[ 8 ] - Rapat OSIS

36 8 2
                                    

Sudah tahu, kan, kalau Theo tidak betah berada di kamarnya semenjak Okki mengundurkan diri dari sekolah. Maka, pagi ini ia tengah singgah di dalam kamar adik kelasnya yang sudah ia kenal sejak lama. Bisa dibilang, mereka berdua adalah teman sedari kecil.

Kelvin Alvaro, siswa dari kelas XI MIPA 1. Dia adalah salah satu siswa yang terkenal akan prestasinya, namun enggan untuk terlihat mencolok. Ia tidak banyak ikut kegiatan, hanya menjalankan kewajiban belajar sebagai siswa, setelah jam sekolah usai, ia akan berubah menjadi remaja yang sangat gila dengan game.

Wajahnya seringkali menampangkan ekspresi datar, tak berenergi sama sekali, langkah kakinya lamban, bahunya sedikit bungkuk, mungkin karena ia sering menghabiskan waktu di kursi game nya selama berjam-jam.

"Masuk akal gak sih, orang yang otaknya sekopong Umar ngelakuin ini semua?" seru Theo dengan amat antusias. Celotehan bibirnya itu membuat telinga Kelvin lelah, ingin rasanya ia menggunakan earphone agar bisa fokus bermain game.

Kelvin hanya melirik sekilas tanpa banyak reaksi. "Kak Umar lagi, Kak Umar lagi," jawabnya datar. "Dia gak ngapa-ngapain, kan?"

Theo duduk di kursi dekat tempat tidur Kelvin, memasang ekspresi seolah-olah tak mendengar apa yang baru saja dikatakan Kelvin. "Justru kelakuan dia aneh, Vin. Dia selalu marah tiap ngerasa ada orang yang menurut dia mau ngerusak cermin. Padahal belakangan ini udah rame gossip soal hantu cermin. Umar seakan-akan ngelindungin cermin-cermin itu."

Kelvin memutar bola matanya, seolah sudah bosan mendengar asumsi Theo yang tiada habisnya tentang Umar. “Theo, lo udah paling ngerti deh Kak Umar tuh gimana sifatnya? Kalo emang dia sumber masalahnya, seharusnya semua ini udah terjadi dari dulu."

"Panggil gue kakak juga, dong..." pinta Theo yang malah mengganti topik pembicaraan.

"Gak!" Kelvin menolak, sebal karena Theo malah mengabaikannya ketika ia mulai serius merespon asumsi liarnya.

"Ya bisa aja, kan setiap hal butuh di rencanakan matang-matang." kata Theo yang masih berpegang teguh dengan asumsinya. Bibirnya terkatup, begitu yakin kalau ini adalah salah satu titik buta yang bisa ia incar. "Lagian, lo tau, kan. Kalo gue gak bakal nyerah sama apa yang udah gue yakinin banget?"

Kelvin hanya mendengus sambil kembali menatap layar ponselnya. “Iya, iya, gue tau. Tapi lo juga tau kalo gue nggak peduli soal itu, kan?”

Theo terkekeh sebentar, mulai merengek kepada adik kelasnya itu. "Vin, lo gak boleh gitu sama orang yang udah kayak kakak lo sendiri. Orang kayak gue cuma ada satu di dunia, gak bakal lo temuin dimanapun lagi."

Mendengar kepercayaan diri Theo, Kelvin hanya mampu berdehem panjang, masih fokus dengan game di ponselnya. Jemarinya dengan apik menekan tanpa meleset sekalipun. "Iya, cuma lo orang pinter yang auranya ketutup karena tingkah lo yang konyol itu." balas Kelvin kemudian.

Theo tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Tapi rencana gue kali ini nggak konyol, Vin. Gue sukarela jadi orang pertama yang berkorban disini, dan itu lebih baik. Daripada kita semua mati disini."

Kelvin mendesah panjang, sudah paham benar dengan sifat Theo yang keras kepala. Akhirnya, dengan nada malas, Kelvin bertanya, “Oke, jadi, apa rencana lo?"

Theo menoleh ke arah Kelvin, memasang senyum penuh misteri. “Rahasia, gue bakal beraksi sendiri namti. Tapi, ada satu hal yang gue minta sama lo..."

Sudah sukarela mendengarkan, tapi Theo malah enggan untuk memberitahu. Kelvin jadi bingung sebenarnya apa yang di inginkan olehnya. Membuat Kelvin menatapnya tanpa ekspresi, ada sesuatu yang aneh, namun Kelvin tidak dapat menerka apapun.

"Apaan lagi?" seru Kelvin.

"Apapun yang terjadi, tolong tetep berpihak sama gue, Vin. Gue tau saat ini lo ga berminat, tapi nanti, hati lo pasti tergerak buat ngatasin ini." ujar Theo dengan tatapan pasrah. Ia begitu ingin mengajak Kelvin memulai semua ini sedari awal, tapi tidak ingin menjerumuskan Kelvin ke dalam masalah. Tidak seperti dirinya yang sudah tidak memiliki siapapun, Kelvin harus tetap bertahan karena dia adalah satu-satunya yang dimiliki oleh orang tuanya.

BLOODY MARY - [ ON-GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang