Kiryu POV
Di dalam perjalan pulang, aku mencoba meluruskan kesalahpahaman yang ada dengan menceritakan semuanya pada Shera, kecuali tentang kekuatan yang Neil dan aku miliki. Akupun masih belum percaya jika teman baikku ini suatu saat akan memiliki kekuatan yang sama dengan yang aku miliki.
Aku telah menolak untuk mencoba membangkitkan kekuatan yang ada dalam dirinya. Aku tidak ingin Shera berada dalam bahaya. Jadi aku memutuskan untuk melindunginya saja secara diam-diam.
"Aku mengerti, lagi pula tak sepatutnya aku marah padamu. Dan juga aku tak pedul pada hubunganmu dengan Neil itu." Shera mengatakannya dengan jelas.
"Aku juga seharusnya senang sebab kamu sudah memiliki teman baru." Shera menambahkan. Akan tetapi di dalam hatinya dia merasa gusar.
Aku ragu untuk menganggapnya adalah temanku. Mengingat apa yang telah dilakukannya padaku. Dia telah membohongiku begitu mudahnya hanya untuk diriku bisa membuat kontrak dengan Roh bodoh itu. Walaupun begitu, Neil merupakan seseorang yang dapat membuatku banyak bicara seperti tak biasanya. Ya walaupun dia menggunakan cara-cara yang terkadang menyebalkan bagiku. Atau mungkin di luar negeri tempat Neil tinggal sebelum memang seperti dalam memperlakukan teman?
Aku berpisah dengan Shera di sebuah pertigaan. Kami berdua saling membalas salam perpisahan dengan mengangkat tangan setinggi dada. Aku melihat kulit wajahnya sedikit berwarna orange karena bermandikan cahaya matahari senja. Rambutnya bergerak terbawa angin yang berhembus. Dia segera memalingkan badannya. Tengkuk lehernya yang putih itu tetap terlihat indah sama seperti biasa.
Aku melanjutkan perjalanku. Akan tetapi, perjalanku terhenti. "Ryu, bolehkah aku mengunjungi rumahmu?" Shera bertanya. Wajahnya memerah bukan karena cahaya matahari senja.
"...?" Aku terdiam. Mungkin aku salah mendengar perkataan Shera.
"Boleh tidak?" Shera kembali mengeluarkan suaranya. "Sekali-sekali aku ingin belajar bersama dirumahmu."
Ternyata aku memang tidak salah dengar. Aku tidak tahu mengapa Shera ingin mengunjungi rumahku. Jika dia memang benar-benar mengunjungi rumahku itu berarti ini untuk pertama kalinya dia datang.
"Baiklah, karena kamu diam, aku anggap kamu setuju." Sebelum aku menjawab pertanyaannya, dia justru membuat jawabannya sendiri. Aku hanya membuaang nafas berat. Jika sudah seperti itu berarti aku tidak dapat mencegahnya. Begitulah sifatnya.
"Sabtu." Shera memberitahukan kapan dia akan datang. Dia langsung berlari dari hadapanku. Akupun melanjutkan perjalanan pulang.
Seperti biasanya, saat jam istirahat tiba Shera selalu memintaku untuk menemaninya ke kantin. Namun kali ini berbeda, pada kali ini ada seseorang yang juga ikut bergabung dengan kami berdua. Neil. Entah darimana Neil tiba-tiba mengejutkan kami berdua.
Shera terlihat sangat akrab dengan Neil. Walaupun begitu aku menyimpan rasa curiga terhadap Neil. Mungkin saja dia hanya berpura-pura agar bisa membangkitkan Roh yang ada dalam diri Shera. Aku hanya mendengarkan percakapan mereka yang tidak dapat kupahami.
Aku terus membaca novelku. Tak lupa juga memakan onigiri isi kacang merah yang telah ku beli sebelumnya. Kali ini aku bisa mendengar percakapan mereka berdua.
"WHoaa, kamu berteman dengannya sudah selama itu?" Neil bertanya pada Shera.
"Ya, walaupun terkadang aku hampir menyerah menjadi temannya karena sikapnya itu. Tapi mau bagaimana lagi, satu-satunya orang yang dikenalnya hanyalah aku. Dia tidak mendapat teman sama sekali sewaktu di kelas 1" Shera menjelaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul of Weapon
FantasyAku mengayunkan cepat pedangku. Ketika aku mengayunkan pedangku api merah pada pedangku ini menyembur keluar menuju target yang ada di depanku. Api merah itu sangat besar, bahkan lebih besar dari api yang diciptakan oleh Rei. Api merahku kini menyel...