11

9.7K 292 7
                                    

Di hadapan ketiga hama di rumahnya Diva selalu menempel dan bermanja pada suaminya seperti seorang istri yang haus kasih sayang, sengaja Diva lakukan supaya hama-hama itu semakin terbakar oleh api keirian.

Pagi-pagi mereka berlima sarapan pagi bersama, dengan wajah cerahnya Diva merapatkan kursinya dengan kursi Khandra supaya semakin menempeli suaminya.

"Sayang kan biasanya kamu yang suapin aku makan, sekarang aku mau suapin kamu ya?" ujarnya meminta izin.

Khandra menaikkan sebelah alisnya. "Kesempatan bagus, saya tak mungkin menolakmu darling."

Aldiva tersenyum, dia menyuapkan makanan pada suaminya.

Prak!

Semua orang menoleh ke arah Aska yang melempar sendoknya keras.

"Kenapa sayang?" tanya Amanda pada suaminya.

Aska tersadar perasaannya jadi kesal melihat mantan pacarnya sering menempel pada ayahnya.

"Ada apa Aska? kamu tampak kesal?" ranya Khandra pada anaknya.

"Ga ada apa-apa, aku cuma... aku ingat ada pekerjaan penting dikantor, aku harus berangkat sekarang," ujarnya lalu beranjak bangun meninggalkan ruang makan.

"Tunggu sayang, aku anter kamu sampe depan," kata Amanda menyusul Aska.

Sekarang diruang makan tersisa Khandra, Diva dan Marisa.

"Sayang apa kita pindah rumah saja ya? Sebenarnya aku kurang nyaman kalau tinggal bersama orang asing seperti ini," ujar Diva sambil menyuapkan makanan pada suaminya.

"Kamu mau pindah? Saya bisa mengurusnya segera," kata Khandra.

Diva menggelengkan kepalanya. "Tapi bukannya sayang sekali kalau kita yang keluar dari rumah kita sendiri? Rumah ini sangat besar dan mewah, orang asing yang tinggal disini akan puas dan merasa menang kalau pemilik rumahnya pergi."

"Jadi apa maumu sayang?" tanya Khandra.

"Entahlah, harus bagaimana ya kita menanggapi orang tak tahu malu seperti itu? dia bahkan tak malu selalu ikut makan bersama keluarga kita," ujar Diva sambil menatap Marisa yang sedang mengunyah makanan dipiringnya.

Diva tersenyum melihat Marisa yang acuh tak acuh tapi tangannya memegang sendok dengan kuat, jelas sekali wanita itu berusaha menahan emosinya.

Setelah mengunyah suapan terakhirnya, Marisa beranjak bangun dan pergi dengan kesal.

Diva meletakan sendok diatas piring, lalu menggeser piring dari hadapannya ke Khandra.

"Kenapa berhenti? haruskah saya memanggil Marisa untuk duduk disini supaya kamu tetap memperhatikan saya?"

Diva menghela napas lalu beranjak bangun, hendak pergi meninggalkan Khandra tapi lengannya ditahan. "Lepas," suruh Aldiva sambil menepis tangan sang suami.

"Kamu belum makan sesuappun," kata Khandra khawatir, lalu menarik istrinya untuk kembali duduk.

Aldiva melihat raut kekhawatiran Khandra. "Nanti aja."

"Aldiva! jangan membuat anak saya kelaparan," ujar Khandra tegas.

"Aku makan kalo kamu udah berangkat, aku ga mau liat muka kamu," katanya.

"Kenapa dengan wajah saya? saya tidak buruk rupa, kenapa kamu tampaknya muak melihat saya? Saya tak punya salah, kamu yang memanfaatkan saya, bukankah seharusnya saya yang marah sayang?"

Aldiva melihat ke sekeliling, takut Marisa kembali ke ruang makan. "Kamu yang hamilin aku! Gara-gara kamu aku jadi terjebak disini, sama kamu dan bayi diperut ini!" ujar Aldiva menatap Khandra benci.

Papa Mantan🔥 (Khandra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang