10: Amarah Bayangan

26 6 0
                                    







Bayangan itu bergerak makin cepat, berubah menjadi arus hitam yang melingkar di sekitar mereka. Suasana di gudang makin mencekam, dan hawa dingin menusuk mulai terasa sampai ke tulang. Renjun mencengkeram tangan Haechan lebih erat, sementara Haechan bersiap dengan kuda-kuda yang tegap, matanya nggak lepas dari bayangan yang terus mendekat.

"Lo siap, Jun?" Haechan bertanya, suaranya tenang tapi jelas penuh kewaspadaan.

Renjun menelan ludah. Dia nggak tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya, tapi dengan Haechan di sampingnya, dia tidak merasa terlalu takut. "Gue... gue siap. Tapi, gimana caranya?"

Yeji, yang masih berada di dekat pintu, mulai melakukan mantra. "Fokus pada energi kalian. Renjun, lo harus ngedengerin insting lo. Kekuatannya udah ada dalam diri lo, lo cuma perlu percaya."

"Percaya?" Renjun merasa bingung, tapi nggak punya waktu buat ragu-ragu. Bayangan itu mendadak berhenti, tepat di depan mereka, sebelum tiba-tiba berubah wujud jadi sesosok humanoid berwajah kabur. Suaranya terdengar serak dan mengerikan.


"Manusia... kalian berani menantang kami? Kalian akan menyesal..."


Haechan cuma ketawa kecil. "Sombong banget lo, padahal lo cuman bayangan. Ngomong doang gede."

Sosok bayangan itu terdiam sejenak, sebelum meledak dalam tawa yang keras, suaranya bergaung di seluruh ruangan. "Kami lebih dari sekadar bayangan. Kami adalah kegelapan yang tidak bisa kalian hancurkan."

Seketika, bayangan itu menyerang, mengarah langsung ke Renjun dan Haechan dengan kecepatan yang tidak terduga. Haechan bergerak cepat, mendorong Renjun ke samping untuk menghindar. "Jaga posisi lo, Jun!"

Renjun terjatuh ke lantai, tapi segera bangkit lagi. Dadanya berdegup kencang, sementara bayangan itu terus menyerang. Haechan bertahan dengan baik, menangkis setiap serangan dengan refleks yang luar biasa, tapi jelas mereka butuh lebih dari itu.

Renjun teringat kata-kata Yeji. Percaya pada diri sendiri. Dia mencoba menarik napas dalam-dalam, mengingat momen sebelumnya ketika dia bisa ngelawan bayangan dengan kekuatannya sendiri.

Di tengah keributan itu, Renjun mulai merasakan sesuatu di dalam dirinya—sebuah energi yang mengalir, seperti arus listrik di tubuhnya. Dia menatap ke arah bayangan itu, fokus pada gerakannya. Dan entah bagaimana, dia tahu harus melakukan apa.

Tanpa pikir panjang, Renjun mengangkat tangannya, dan sebuah cahaya lembut keluar dari telapak tangannya. Cahaya itu bergerak cepat, mengarah ke bayangan yang tengah menyerang Haechan, menghentikan gerakannya untuk sesaat.

"Renjun! Lo bisa!" Haechan berteriak, terdengar penuh semangat.

Bayangan itu terhenti sejenak, seolah-olah terkejut oleh serangan tak terduga dari Renjun. Tapi kemudian, ia melolong marah, tubuhnya bergetar hebat sebelum kembali menyerang dengan lebih ganas. Haechan kembali ke posisi bertarung, tapi kali ini Renjun berdiri di sampingnya.

"Lo beneran ngeluarin kekuatan lo, Jun," kata Haechan, kagum.

Renjun masih kaget sama apa yang baru aja dia lakuin, tapi nggak ada waktu buat merenung. "Gue nggak tau gimana, tapi... rasanya kayak gue tahu apa yang harus gue lakuin."

Haechan tersenyum kecil. "Lo punya insting yang bagus."

Bayangan itu kembali menyerang, tapi kali ini Renjun lebih siap. Dia dan Haechan bergerak bersama, saling melindungi punggung masing-masing. Setiap kali bayangan itu mendekat, Renjun berhasil memancarkan cahaya dari tangannya, memaksa bayangan itu mundur sejenak. Sementara itu, Haechan dengan cekatan menangkis serangan-serangan yang lebih fisik.

Suasana makin intens, tapi mereka mulai menemukan ritme di tengah kekacauan itu. Bayangan itu kelihatan makin marah, setiap serangan makin brutal, tapi kekuatan mereka berdua juga semakin solid.

"Ayo, Renjun, lo bisa! Lo lebih kuat dari mereka!" Haechan memberi semangat.

Renjun mengangguk, meskipun napasnya makin berat. Dia bisa ngerasain energi dalam tubuhnya mulai menipis, tapi dia nggak akan nyerah begitu aja. Dengan tekad bulat, dia ngangkat tangannya lagi, kali ini mengeluarkan cahaya yang lebih besar dari sebelumnya.

Cahaya itu menembus tubuh bayangan, membuatnya bergetar hebat sebelum akhirnya meledak dalam percikan hitam yang menyebar ke seluruh ruangan. Suara raungan terakhir dari bayangan itu menggema, sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya.

Renjun terjatuh ke lantai, napasnya tersengal-sengal, tapi senyum puas menghiasi wajahnya. Haechan segera menghampiri dan menepuk pundaknya.

"Lo keren banget, Jun," kata Haechan, sambil membantu Renjun bangkit.

Renjun menatap Haechan dengan senyum kecil. "Gue nggak akan bisa ngelakuin ini tanpa lo."

Haechan tertawa, menepuk-nepuk bahu Renjun dengan lembut. "Kita tim. Lo nggak sendirian."

Dari sudut ruangan, Yeji mendekat sambil membawa beberapa barang yang tampaknya adalah jimat pelindung. "Pertarungan ini baru awal. Tapi lo udah ngebuktiin kalau lo bisa ngelawan mereka, Renjun. Lo dan Haechan—kalian berdua punya potensi besar."

Renjun dan Haechan saling pandang, napas mereka masih berat, tapi ada perasaan lega yang mulai muncul. Meski pertarungan belum selesai, mereka berhasil melalui salah satu ujian terbesar mereka.

"Kalau begitu, ayo kita siapin diri," kata Renjun, matanya bersinar dengan semangat baru. "Karena gue yakin, yang lebih besar lagi akan segera datang."
































To be continued

FIGHT GHOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang