Bab 2

2.1K 75 0
                                    

"Wih kang mas udah datang."

Sekelompok laki-laki yang duduk di sudut kantin menyambut kedatangan Rama dengan heboh. Mereka semua kompak tertawa saat mendengar sebutan kang mas untuk Rama.

Hal itu membuat Rama merasa kesal, secepat itu kah gosip tentang dirinya menyebar, padahal di kelas nya Rama jamin tidak ada yang bocor.

"Gue jahit juga mulut Lo!" Ancam Rama sambil menjitak kepala teman nya itu.

"Aduh kasar banget toh mas, kalau kepala adek bengkak gimana, tanggung jawab Yo mas."

"Hahahahaha!"

Lepas sudah tawa kencang yang mereka tahan, Rama hanya bisa merengut sambil menatap sinis, dia kemudian ikut duduk dan mengebrak meja tanda dirinya kesal.

Rama itu kalau sedang kesal kelihatan banget berbeda nya, jadi orang-orang paham kalau dia sedang dalam mood yang buruk, itu artinya lebih baik menjaga jarak dari pada nanti senggol bacok. Namanya jiwa anak muda, darah nya masih gampang mendidih, merasa yang dia lakukan itu selalu benar, tidak boleh di tegur atau di perbaiki.

Darah muda, darah nya para remaja kata mang Roma.

"Jijik banget gue anjing, sok-sokan manggil mas, di kira gue Abang nya apa." Ucap Rama lalu merebut ayam penyet punya teman nya, melahap makanan itu dengan cepat, ternyata lapar dan amarah itu satu jalur, jadinya Rama kayak orang gelandangan kelaparan.

"Lah siapa bilang mas buat manggil Abang doang, mas juga bisa jadi panggilan sayang, asek di panggil ayang sama si gembul Caca."

"Hahahaha."

Dasar pemeran figuran, bisanya cuma ketawa doang kalau ada yang lucu.

Rama malah tambah kesal, ayam penyet yang seharusnya bisa habis dalam beberapa suap dia habiskan dalam 5 suapan, padahal yang punya nya saja belum makan.

"Najis, kalau di suruh milih jilat silit, mending milih itu daripada sama tuh gajah." Ucap Rama lalu berdiri dan pergi mencuci tangan.

"Mau kemana lu." Tanya teman dekat Rama, mas Ginda nama nya, anak konglomerat, dia ini gak punya otak, eh maksudnya kurang akhlak, sukanya gangguin orang mulu, giliran di ganggu balik, malah ngamuk.

"Ngudud." Ucap Rama lalu pergi berlalu, meninggalkan rombongan nya yang masih makan, Rama juga tidak lupa meninggalkan uang ganti makan nya tadi.

Ginda mengikuti Rama dari belakang, tak lupa dia membawa satu cup teh es, atau orang zaman sekarang manggil nya teh poci. Siapa yang tidak tergoda saat mendengar kata ngudut, Ginda sih suka-suka saja asal ada temen nya, soalnya kalau ngudut sendiri itu rasanya gak enak, kayak ada yang kurang, apalagi kalau mulut udah asem, pengen ngenyot bibir cew- eh permen maksudnya.

Mereka berdua merokok sambil berdiri santai melihat pemandangan halaman sekolah.

"Kok bisa nyebar?"

Ginda menatap Rama dengan bingung, detik berikutnya dia mengangguk kecil, mengerti akan arah pertanyaan Rama barusan.

"Lu lupa kalau si Ucup sepupunya Cio, ya nyebar lah. Tau sendiri si Cio ember."

Rama menghela nafas panjang, lagi-lagi si Cio tidak bisa menahan mulutnya, walaupun hanya sebentar saja. Kenapa dia bisa berteman dengan si mulut cewek itu sih?

"Tapi lu beneran ngalah gitu aja? Gak kayak biasanya."

Rama menghembus asap rokok, otak nya mendadak sakit memikirkan si gendut yang mendadak mengisi pikiran nya. Perkataan Ginda juga ada benar nya, kenapa dia tidak melawan seperti biasa, atau mungkin memikirkan taknik licik untuk membully si gendut? Kenapa dia hanya hanya pergi begitu saja!

Ngedip Mas!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang