Bab 5

7.2K 327 59
                                    

Caca memandang Lia yang sedang mengobati luka di tangannya, dia hanya bisa terdiam dan memperhatikan gadis itu yang tampak telaten memegang obat-obatan.

Sesekali Caca meringis kesakitan karena rasa perih saat obat mengenai tangan nya yang sudah lecet, berapa kali Caca menangkis bola dari Rama ya? Bahkan dia sudah tidak ingat, namun rasa sakit ini membuktikan bahwa laki-laki itu memukul bola nya dengan sekuat tenaga.

Angin merambat masuk dan menyapu lembut rambut pendek nya, Caca menoleh ke arah jendela UKS, menatap teman sekelas nya yang melanjutkan kegiatan olahraga tanpanya, Lia, dan Abel.

"Kalian balik olahraga aja, aku ndak papa di tinggal."

Abel mengalihkan pandanganya dari luar jendela dan menatap ke arah Caca.

"Gak papa, lagian udah males main nya. Gak seru lagi." Ucap Abel lalu menidurkan dirinya di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Caca.

"Bener! Ngapain juga balik ke sana, panas tau!"

Caca hanya mengangguk dan tersenyum manis, ternyata mereka malah kesenangan menemani nya di sini. Syukurlah, tidak ada yang terpaksa.

"Nanti pergi nongkrong yuk, suntuk juga kalau pulang sekolah langsung ke rumah." Abel berdiri dan berjalan kembali ke arah jendela UKS, seperti nya dia nyaman duduk di jendela daripada rebahan di kasur, atau mungkin takut ketahuan sama penjaga UKS?

"Ikut, gue juga bingung mau ngapain di rumah nanti, mama papa masih di luar kota soalnya." Balas Lia lalu kembali fokus ke arah Caca dan menyelesaikan pengobatan kecil-kecilan itu.

Keheningan terjadi setelah Lia mengucapkan kalimat tersebut, Caca hanya diam dan mendengarkan percakapan dua teman nya itu, dia sama sekali tidak ikut campur atau sekedar bersuara.

1...2...3...

"Ca?"

Eh? Caca langsung kaget saat Lia dan Abel menatap nya dengan serentak. Apakah ada yang salah dengan dirinya?

"I-iya kenapa?" Jawab Caca dengan gugup, siapa yang ndak gugup kalau di tatap begini, kucing aja bisa salting kalau di tatap dua cewek cantik, apalagi modelan kayak Lia dan Abel, tinggi, langsung, putih, cantik, Caca langsung sadar diri.

"Harus ikut, gak ada alasan sih." Ucap Lia lalu berdiri dan meletakkan obat-obatan di tempat semula.

Abel mengangguk setuju mendengar ucapan Lia, gadis itu kemudian berjalan dan duduk di depan Caca, dia kemudian mencubit gemas kedua pipi Caca.

Menggemaskan, Abel ingin menggigit nya, warna merah merona akibat panas membuat pipi Caca terlihat seperti buah peach. Manis, kenyal, dan menggemaskan.

"Tapi minta izin dulu, papa ku Ndak tau kalau nanti tiba-tiba pergi nongkrong." Ucap Caca dengan cepat agar tidak ada kesalahpahaman nantinya.

Abel dan Lia tersenyum senang dan mengangguk, sudah di pastikan mereka akan keluar bersama nantinya, it's girls time!

"Yaudah, entar gue bujuk papa Lo kalau seandainya gak di izinin." Ucap Abel lalu mengusap lembut ubun-ubun kepala Caca.

Caca terkekeh kecil karena merasa geli ketika pipi dan kepala nya di elus lembut, perasaan senang mendadak membuncah di hatinya, selama ini Caca tidak pernah punya teman dekat, wajar kalau dia kaget ternyata senyaman ini mempunyai teman yang terlihat peduli kepadanya.

Klak.

Pintu UKS terbuka lebar, menampilkan Rama berdiri dengan wajah sangar nya, menatap tajam ke arah Caca, mengabaikan orang-orang yang ada di sekitar gadis itu, menatap Caca seolah-olah hanya ada dia sendiri di UKS.  Padahal, di depan laki-laki itu, ada guru penjas yang mengawal kedatangan Rama di UKS.

Ngedip Mas!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang