11: Titik terlemah

22 4 0
                                    






Malam masih belum berakhir, tapi suasana di gudang itu udah berubah drastis. Setelah pertarungan sebelumnya, Renjun dan Haechan duduk di lantai, mencoba ngatur napas sambil ngumpulin energi. Yeji berdiri tidak jauh dari mereka, sibuk nyiapin jimat-jimat pelindung yang tadi udah dipake buat nahan serangan si bayangan.

"Ini belum selesai," Yeji tiba-tiba ngomong sambil ngelirik mereka berdua. Tatapannya serius, lebih serius daripada biasanya. "Kita baru aja ngalahin bayangan pertama, tapi ada yang lebih kuat dari ini."

Renjun yang tadinya lagi nyandar di dinding, langsung nengok ke arah Yeji. "Yang lebih kuat? Gue pikir ini udah puncaknya."

Yeji nggeleng. "Nggak, mereka masih mengintai. Dan mereka nunggu kelemahan kita."

Haechan berdiri, ngebantuin Renjun bangkit. "Gimana cara kita nyiapin diri kalo mereka terus-terusan nyerang kayak tadi?"

Yeji ngelangkah maju, menatap tajam ke arah mereka. "Kita harus tau dulu di mana titik terlemah mereka, dan gue rasa lo, Renjun, bisa nemuin itu."

Renjun langsung kebingungan. "Gue? Kok gue?"

Yeji nggak langsung jawab, dia ngedeketin Renjun sambil ngeluarin sebuah benda kecil dari kantongnya—sebuah liontin dengan batu biru di tengahnya. "Ini adalah kunci buat lo. Liontin ini bakal ngebantu lo ngelacak energi mereka. Cuma orang yang punya kekuatan kayak lo yang bisa ngendaliin ini."

Renjun mandang liontin itu dengan ragu. "Gue nggak yakin... Gue bahkan nggak ngerti sepenuhnya kekuatan gue."

Haechan ngerangkul Renjun dari samping, memberikan dorongan. "Tenang aja, Jun. Kita udah sejauh ini, lo pasti bisa."

Renjun menelan ludah, merasa ragu tapi juga nggak pengen ngecewain temen-temennya. "Oke, gue bakal coba."

Yeji ngasih liontin itu ke Renjun, dan begitu dia pegang, dia langsung ngerasain semacam getaran halus di telapak tangannya. Liontin itu mulai bersinar samar, kayak merespons energi di sekitarnya. Renjun terdiam sejenak, merasakan sesuatu yang aneh tapi juga akrab.

"Rasain energinya," Yeji berujar pelan. "Liontin itu akan nuntun lo ke titik terlemah mereka."

Renjun menarik napas dalam, mencoba fokus pada energi yang mengalir dari liontin itu. Perlahan, dia bisa merasakan sesuatu—sebuah kehadiran, jauh di dalam kegelapan gudang itu. Sesuatu yang kuat, tapi rapuh di satu sisi. Dia membuka mata dengan cepat.

"Gue bisa rasain mereka... di bawah," kata Renjun, suaranya terdengar tidak yakin tapi tegas.

Yeji tersenyum tipis. "Bagus. Itu berarti kita harus ke ruang bawah tanah."

Ruang bawah tanah? Haechan langsung waspada. "Gue nggak suka ini. Tempat itu bisa jadi perangkap."

Yeji mengangguk. "Tapi itu satu-satunya cara buat nyelesain ini. Mereka bakal terus nyerang kalau kita nggak ngelawan ke sumbernya."

Renjun menarik napas panjang lagi, mencoba ngebuang semua rasa takutnya. "Kalau begitu, ayo kita turun."

Dengan perasaan nggak nyaman tapi tekad yang kuat, mereka bertiga mulai bergerak menuju pintu kecil di sudut gudang, yang selama ini kelihatan kayak pintu lemari biasa. Tapi begitu Yeji membukanya, aroma lembab dan kegelapan dari bawah segera menyambut mereka.

"Lewat sini," kata Yeji sambil turun duluan ke tangga kayu yang udah kelihatan tua dan rapuh. Haechan menggenggam tangan Renjun dengan erat, ngasih rasa tenang sebelum mereka berdua ngikutin Yeji ke bawah.

Di bawah tanah, suasana makin gelap dan mencekam. Dindingnya basah, dan bau apak bercampur dengan sesuatu yang aneh, kayak bau pembusukan. Renjun merinding, tapi dia tetap jalan di samping Haechan. Liontin di tangan Renjun bersinar lebih terang seiring mereka makin dalam masuk ke bawah tanah.

"Kita udah deket," bisik Renjun. "Gue bisa rasain energi mereka makin kuat."

Tiba-tiba, dari kegelapan muncul suara serak. "Kalian tidak seharusnya ada di sini..."

Renjun dan Haechan berhenti mendadak, jantung mereka berdegup kencang. Dari bayangan di depan mereka muncul sosok lain, kali ini lebih besar dan lebih solid daripada yang sebelumnya. Wujudnya humanoid, tapi ada sesuatu yang jauh lebih menakutkan dari bentuknya. Matanya merah menyala, dan tubuhnya penuh dengan luka-luka yang kelihatan terus membusuk.

"Dia..." Renjun terdiam. "Ini mereka."

Haechan melangkah maju, memposisikan dirinya di depan Renjun, seolah otomatis ngelindungin dia. "Kalau mau ngehajar, hajar gue dulu!"

Sosok itu menggeram, suaranya berat dan penuh kemarahan. "Kalian bodoh datang ke sini. Kalian akan jatuh."

Yeji langsung memulai mantra, tangannya bergerak cepat sambil mengeluarkan jimat dari sakunya. "Kita harus cepat, sebelum mereka makin kuat."

Renjun menatap Haechan, yang udah bersiap buat bertarung. "Lo siap, Jun?" tanya Haechan dengan nada serius.

Renjun mengangguk, meskipun tangannya gemetaran. "Gue nggak punya pilihan lain."

Pertarungan dimulai dengan cepat. Bayangan humanoid itu bergerak lincah meskipun ukurannya besar, langsung menyerang Haechan dengan kekuatan yang bikin ruangan bergetar. Haechan dengan sigap menangkis serangan-serangan itu, tapi jelas mereka butuh lebih dari sekadar kekuatan fisik buat ngelawan makhluk ini.

Renjun, yang merasa ketegangan meningkat, mengangkat liontin di tangannya lagi. Cahaya dari liontin itu berkedip-kedip, seolah-olah menuntunnya. "Di sana!" Renjun berteriak, menunjuk ke satu titik di tubuh bayangan itu—titik di mana cahaya kecil yang samar terlihat di balik lapisan kegelapan.

"Itu titik lemahnya!" Yeji berteriak dari belakang, sambil terus ngucapin mantranya. "Serang di sana!"

Haechan nggak butuh penjelasan lebih lanjut. Dengan kecepatan luar biasa, dia ngelompat ke arah yang ditunjuk Renjun, fokus pada titik lemah bayangan itu. Dengan satu serangan kuat, Haechan berhasil memukul tepat di tempat itu.

Sebuah raungan keras terdengar, dan bayangan itu bergetar hebat sebelum akhirnya meledak menjadi asap hitam yang menyebar ke seluruh ruangan.

Renjun jatuh terduduk, napasnya tersengal. "Kita... kita berhasil?"

Yeji mengangguk pelan, tapi wajahnya masih serius. "Ini baru permulaan, Renjun. Masih ada kekuatan yang lebih besar di balik semua ini."

Haechan menoleh ke arah Renjun, dengan senyum kecil yang penuh kelegaan. "Lo keren banget, Jun. Kita berhasil."

Renjun hanya bisa tersenyum lemah, merasa lega tapi juga tahu bahwa petualangan mereka belum berakhir.

























To be continued

FIGHT GHOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang