9 ❤️‍🩹 - Dia Bohong, Percayalah!

485 83 12
                                    

Lelaki itu marah, marah besar padanya. Jay bisa merasakannya dari suasana pagi itu, ketika mereka bersiap-siap berangkat ke kantor.

Semalaman Jay tidak bisa tidur, dan Jay yakin Sunghoon juga tidak tidur, karena lelaki itu bergerak dengan gelisah sepanjang malam.

Suasana tegang di waktu sarapan pagi itu terasa seperti kawat berduri yang direntangkan, siap putus dan melukainya.

Ia tidak menyukai suasana seperti ini, lebih baik Sunghoon meledak-ledak marah seperti kemarin, setidaknya semua kemarahannya terlampiaskan, tidak seperti sekarang.

Lelaki itu murka, tetapi menyimpannya sehingga membuat seluruh dirinya tegang dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kita berangkat bersama." desis Sunghoon setelah membanting serbet makannya ke meja.

Tangan Jay yang menyuapkan roti ke mulutnya berhenti di tengah-tengah. "Apa?"

"Kita berangkat bersama-sama." ulang Sunghoon datar.

"Tapi..."

"Tidak ada tapi Jay." sela Sunghoon kasar lalu berdiri dengan marah ke pintu. "Ayo cepat!"

Dengan gusar lelaki itu membukakan pintu mobil untuk Jay, dan membantingnya ketika Jay sudah duduk di kursi, tanpa dapat membantah, tanpa dapat memberikan perlawanan.

Sepanjang jalan, lelaki itu menyetir dengan sangat kasar, seolah-olah melampiaskan kemarahannya. Jay hanya duduk berdiam, tidak mau melakukan apapun yang dapat memancing kemarahan Sunghoon.

"Nanti kau pulang denganku! Kau dengar itu? Kau datang ke ruanganku setelah jam kantor, kita pulang bersama!" gumam Sunghoon tanpa mau dibantah ketika menurunkan Jay di lobby kantor.

*

*

*

Hari ini berlalu dengan amat lambat bagi Jay, perasaannya tidak enak, sampai kapan Sunghoon akan marah padanya? Sampai kapan Sunghoon akan bersikap seperti ini kepadanya?

Dia tahu dia bersalah, tapi dia kan sudah meminta maaf? Lagipula kenapa permasalahan kecil semacam ini begitu dibesar-besarkan oleh Sunghoon?

Pemikiran itu masih berkecamuk di kepalanya ketika keluar dari lift yang mengantarkannya ke ruangan pribadi CEO perusahaan.

Sebenarnya Jay tadi bermaksud pulang sendiri dan mampir ke rumah sakit menengok Jungwon, memanfaatkan waktu bebasnya yang dijanjikan oleh Sunghoon pada waktu perjanjian awal mereka.

Tapi dengan ancaman Sunghoon tadi pagi, Jay tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Sunghoon untuk menemuinya di ruangannya sepulang kerja.

Meja sekertaris Sunghoon sudah kosong, dengan pelan Jay melangkah ke pintu besar ruangan Sunghoon, mengetuknya pelan.

"Masuk."

Sebuah suara mempersilahkannya dari dalam. Jay masuk dan menutup pintu di belakangnya, ketika membalikkan badannya dia terpaku.

Bukan Sunghoon yang ada di sana, tetapi Heeseung, lelaki itu sedang duduk santai di sofa, menyesap segelas brendy, menatap Jay dengan penilaian santai yang sedikit kurang ajar.

"Sunghoon menyuruh saya kesini jam pulang kantor." jelas Jay terbata.

Heeseung tersenyum, masih duduk santai di sofa sambil menatap brendynya yang tinggal seperempat gelas. "Aku tahu, Sunghoon menyuruhku menunggumu di sini, dia sedang menemui tamu penting dari Jerman di ruang pertemuan."

"Oh."

Jay tidak tahu harus berkata apa, suasana terasa sangat canggung. Entah karena Jay memang tidak kenal dekat dengan Heeseung, atau karena sikap santai palsu yang ditunjukkan Heeseung.

A Romantic Story about JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang