Phoenix

72 5 2
                                    

Kiryu POV

Aku berjalan menuju rumahku. Cahaya orange membasahi tubuhku. Seberapa keraspun aku berfikir, aku belum mendapatkan sebuah jawaban akan mimpi yang selalu kualami itu. Terlebih lagi kekhawatiran yang ditunjukkan oleh Shera ikut memenuhi isi kepalaku.

Aku benar-benar ingin cepat sampai di rumahku dan segera membaca satu atau dua buah novel untuk menghilangkan segala pikiran yang membebani kepalaku ini. Aku mempercepat langkahku, tetapi karena rasa lapar yang mendera aku tidak dapat lagi berjalan dengan kecepatan yang seperti biasanya.

Sekitar 15 menit setelah aku berpisah dengan Shera, aku sudah dapat melihat atap rumahku. Tetapi aku tak melihat satu cahayapun yang berasal dari rumahku. Mungkin kaka perempuanku belum pulang.

Mengingat di sini aku hanya tinggal tinggal berdua dengan kakakku. Ayah dan ibuku sudah lama berpisah. Seharusnya ibuku tinggal bersama kami disini, hanya saja ibuku mendapatkan perkerjaan di luar kota yang mengharuskannya untuk tinggal disana. Tetapi aku tidak peduli, yang terpenting aku dan kakakku dapat hidup dengan tentram seperti yang selalu kami harapkan.

Aku sangat menyayangi kakakku ini, ya walaupun dia sedikit agak unik.

Kini aku berada di depan pintu berwarna coklat yang terbuat dari kayu jati. Gagang pintu yang kugenggam terasa cukup dingin. Aku memutarnya, lalu aku mendorong pintu tersebut dan terdengar suara decitan yang tercipta dari engsel-engsel yang menyangga pintu tersebut.

Aku melepaskan sepatu yang kukenakan dan merapihkannya di rak sepatu yang berada di sebelah kananku. Aku menyalakan lampu pada ruangan utama rumahku. Di ruangan ini terdapat tiga buah sofa yang menghadap ke televisi. Aku melangka menuju kamarku. Setiap kali aku manaiki tiga sampai lima anak tangga, perutku meronta.

Aku memasuki kamarku dan segera melemparkan tasku ke sembarang tempat. Aku melepaskan seragam sekolahku dan bergerak kea rah kamar mandi. Begitu aku selesai mandi dan mengganti pakaian, aku langsung mengambil sebuah novel yang selalu aku ikuti setiap serinya. Novel ini berjudul "The Winner".

Aku berbaring di tempat tidurku dan membuka halaman pertaman dari novel yang kugenggam ini. Walaupun aku membaca novel yang paling aku gemari ini tetap saja, segala pikiran yang membebani kepalaku ini tetap tidak mau menghilang dari otakku. Ditambah dengan rasa lapar yang sedang melanda, lengkap sudah penderitaan yang kurasakan ini. Pada akhirnya aku menyerah dan segera menutup novel yang ada digenggamanku ini.

Aku mencoba untuk menutup mataku. Barangkali jika aku menutup mata dan jatuh tertidur seluruh pikiran yang mengganggu dan rasa lapar yang kurasakan ini akan bisa kulupakan untuk sejenak. Namun disaaat aku mulai menutup mataku, aku mendengar suara desisan kompor menyala yang berasal dari dapur.

Tidak salah lagi, itu pasti Shinoenee-san. Aku bergegas menuruni tangga dan segera menemuinya. Dari depan pintu ruang dapur aku dapat melihat kakakku yang menggunakan celemek berwarna merah marun. Celemek itu terlihat sangat cocok dikenakan oleh kakakku itu.

Aku bisa mendengarnya menyanyikan sebuah lagu yang merupakan opening dari anime yang terkenal. Suaranya yang cukup merdu itu bercampur dengan suara pisau yang sedang memotong sayuran.

Rambut merah twin-tailnya yang cukup panjang hingga sebahunya itu ikut bergerak ke kanan dan ke kiri ketika dia sedang bergoyang mengikuti alunan lagu yang sedang dia nyanyikan itu. Eh bergoyang? Ketika sedang mengiris sayuran? Apa itu tidak berbahaya? Tidak. Itu merupakan kebiasaannya ketika hendak memasak.

Kakakku menoleh ke arahku karena telah menyadari keberadaanku. Dia akhirnya memanggilku.

"Oh, Yuu-kyun." Kata kakakku.

Dia berlari kecil ke arahku dengan sangat lucu. Ditambah lagi dengan wajah yang imut dan tubuh yang mungilnya itu semakin menambah keimutannya. Dan mata merahnya itu... sangat indah.

Soul of WeaponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang