Tim Raven

82 5 0
                                    

Kiryu POV

Senin, 3 Mei 2017. Aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Hari ini aku memulai kegiatan yang membosankan lagi seperti biasanya. Aku membuka pintu kelasku. Dengan perasaan yang berat aku melangkah memasuki ruangan kelas.

Sebelum aku memasuki ruang kelas, aku merasakan ada seseorang yang menabrakku. Aku melihat seorang wanita dengan rambut one-tailnya yang berwarna ungu mundur satu langkah karenanya. Tidak diragukan lagi, itu adalah Shera.

Perasaan gugup menguasai tubuhku. Aku memberikan senyuman kaku. Tangan kananku ku angkat setinggi dadaku dan mencoba untuk menyapa Shera.

"Ha-haii.."

Shera tak mmenggubrisnya. Dia mengacuhkanku. Aku tidak menyalahkan dia karena itu. Aku tahu itu disebabkan karena kesalahanku padanya sebelumnya. Ya dia pasti marah karena aku meninggalkannya sendirian di toko beberapa hari yang lalu karena mengejar Neil.

Shera memalingkan wajahnya. Bibir yang mengerucut dan pipi yang mengembung terpasang di wajahnya. Tapi dia tetap terlihat cantik seperti biasanya. Shera berjalan melewatiku begitu saja. Aku tak dapat mencegahnya. Jadi aku memutuskan untuk ke mejaku yang berada di ujung ruang kelas.

Aku membuang nafas berat memikirkan bagaimana caranya meminta maaf pada Shera. Selain itu, aku juga memikirkan tentang apa yang akan diceritakan Neil padaku nanti. Aku mengambil novel dari dalam tasku dan membacanya.

Kringg.. Kring..

Suara bel sekolah berbunyi. Tak lama kemudian aku melihat Shera memasuki ruangan kelas. Aku menatapnya. Diapun menyadarinya dan membuang wajahnya dan lekas kembali ke tempatnya.

Selama jam istirahat aku membaca sebuah novel sambil menunggu seseorang. Neil. Aku menunggunya di dalam kelasku. Sebelumnya aku sudah sempat mencarinya. Hanya saja aku tidak dapat menemukannya dimanapun.

Aku terfokus pada novel yang ada di hadapanku. Novel yang kubaca ini dapat mengurangi rasa bosanku. Biasanya Shera selalu menghampiri ketika jam istirahat, tetapi kali ini dia tidak melakukannya. Aku mamkluminya.

Shera sedang berbicara dengan team-temannya di tempat duduknya. Aku ingin sekali meminta maaf kepadanya. Aku tidak bisa membiarkan yang yang selalu baik kepadaku itu begitu saja. Apa lagi dia adalah temanku satu-satunya di kelas ini. Jika dia membenciku dan tak mau berteman denganku lagi sudah dipastikan aku akan menjadi seorang buangan di kelas ini.

Teman-temannya sepertinya mengajak Shera keluar, hanya saja sepertinya Shera menolaknya. Teman-temannya meninggalkannya. Shera kini duduk sendirian di tempat duduknya. Dia terlihat sedang menulis sesuatu. Sesekali dia melirik ke arahku.

Aku memutuskan untuk menghampirinya. Walaupun rasa ragu ada di dalam hatiku.

"Emm.. H-hai." Aku menyapanya.

Shera tidak membalasnya. Dia hanya melirikku lalu kembali menulis. Aku memperhatikannya, sepertinya dia sedang membuat sebuah cerita. Tulisannya sangat bagus dan rapi. Jika dibandingkan dengan tulisanku maka perbandingannya bagaikan bumi dan langit.

"Apa yang sedang kamu buat? Apa itu sebuah novel?" Aku memberanikan diriku untuk bertanya.

"Bukan urusanmu." Shera menjawabnya begitu saja. Dia tetap focus menulis. "Apa yang kamu inginkan? Tidak seperti biasanya." Shera menambahkan. Nadanya terdengan kesal.

Dia benar-benar marah padaku. Itu yang kufikirkan. Dan aku sangat khawatir jika dia tetap marah padaku.

"Aku.. aku mau minta maaf." Aku menundukkan kepalaku.

Soul of WeaponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang