[ 4 ] - Insiden menjelang malam

66 11 0
                                    

Theo baru saja melangkah keluar dari ruang kesehatan. Dia bergerak pelan menuju asrama, merindukan ranjangnya yang empuk. Matahari mulai meredup dan langit masih menyisakan sedikit warna jingga, memberikan suasana yang seharusnya damai.

Lelah begitu menyelimuti tubuhnya usai seharian berjaga di meja piket, menunggu teman-temannya berpatroli, menghadapi insiden yang melibatkan Shaka dan Shidqi, hingga berdebat dengan Umar.

Sejujurnya Theo memang tidak bisa akrab dengan Umar. Sejak masih duduk di kelas satu mereka banyak berdebat tiap kali bertemu. Ia sangat bersyukur karena tidak satu jurusan dengan Umar.

Sesampainya Theo di area lapangan luar depan asrama, matanya menangkap beberapa siswa kelas XI yang sedang berkumpul di sebrang lapangan. Siswa-siswa lainnya juga masih ada di area taman, mengobrol dan bercanda.

Asrama mereka memiliki aturan, dimana setiap siswa hanya diberikan waktu untuk beraktivitas di luar asrama hanya sampai jam sepuluh malam. Setelah jam sepuluh, akan ada siswa yang bertugas untuk berpatroli, memastikan tidak ada satupun siswa yang berkeliaran.

Diantara mereka, seorang siswa dari kelas XI MIPA 2, si rambut ikal berwarna coklat gelap, dengan mata almondnya itu, kebetulan sesanh membelokkan pandangannya.

Hasbie Savian, segera berlari kecil sembari melambaikan tangan kepada Theo.

"Kak Theo!" panggil Hasbie, membuat Theo segera menghentikan langkahnya.

"Ya?" sahut Theo.

"Disana ada Orion yang cidera!" katanya.

Theo mendecak kecil. Seharusnya ia bisa langsung masuk ke asrama dan beristirahat, tapi sepertinya tanggung jawabnya belum berakhir. Tubuhnya sangat lelah, isi kepalanya penuh dengan kejadian hari ini. Tapi Theo tidak punya pilihan lain, ia harus membantu jika ia masih punya waktu untuk melakukannya.

"Oke... Bawa gue ke sana." jawab Theo dengan intonasi yang sedikit berat.

Hasbie memimpin jalan, kemudian Theo mengekori menuju kerumunan siswa kelas XI yang ada di sebrang lapangan. Begitu sampai di sana, Theo bisa mendengar suara argumen yang memanas. Rupanya Arion dan Rei sedang berseteru.

Rei memampangkan kemarahan. Wajahnya memerah dan suaranya semakin keras ketika ia berbicara.

"Tinggal ngaku salah aja susah banget! Pukulan lo terlalu kenceng, Arion!" Rei berseru, matanya yang sipit itu kini terbuka lebar, memelototi Arion yang berdiri tepat di hadapannya.

Theo kemudian melirik ke arah lain dan menemukan Orion yang duduk di tanah, memegang sapu tangan yang penuh darah dari hidungnya. Wajahnya begitu pucat dan kelelahan. Tepat di dekatnya, ada Kemal Malaka dan Sulaiman Karim yang merupakan siswa kelas XI IPS 3. Keduanya mencoba untuk menenangkan Orion. Karim kemudian menatap Theo, rautnya penuh akan kekhawatiran.

"Gimana ini, Kak?" tanya Karim, cemas.

Theo menarik napas dalam-dalam, isi kepalanya sudah sangat lelah, namun ia tidak mungkin untuk mengabaikan situasi di hadapannya. Dia kembali bangkit, berjalan dan berhenti tepat di dekat Arion dan Rei yang belum berhenti berseteru.

"Berantem di situasi kayak gini? Goblok banget!" seru Theo dengan kasar.

Arion dan Rei yang sadar bahwa ada kakak kelas di dekat mereka, buru-buru terdiam dan menunduk.

"Kalau emang nggak berdua peduli sama Orion, seharusnya kalian buru-buru bahwa dia ke ruang kesehatan! Kalau ternyata mimisannya parah gimana?" sambar Theo lagi.

"Maaf, Kak Theo." ujar keduanya dengan sangat hati-hati.

"Baikan!" perintah Theo kemudian.

Arion dan Rei saling melempar pandangan sebentar, sebelum akhirnya membuang kembali pandangan mereka ke arah lain. Seperti merasa jijik karena berpandangan satu sama lain.

"Yaudah, maaf gue emang salah karena mukul bolanya terlalu kenceng." gumam Arion lebih dulu, sambil menyodorkan tangannya.

Rei sebenarnya enggan untuk berdamai, karena ia tahu kalau Arion tidak tulus mengatakannya.

"Gue juga, maaf karena mukul elo. Gue emosi dikit." sahut Rei, menjabat tangan Arion.

Theo tidak peduli apakah kedua siswa itu benar-benar saling memaafkan atau hanya akting belaka, yang penting Theo sudah berusaha untuk mendamaikan mereka.

Setelahnya, Theo beralih kepada Orion. Ia berjongkok di hadapannya, memperhatikan hidungnya yang masih mengeluarkan darah meskipun sudah disekap berkali-kali.

"Lo harus tenang, Orion..." kata Theo yang kini intonasinya melunak.

Orion menganggukkan kepalanya.

"Kalau lo tetep panik, mimisannya gak akan berhenti. Dengerin gue, angkat kepala lo sedikit, terus lo tekan hidung pakai dua jari. Pelan-pelan aja." Theo kemudian memberikan sedikit tips kepada Orion untuk mengatasi mimisannya.

Orion mengangguk kemudian mengikuti instruksi dari Theo. Perlahan-lahan aliran darahnya dari hidungnya mulai berhenti mengalir, meskipun tubuhnya masih sedikit gemetaran.

"Gimana?" tanya Theo, memastikan.

Orion mengangguk lemas. "Udah berhenti, Kak. Makasih, ya!"

Theo merasa lega karena urusannya sudah selesai. Baru saja ia berdiri, beberapa siswa yang ada di sekitar lapangan berlari panik menuju asrama. Wajah mereka dipenuhi ketakutan juga penasaran.

"Ada di toilet! Cepetan!" Dari sekian banyaknya riuh yang terdengar, Theo berhasil menemukan ke mana arah tujuan mereka.

Theo mendongak, pandangannya segera tertuju ke arah asrama. Di dalam gedung itu terdengar suara bising, seperti ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di sana. Perasaan cemas terus merayap di dalam diri Theo.

"Toilet lantai dua? Ada apaan, sih?" tanya Hasbie yang ikut merasa bingung akibat mendengar sorak-sorakan yang mengarah ke lokasi itu.

Theo tidak menjawab. Nalurinya mengatakan bahwa ada hal buruk yang sedang terjadi di sana. Tanpa membuang waktu, kakinya mengayun, melangkah cepat meninggalkan kerumunan siswa kelas XI dan masuk ke dalam gedung asrama.

Sesampainya di koridor lantai dua, Theo malah terjebak di antara kerumunan para siswa. Beberapa siswa berbisik dan terlihat panik. Sesuatu jelas telah terjadi, sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertengkaran kecil di lapangan akibat bola voli.

"Permisi, permisi, numpang lewat..." Theo kembali menerobos kerumunan hingga ia sampai tepat di depan pintu masuk toilet.

Sepasang mata Theo membulat saking terkejutnya. Seisi ruangan di toilet itu di penuhi dengan bercak merah. Juga, ada seseorang yang Theo kenal, tergeletak di atas lantai toilet.

"Tammam?!"

••••• ••••• ••••• ••••• •••••
••••• ••••• TO BE CONTINUED ••••• •••••

Yahooo, apa kabarnya kalian?
Semoga sehat dan ceria selalu, ya!

Gimana alur Bloody Mary yang terbaru? Apakah kalian sudah menemukan perbedaannya? 👀✨

Seperti biasa, mohon tidak spoiler alur Bloody Mary yang lama di sini, ya. Jangan buat reader baru kita sebal karena gak sengaja baca spoiler di komentar.

Ayo, tekan vote, komen, dan share!
Siapa tau Bloody Mary di lirik sama penerbit! 👀✨

Okaii, bye-bye!

BLOODY MARY - [ ON-GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang