1: pertemuan yang aneh

90 9 3
                                    








"Bro, lo yakin ini tempatnya?" Renjun celingak-celinguk, matanya nyaris nggak berkedip ngelihat gedung tua di depan mereka. Cat gedung udah pada mengelupas, dan jendelanya kayak nggak pernah dibersihin berabad-abad. "Gue rasa ini mirip tempat syuting film horor murahan, sumpah!"

Haechan ngeluarin kunci dari kantongnya dan ketawa santai. "Santai, Jun! Gue udah cek semuanya. Lagian, lo mau apartemen di tengah kota yang harganya murah kayak gini? Ini tuh udah best deal! Lagian, apa salahnya sama vibe kuno begini?"

Renjun mendengus. "Vibe kuno? Lo nyadar nggak sih, ini kayak tempat yang siap rubuh kapan aja? Kalau tiba-tiba gentengnya jatuh kena kepala gue, lo yang tanggung jawab!"

Haechan nyengir lebar, buka pintu apartemen itu dengan enteng. "Kalau gentengnya jatuh, gue tanggung jawab benerin. Gue kan selalu ada buat lo," katanya sambil masukin barang-barang mereka ke dalam.

Renjun cuma melotot. "Ya lo jangan cuma 'ada', bantu juga dong, bawain koper gue!"

Haechan langsung ambil koper Renjun tanpa banyak omong. Ya, itulah dia, selalu duluan ngelakuin sesuatu buat bantuin orang lain, terutama Renjun. "Oke, udah, ayo masuk."

Begitu mereka masuk, suasana langsung berubah. Apartemen itu memang murah, tapi aura-nya nggak bohong, creepy abis. Jendela besar di ruang tamu cuma nutup pake tirai kusam yang bikin suasana tambah seram.

Renjun langsung duduk di sofa dengan malas, ngusap-ngusap keningnya yang udah mulai kebanjiran keringat. "Gue beneran nggak yakin deh, Chan. Kenapa kita bisa pilih tempat kayak gini? Ini tuh, kalau ada yang bilang berhantu, gue bakal langsung percaya."

"Ah, lo kebanyakan nonton film horor, sih. Ini tempat murah, jadi pasti ada suasana kayak gini, biasa banget!" Haechan ngeledekin sambil ngangkat bahu. Dia sibuk ngecek-ngecek dapur dan nyiapin air minum buat Renjun. "Nih, minum dulu. Abis ini, kita beres-beres biar cepet kelar."

Renjun terima air itu, masih cemberut tapi lega. "Lo gampang banget ngomongnya, ya. Gue yang kena horornya, lo yang dapet enaknya."



Tiba-tiba, BRAK!


Pintu kamar mandi kebanting keras tanpa sebab, bikin Renjun melonjak kaget dan nyaris ngelempar gelas yang dipegangnya. "CHAN! Apaan tuh?!"

Haechan berbalik santai, mukanya datar tapi matanya sedikit kebingungan. "Hmm? Mungkin angin kali, Jun. Relax aja, jangan parno!"

"Angin?! Lo gila ya, itu pintu kekunci rapat! Mana mungkin angin bisa ngebanting pintu kayak gitu?! Ini tuh, apartemen lo berhantu!" Renjun udah mau histeris, ngelihat ke arah pintu yang masih kebuka lebar.

Haechan ketawa lagi sambil jalan ke arah pintu. Dia ngintip masuk ke kamar mandi sambil nyenterin lampu ponselnya. "Nggak ada apa-apa nih, Jun. Cuma kamar mandi biasa. Udah deh, jangan banyak mikir. Gue yang ngecek, aman kok."

Renjun ngegigit bibir. "Lo itu emang tenang banget, tapi gue yakin ada yang nggak beres di sini. Gue nggak mau tidur di sini kalo begini!"

Haechan, kayak biasa, udah beres-beres buat Renjun duluan. Dia mulai mindahin barang-barang sambil tetep bercanda. "Yaudah, kalo takut, lo tidur bareng gue. Gue nggak keberatan."

Renjun ngedelik. "Lo enak banget ngomong gitu, dasar manusia santai!" Tapi, dalam hati Renjun lega karena Haechan selalu sigap, bahkan pas suasana lagi nggak jelas kayak gini.

Setelah mereka beres-beres, malam makin larut. Haechan langsung terkapar di sofa, nyenyak banget kayak nggak ada beban hidup. Sementara Renjun masih terjaga di kasur lipat, dengerin setiap suara yang ada di sekelilingnya.

"Kenapa sih gue mau aja tinggal di tempat beginian...?" gumam Renjun pelan. "Haechan enak, tidur anteng, gue yang denger suara aneh tiap menit."

Dan tiba-tiba, suara itu datang.

Tok. Tok. Tok

Renjun langsung duduk tegak, napasnya tertahan. Jantungnya dag-dig-dug nggak karuan. Dia ngelirik Haechan yang masih tidur kayak bayi, mendengkur pelan.

Tok. Tok. Tok

Suara itu makin jelas, kayak ada yang ngetuk sesuatu dari arah dapur. Renjun mulai gemetaran. "Nggak, ini nggak mungkin beneran terjadi..."

Tapi sebelum Renjun sempat berpikir lebih jauh, sebuah suara berbisik lirih dari arah dapur. Suaranya nggak jelas, tapi satu hal yang pasti: suara itu manggil nama.

"Haa... chaan..."

Renjun langsung panik. Wajahnya pucat seketika, dan tanpa pikir panjang dia ngebangunin Haechan dengan brutal, menggoyang-goyangin pundaknya. "CHAN! CHAN! BANGUN! Ada yang manggil nama lo dari dapur!"

Haechan ngelirik dengan mata setengah terbuka, masih kebingungan. "Apaan sih, Jun? Tengah malem gini lo ribut mulu..."

"Diam! Lo denger dulu!" Renjun nyaris teriak.

Dan tepat di saat itu, tok... suara ketukan terdengar lagi, kali ini lebih keras dan jelas.

Haechan langsung bangun dengan cepat. Mukanya yang tadinya ngantuk berubah serius. "Oke, itu... itu nggak normal, Jun."

Renjun mencengkeram lengan Haechan erat-erat. "YA IYALAH NGGAK NORMAL! GUE BILANG JUGA APA! KITA HARUS KABUR!"

Haechan menghela napas, ngambil senter dari meja dan mulai jalan ke arah dapur. "Tunggu dulu, kita cek dulu apa yang sebenarnya terjadi."

"Lo gila? Gue nggak mau ikut ke sana!" Renjun mundur selangkah, mukanya pucat pasi.

"Tapi kalau kita nggak cek, gimana kita tahu ada apa?" Haechan tetap berjalan dengan tenang, sementara Renjun berdiri ragu-ragu di belakangnya, menggigil.

Begitu mereka sampai di dapur, Haechan nyenterin ruangan itu dengan hati-hati. Semuanya terlihat normal—nggak ada apa-apa di sana.

Tapi tiba-tiba, suara bisikan itu terdengar lagi. Kali ini lebih jelas.

"Haa... chaan..."

Renjun langsung mencengkeram tangan Haechan lebih kuat. "Chan, gue nggak bisa—gue nggak mau di sini lagi!"

Tapi sebelum mereka sempat bergerak, sebuah bayangan hitam melintas cepat di depan mereka, menghilang ke sudut dapur.

"Lo liat itu, kan?" tanya Haechan, suaranya sekarang serius.

Renjun cuma bisa mengangguk, napasnya tercekat.

Malam pertama mereka di apartemen ini jelas bukan malam biasa. Dan ini baru permulaan.


























To be continued...

FIGHT GHOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang