Bab 9Bisma menatap lesu pada pemasukan restoran yang meskipun pendapatannya naik secara signifikan pada bulan ini, entah mengapa dia tidak semangat untuk menjalani hidup.
Bisma tersadar ketika satu cangkir kopi kini sudah ada di hadapannya.
"Pak Bisma terlalu lama melamun, makanya saya buatkan kopi biar nggak banyak melamun." Sosok perempuan cantik bernama Anisa tersenyum menatap pria di hadapannya.
"Oh, kamu mengejutkan saya, Nis. By the way, thanks atas kopinya." Bisma mengangkat cangkir kopi di hadapannya kemudian menyesap sedikit kopi hitam tersebut yang rasanya memang sangat pas di lidah. "Seperti biasa, kopi buatan kamu memang selalu enak."
Anisa yang mendengar pujian Bisma, tersenyum senang.
"Sama-sama, Pak. Senang kalau bapak memang menyukai kopi buatan saya." Anisa menjawab dengan lembut. "Pak Bisma sedang melamun, memikirkan apa? Bukankah profit kita bulan ini naik lebih signifikan?"
Bisma menggelengkan kepalanya. "Nggak ada yang saya pikirkan. Cuma mikirin bagaimana kita bisa buat strategi biar restoran semakin ramai. Soalnya saya ada rencana buat buka cabang baru."
Sebagai manajer restoran tempat mereka saat ini berada tentu saja Anisa saat ini mulai membahas tentang strategi marketing dan dia menyampaikan idenya.
"Kalau kata saya boleh kita undang selebgram atau selebtok buat kasih review makanan di restoran kita. Apalagi saat ini sedang booming aplikasi toktok yang penggunanya sudah berjuta-juta manusia. Wadah paling strategis untuk memasarkan barang-barang ya di aplikasi itu," kata Anisa tampak bersemangat.
"Kamu punya beberapa rekomendasi untuk selebtok yang kamu maksud? Kamu bisa kirim CV mereka biar saya yang akan menilai apakah mereka bisa bekerjasama dengan restoran kita atau enggak."
"Boleh, Pak. Nanti saya yang akan mengirimnya."
Anisa kemudian melangkah keluar menuju ruangan yang ada di sebelah lalu mulai mengirim data-data dari beberapa content creator review makanan yang sering wara-wiri di beranda miliknya.
Sebagai generasi muda tentu saja Anisa cukup hafal dengan perkembangan sekarang.
Setelah mengirim email data orang-orang yang dianggapnya bisa mereview restoran, baru kemudian Anisa kembali ke ruangan Bisma dan mulai berdiskusi membahas persoalan mereka yang akan memakai konten kreator sebagai wadah untuk memasarkan restoran mereka.
"Saya rasa, kita juga harus semakin giat untuk memposting jenis makanan di restoran ini. Minta untuk salah satu anak yang aktif di sosial media untuk selalu sering live ataupun mempromosikan dagangan kita. Jangan hanya mengandalkan promosi dari konten kreator saja," kata Bisma.
Pria itu tentu setuju dengan ide briliant Anisa untuk memakai konten kreator.
Padahal tadi saat sebelum Anisa masuk, jelas Bisma sedang memikirkan Vera yang masih belum juga ditemukan sampai detik ini.
Sementara Bisma sibuk dengan pekerjaannya meskipun sesekali masih memikirkan Vera, hal itu tidak berlaku bagi wanita itu yang saat ini sedang berkeliling tokonya.
"Nanti kalau kamu sudah selesai menata barang-barang di rak display, kamu tolong lihat di bagian depan. Itu ada beberapa buah yang saya rasa udah agak nggak enak dilihat. Diganti dengan yang baru, sementara yang lama taruh dulu." Vera berkata pada karyawan yang ada di dekatnya. "Saya tugaskan kamu untuk mengatur buah-buahan itu dulu. Nanti kalau kamu sudah selesai, kamu bisa temui saya di dalam ruangan. Ada yang ingin saya bahas dengan kamu."
"Baik, Bu." Pemuda yang diminta oleh Vera untuk melakukan tugasnya langsung bergerak mengerjakan apa yang tadi diperintahkan oleh atasannya.
Sementara Vera tetap mengelilingi rak-rak untuk melihat item-item yang ada di dalam toko miliknya dan berharap tidak ada kekurangan apapun.
Wanita itu kemudian melangkah menuju kasir dan menemukan banyaknya antrian.
"Ini kenapa kasirnya cuma ada satu? Rekan kamu di mana?" Vera bertanya saat melihat kasir hanya ada satu orang saja sementara antrian sudah panjang di belakang.
Vera akan memberikan pelayanan kenyamanan bagi para customer karena bagaimanapun penghasilannya tidak akan meningkat jika tidak ada mereka.
Kasir 1 menjelaskan jika rekannya saat ini sedang berada di kamar mandi sehingga membuat Vera bergerak untuk menggantikan posisinya sementara waktu.
Vera masuk ke dalam ruangan yang terdapat meja kerja, beberapa kursi, dan ada brankas tempat penyimpanan uang.
Pemuda yang tadi dipanggil oleh Vera mengetuk pintunya dan langsung dipersilakan oleh wanita itu untuk masuk.
Pemuda itu menarik kursi dan duduk setelah diberi kode oleh Vera.
"Duduk, Di. Ada beberapa hal yang ingin saya bahas dengan kamu." Vera mengeluarkan sebuah kertas kemudian mengangsurkannya pada pemuda bernama Aldi yang baru saja berusia 23 tahun tersebut. Meski begitu Aldi sudah 5 tahun bekerja dengannya semenjak lulus dari sekolah. "Ini ada surat untuk kamu. Kamu bisa pulang sekarang dan merapikan semua barang-barang kamu," ujar Vera.
Tangan Aldi yang baru saja akan menyentuh kertas tersebut langsung bergetar di atas meja.
Ekspresi wajahnya berubah tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh atasannya ini.
"Saya dipecat, Bu?" Wajahnya bahkan sudah pias, keringat dingin membasahi tubuhnya, dan tangannya gemetar, sementara matanya memerah bersiap untuk meneteskan air mata.
Aldi adalah tulang punggung keluarga di rumahnya. Laki-laki itu pun harus menyewa tempat yang paling murah dan sempit agar menghemat biaya hidupnya.
Kalaupun dirinya dipecat semestinya karena dirinya membuat masalah. Padahal selama ini Aldi selalu merasa pekerjaannya baik-baik saja dan tidak pernah membuat masalah. Kalaupun dirinya membuat masalah, seharusnya ada surat peringatan yang datang padanya. Namun, saat tahu jika dia langsung dipecat, tentu Aldi merasa sangat sedih.
Bayangan wajah sedih orang tuanya yang tidak bisa menerima gaji lagi darinya langsung membuat mata Aldi berkaca-kaca sampai kemudian pemuda itu mulai meneteskan air matanya dan menundukkan kepala.
Vera yang sedang menscroll pekerjaannya di laptop, langsung mendongakkan kepalanya ketika melihat Aldi yang menangis di hadapannya dengan tubuh gemetar.
Rupanya tadi setelah menyerahkan kertas tersebut pada Aldi, Vera langsung mengerjakan pekerjaannya yang tertinggal di laptop ini. Apalagi dia ingin melihat langsung total audit yang dilakukan pada bulan kemarin.
"Kamu nggak usah nangis kayak gitu, ah. Anak laki-laki mana boleh cengeng kayak kamu. Harus kuat, apalagi kamu ini 'kan tulang punggung keluarga. Lucu juga kalau kamu menangis," kata Vera sambil menggelengkan kepalanya.
Wanita itu tidak tahu jika selembar kertas darinya lah yang membuat Aldi menangis terus menerus.
"Ya sudah kamu mendingan keluar dari ruangan saya, cuci wajah sana, terus bisa langsung pulang. Sekarang, sebelum nanti udah sore."
Aldi yang masih menangis bangkit dari tempat duduknya.
Tangannya gemetar mengambil berkas tersebut. "Terima kasih banyak karena Ibu sudah menerima saya bekerja di sini. Saya minta maaf kalau sudah banyak kekurangan."
"Iya, sama-sama. Santai aja sama saya ini."
Vera memberi kode pada Aldi untuk segera keluar karena masih ada beberapa hal yang harus ditangani olehnya.
Sementara Aldi langsung keluar dengan kertas di tangannya, sambil menundukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIKEJAR MANTAN SUAMI
General FictionTujuh tahun yang lalu Veronica Aswati atau kerap disapa sebagai Vera menikah ketika usianya 20 tahun dengan Bisma Atmaja. Usia pernikahan mereka hanya bertahan 3 bulan karena tidak ada pondasi kekuatan dalam rumah tangga mereka, juga terlalu banyak...