satu ruangan yang bersebelahan dengan meja piket utama.
'Pojok barang ditemukan' adalah nama tempat itu. Ketika petugas patroli mengitari gedung, mereka juga akan mengambil barang-barang yang tertinggal di ruangan yang sudah kosong. Mereka akan menganggap bahwa barang itu adalah barang yang hilang, atau tertinggal.
Karena mereka yang menemukannya, maka barang-barang itu akan di setor kepada penjaga piket, kemudian di letakkan di dalam ruangan 'pojok barang ditemukan'.
Tepat sebelum keempat orang itu hendak beranjak, Theo mengeluarkan komentar iseng.
"Sekolah kita jadi banyak cermin gini, ya? Kalau aja ini asrama putri, cermin-cermin itu pasti berguna." katanya sambil tergelak sejenak
Sufi tersenyum tipis, sedangkan Shidqi mengangguk setuju."Agak bingung, ya. Gunanya apa ada cermin kayak gini di sekolah yang isinya cowok semua?" kata Okki sembari tergelak kecil.
"Mungkin sekolah mau kita lebih disiplin dan jaga penampilan." sahut Shaka berusaha berpikir positif, meskipun diam-diam ia merasa janggal dengan banyaknya cermin yang ada di setiap sudut sekolah dan asrama.
Selama seharian ini, Shaka merasa ada yang terus mengawasinya. Ia sadar, namun tidak mengerti darimana ancaman itu benar-benar datang. Sempat berpikir bahwa dirinya hanya delusi, melihat sesuatu yang tak kasat mata, muncul dari dalam cermin.
"Lo bener..." sufi mengangguk.
"Kalo gitu gue sama Sufi mulai dari lantai satu dan dua." Okki mulai membagi tugas. Shaka setuju, dan itu artinya, ia dan Shidqi akan berpatroli di lantai tiga dan empat.
••••• ••••• ••••• ••••• •••••
Agar tidak mondar-mandir, Shaka menyarankan mereka berpatroli mulai dari lantai empat, dengan begitu, mereka bisa langsung turun, selesai menelusuri lantai di bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY MARY - [ ON-GOING ]
HorrorSekolah Menengah Atas Plumeria Raya merupakan salah satu sekolah asrama terbaik di Jawa Barat. Memiliki lingkungan yang asri, berfasilitas lengkap, program beasiswa, hingga para guru yang berdedikasi. Sekolah ini merupakan salah satu tujuan bagi par...