[ 5 ] - Sejak adanya cermin

50 11 3
                                    

Theo menutup pintu kamarnya, mengeringkan rambut dengan handuk yang masih terselampir di leher. Ia baru saja selesai mandi, mendapati waktu telah masuk pukul delapan malam.

Kamar yang semula rapi, kini sedikit tak karu-karuan akibat barang dan pakaian milik Okki yang berserakan dimana-mana.

"Ini packing-packing mau ngapain dah?" tanya Theo yang kini berdiri tepat di dekat Okki.

Temannya itu masih sibuk menata pakaian ke dalam koper.

Okki menatap Theo sejenak, lantas menghela napas.

"Banyak orang tua murid yang udah tau tentang kematian Tammam. Orang tua gue, minta gue buat pulang kerumah. Gue..." Okki menjeda kalimatnya sejenak, lalu kembali berujar, "gue ngundurin diri dari SMA Plumeria."

Kata-kata itu jelas membuat Theo terkejut. Sayangnya, ia tidak mampu menghalangi Okki, dan akan tetap menghargai keputusannya.

"Gak apa! Ini keputusan terbaik buat lo!" ujar Theo, memberikan semangat.

"Gue harap kalian semua juga segera keluar dari sekolah ini. Maksud gue, gue ngerasa bersalah banget karena malah ninggalin kalian di situasi kayak gini, apalagi kita pernah janji buat lulus bareng." sesal Okki. Meskipun Theo mempunyai kepribadian yang sedikit tengil, banyak bicara, dan sedikit ceroboh. Okki sudah menghabiskan waktu bersamanya selama dua setengah tahun.

"Dimanapun lo lanjut sekolah, begitupun gue, kita bakal tetep lulus barengan!" Theo tidak ingin temannya menjadi berat hati karena meninggalkannya di sekolah ini. Tidak mungkin juga Theo memaksa Umar untuk tetap tinggal.

Umar tersenyum getir, masih terasa sulit baginya untuk menerima keputusannya sendiri.

"Gue yakin Shaka nggak mungkin bohong soal kejadian di Lab Kimia. Mungkin nggak kalau sekolah kita ini kena gangguan, kutukan, atau semacamnya?" Okki seakan tidak yakin kalau pertanyaan itu terlontar dari bibirnya. Ia benar-benar tidak percaya dengan adanya hantu, namun seperti ada sesuatu yang muncul di dalam hatinya, mendorong dirinya untuk percaya akan suatu hal mistis.

Theo berdehem panjang dan mulai memikirkan hal yang sama. Banyak kejadian aneh dan mengerikkan yang mulai bermunculan. Ia yakin kalau ada pola yang terbentuk atas semua kejadian ini. Theo tidak bisa mengabaikannya, namun ia sendiri belum menemukan petunjuk apapun.

"Gue mau ketemu Yendra sebentar." pamit Theo yang langsung beranjak keluar dari kamarnya.

Baru saja Theo berjalan beberapa langkah, ada Umar dan Tulus yang berjalan berlawanan arah dengannya. Membuat Theo mendecik benci, namun ia tidak akan membiarkan Umar berlalu begitu saja. Theo ingin mendengar tanggapannya kali ini.

"Lo masih ga percaya sama hal mistis? Terus gimana lo ngejelasin tentang kematian kasus kematian kali ini?" tanya Theo, membentangkan tangan di tengah lorong.

"Lo berdua nggak ada habis-habisnya berantem..." Tulus sudah memiliki prasangka buruk sejak ia melihat Theo yang muncul berjalan di lorong. Benar saja, sekarang ia harus terjebak di antara argumen Theo dan Umar.

"Mungkin dia bunuh diri." Jawab Umar dengan enteng.

Tulus sendiri terkejut mendengar apa yang terlontar dari bibir Umar.

"Bangsat! Omongan lo kurang ajar banget!" Theo tidak mampu membendung emosinya. Ia kembali melangkah, dan hendak menggapai kerah baju Umar dengan tangannya yang telah terulur.

Sayangnya, belum sempat niat itu terlaksana, Tulus sudah selangkah lebih dulu menghalangi, dan berdiri tepat di depan Umar.

"Rasanya kurang pantes kalo kalian malah ribut di situasi kayak gini." kata Tulus yang dengan sigap menjadi penengah. Ia melindungi Umar yang merupakan temannya, sekaligus berjaga-jaga agar Theo tidak di hajar balik oleh Umar.

BLOODY MARY - [ ON-GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang