Panas matahari begitu menyengat. Terlihat seorang lelaki berambut hitam sedang berbaring di bawah pohon rindang itu. Sebuah novel menemani tidurnya di sebelah kanan kepalanya. Walaupun dia memejamkan matanya, dia sepenuhnya sadar akan tatapan-tatapan yang diberikan dari orang-orang yang berlalu-lalang. Namun, lelaki itu hanya menghiraukannya.
Kenapa orang-orang itu memandangiku dengan tatapan menjijikkan itu. Begitulah yang dia pikirkan.
Ya, bagi kita wajar saja jika orang-orang menatapnya seperti itu bila ada seseorang yang bertelanjang dada berbaring di bawah pohon dekat dengan bahu jalan seperti itu.
"Hei Ryu, kenapa kamu ada disini? Dan kenapa tak memakai baju?" Suara seorang wanita yang tak asing baginya terdengar dengan jelasnya. Wanita memiliki rambut panjang dengan model one-tail yang ada di kepala bagian kirinya. Dia adalah Shera, teman sekelas dan juga satu tim dengan Ryu.
"Bukan urusanmu." Ryu membalasnya dengan jawaban datar. Kini Ryu mengambil novel yang ada di samping kepalanya dan meletakkan novel yang terbuka pada halaman acak itu ke wajahnya.
Mendengar dan melihat itu, Shera merasa kalau dirinya diacuhkan oleh Ryu. "Cihh,, masih saja kamu bersikap seperti itu." Setelah berada di samping Ryu, Shera mengambil posisi duduk sambil memeluk kedua lututnya dan menyandarkan dagunya di antara kedua lututnya.
Suasana hening kini terasa di antara kedua orang itu. Memang, Ryu bukanlah orang yang suka berbicara dengan orang lain. Dia hanya berbicara ketika ada yang bertanya kepadanya dan hanya jika sedang ingin saja. Namun sebaliknya, Shera merupakan orang sangat suka berbicara terutama berbicara dengan Ryu walaupun tidak jarang dihiraukan oleh Ryu.
"Hey Ryu." Tanpa menolehkan pandangannya dari keramaian orang yang berlalu-lalang Shera memanggil Ryu. Namun, tak sepatah kata yang diucapkan oleh Ryu. Hal itu membuat Shera kembali kesal. Dia ingin memberitahukan kalau dia melihat seseorang yang sepertinya ia kenali.
"Dasar bocah sialan! Jawab aku bodoh!" akhirnya Shera mengambil inisiatif untuk mengambil buku novel yang ada di wajah Ryu. Tanpa disadari wajah Shera berada sangat dekat dengan wajah Ryu sehingga Shera dapat merasakan nafas Ryu, begitu juga sebaliknya. Mereka hanya bisa terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Kedua pipi Shera dan Ryu sama-sama memerah karena malu. Namun akhirnya Ryu memecah keheningan tersebut.
"Ada apa?"
Mereka berdua akhirnya memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan.
"Hmm..." Shera masih belum berani melihat wajah Ryu karena dia menyadari pipinya masih memerah karena kejadian tadi.
DUARRR!!!
Suara ledakan itu menyadarkan mereka berdua.
"Ah itu yang mau ku katakan." Shera menunjukkan jari telunjuknya ke arah seseorang memegang senjata tajam. Seseorang tersebut merupakan salah satu anggota dari Blade Wing yang telah menculik Shera beberapa bulan yang lalu.
" Ohh ternyata dia, tapi kenapa harus disaat seperti ini?"
Dengan rasa marah yang ada di hatinya karena merasa waktu bersantainya terganggu, akhirnya Ryu bergegas untuk bangun dan memakai pakaiannya kembali.
"Sebaiknya kita cepat kesana, jika tidak maka korban akan bertambah." Shera berlari dari tempatnya semula menuju je sumber suara ledakan tersebut. Ryu yang berada di belakangnya berlari mengikuti Shera ke tempat anggota Blade Wing itu.
"Hey Shera, sebaiknya kamu cukup melihat saja, dari pertarungan pada waktu itu dia sangat lemah." Ryu memberi saran kepada Shera. Tetapi Shera hanya menambah kecepatan berlarinya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul of Weapon
FantasyAku mengayunkan cepat pedangku. Ketika aku mengayunkan pedangku api merah pada pedangku ini menyembur keluar menuju target yang ada di depanku. Api merah itu sangat besar, bahkan lebih besar dari api yang diciptakan oleh Rei. Api merahku kini menyel...