[ 1 ] - Hasil angket

95 16 0
                                    

Langit di luar sangat mendung pekat, disusul dengan hujan yang turun dengan amat deras, menimbulkan aroma air yang menyentuh dengan tanah. Tammam menatap jendela kamarnya yang kabur akibat dihantam oleh ribuan tetes air, sambil duduk di hadapan meja belajarnya. Ia tidak sedang mengerjakan apapun, hanya pikirannya yang terus penuh akan kerisauan.

Anggota keluarga Noah tidak membalas pesan, maupun mengangkat telepon darinya. Terakhir kali Tammam menghubungi mereka untuk mengucapkan bela sungkawa, mereka hanya berkata, kalau kematian Noah bukanlah kesalahan Tammam.

"Kalo emang mereka ga kesel sama gue, kenapa gue di diemin gini?" Tammam hanya mampu membatin. Ia sangat ingin tahu bagaimana akhir dari kasus kematian sahabatnya. Tidak banyak yang tahu kalau Noah telah meninggal dunia.

Pada hari senin nanti, wali kelas dari XI IPS IV akan menyampaikan bahwa Noah pindah dari SMA Plumeria.

Kematiannya ditutup serapi mungkin, meskipun sudah ada segelintir orang yang tahu bahwa Noah tidak pindah sekolah, melainkan meninggal dunia.

Dari balik jendela, Tammam melihat tiga orang yang berjalan di bawah payung, melintasi halaman dari arah gedung asrama menuju gedung sekolah. Ia sangat ingin tahu, siapa siswa yang berjalan di sana, namun air hujan seakan tidak mengizinkannya untuk tahu, menyerang jendelanya dengan tembakan air dengan jumlah yang lebih banyak.

Hanya sebentar, sebelum otaknya menendang pergi rasa ingin tahu itu, dan kembali memikirkan tentang mendiang sahabatnya.

Tammam sama kehilangannya, bahkan dialah orang yang pertama kali menemukan jasad Noah. Menyaksikan bagaimana seseorang yang periang dan berisik menjadi diam, sebab tak lagi bernyawa. Hatinya terguncang hebat, tidak bisa memahami tentang apa yang membuat Noah bisa berada di situasi tersebut.

Hujan ini juga mengingatkannya kepada Noah. Sahabatnya itu sangat jatuh cinta dengan hujan. Saat kebanyakan orang mencari tempat untuk berteduh dari guyuran air, Noah justru akan berlarian di bawahnya, tertawa bebas sambil membentangkan kedua tangannya. Padahal, ia adalah tipikal orang yang mudah jatuh sakit, fisiknya begitu rentan, namun semangatnya selalu berkobar.

Pandangan Tammam kini beralih ke segala sudut kamarnya, tepat setelah ia memutar kursi yang tengah ia duduki. Setiap jengkal di tempat itu menyimpan kenangannya bersama Noah.

"Yes! Akhirnya kita pindah kamar ke lantai dua!" Tammam masih ingat betapa bahagianya Noah begitu mereka sibuk memindahkan barang-barang ke ruangan ini.

Kamar dengan keberadaan Noah bisa menjadi lebih hidup. Di isi oleh canda tawa, mereka sering mengobrol hingga larut malam, melihat bintang melalui jendela ketika langit malam sedang cerah. Namun sekarang terasa sangat sunyi dan dingin. Suasana yang biasanya ramai oleh celoteh Noah, kini hanya diisi oleh derai hujan yang semakin deras. Tammam semakin kalut akan rasa sedih.

Noah telah pergi, tidak ada lagi suara tawa, tidak ada lagi Noah yang akan menantang hujan, tidak ada lagi Noah di dunia ini.

Usai menarik napas panjang, Tammam menurunkan sejenak kelopak matanya, meresapi setiap kenangan yang berlalu-lalang buas di dalam kepalanya. Derai hujan di luar menjadi saksi bisu atas duka yang tengah ia terima. Duka yang mungkin akan bersemayam cukup lama di dalam hatinya.

••••• ••••• ••••• ••••• •••••

Ketiga siswa itu sampai di depan ruang tata usaha. Mereka menutup payung kemudian menyandarkannya di sisi tiang, berharap agar airnya cepat tiris. Dua di antaranya merupakan siswa kelas XII IPS IV. Umar Wiratama dan Tulus Sayudha. Sementara satu orang lainnya adalah Sandy Keenandra, siswa kelas XI MIPA 1.

BLOODY MARY - [ ON-GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang