Chapter 1 | Him, From The Nowhere

22 15 7
                                    

Menunggu, hidupnya terlalu lama untuk dibuat menunggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menunggu, hidupnya terlalu lama untuk dibuat menunggu. Tak luput dari suara lagu yang mengalir di headphone-nya, Senorita, seraya membayangkan lagi dan lagi, kapan dan siapa yang akan memanggilnya seperti itu. Lupakan, jangan membuat dirimu lelah menunggu, kemudian ia buka penutup telinganya melanjutkan kegiatannya menyebrang jalan.

Jalanan Kota New York yang selalu ramai dan berisik, dan dari sekian jutaan orang yang lalu lalang ia masih tegar berdiri, berjalan sendiri.

"Jane Brown!!!"

Langkahnya terhenti, ditengoknya ke belakang, Brenda berlari ke arahnya dengan memeluk sebuah bungkusan besar berisi roti-roti baguette panjang yang hangat baru keluar dari ovennya.

"Kau masih bekerja? Oh, jangan lupakan undangan libur musim panas dariku."

Musim panas di bulan Juli sudah dimulai semenjak sepekan lalu. Tuntutan pekerjaan hampir saja membuatnya lupa akan ajakan Brenda.

"Aku akan datang, tapi akhir-akhir ini percetakan sedang membludak karena konflik kemarin."

Brenda melotot. "Ugh! Kau juga merekrut berita itu? Tak kan kubiarkan mereka menurunkanmu ke lokasi ledakan pabrik itu!" Brenda memekik marah.

"Heh? Tugasku hanya merekap dan mencetaknya. Jangan khawatir." Seutas senyum tergambar di wajah Jane.

Kudengar, dengar-dengar, kata orang, tidak. Meski Jane harus tanggap terhadap informasi terbaru yang terjadi di dunia ini, ia tak akan sembarangan menelannya. Dan bohong jika ia tak memiliki asumsi-asumsi yang luas terhadap berita yang sedang digarapnya. Ingin rasanya ia melihat langsung lokasi yang dibicarakan.

Semakin dipikirkan membuat dirinya semakin stres. Sayangnya ia tak ada jadwal lembur hari ini. Baru kali ini ia sedikit menyesal tak ikut ambil lembur. Alangkah baiknya, atau dalam hal nekat, malam-malam sekali ia putuskan untuk pergi mendatangi lokasi kejadian.

Sedikit tidak beruntung ia harus jalan kaki menuju ke sana, karena mobil satu-satunya sedang dibawa sang ayah pergi ke luar keramaian New York.

Setidaknya ia kesal, menyesal, ia lupa membawa maskernya. Bau gas kimia dari ledakan pabrik korek api gas masih tercium pekat. Segera ia menyalakan senter untuk menerangi pemandangan di hadapannya.

Dengan hati-hati ia memasuki TKP. Menerobos garis batas polisi. Tak lupa mendokumentasi dan mencatat situasi di sana. Fokusnya pecah seketika, terdengar suara sayup-sayup dari arah reruntuhan bangunan.

"Siapa?" panggilnya.

"Halo? Halooo?" Pelan-pelan saja, Jane.

Reruntuhan beton tersebut bergerak ke sembarang arah. Jantung Jane hampir merosot ketika sebuah tangan muncul di balik reruntuhan, berusaha untuk keluar dari sana.

Jane bingung, namun di waktu yang sama ia panik dan takut. Pikirnya masih ada pekerja pabrik yang tertinggal atau belum sempat dievakuasi.

Ia nekat berlari mendekat ke reruntuhan bangunan. "Cepat! Cepat!" Dengan sekuat tenaga ia bantu tarik tangan orang itu.

The FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang