IX. Halaman Terakhir

185 16 47
                                    

Jullie baru saja mengerahkan segala kemampuannya untuk mematikan asap. Sayangnya api mungkin lebih mudah dikendalikan, dengan napasnya yang terasa serak Jullie kembali datang ke tempat terakhir Jay jatuh.

Gadis itu membeku di tempat. Ia memang anak nakal yang suka menindas, tapi melihat mayat di depannya tentu menjadi hal yang membuatnya terkunjung?

"J-Jay?" Jullie mendekat menyentuh tubuh yang total terkulai lemas. Jullie membungkam mulut, matanya membola, tidak percaya bahwa Jay benar-benar meninggal dunia di tempat.

"JAAAAAYYY!!"

***

Sekolah dan juga pabrik tua yang terletak berdekatan tersebut dipenuhi dengan lautan manusia. Antara ambulan, warga setempat, dan media cetak datang untuk meliput. Menyaksikan bagaimana bisa anak sekolah mati di gudang?

Luna membelah kerumunan, memastikan apa yang terjadi. Ia melihat tubuh pacarnya dinaikan ke sebuah tandu, selimut kemudian ditarik sampai menutupi wajahnya yang terlihat tenang.

"Jay!" Mau dia teriak sekuat apa pun Jay sudah dimasukkan ke dalam mobil jenazah. Ceritanya tamat, Luna kesal karena biasanya dia tidak mempertimbangkan kehilangan itu sebagai sesuatu yang menyakitkan bagi seorang pemeran.

***

Kelas tentu menjadi riuh saat Luna memasukinya, ia ingin membawa kembali perkakas yang dibawa oleh Jay sebelumnya. Bisik-bisik tentang Jay yang mendadak mati di gudang tua menjadi gosip abadi yang akan diceritakan dari masa ke masa, ditambah bumbu mistis tentu saja.

Kue putih bertoping coklat dan ceri masih tak tersentuh di dalam kotak roti, disembunyikan dengan baik oleh Jay di belakang bangkunya. Orang-orang bertanya-tanya seberapa hancurnya Luna saat ini, padahal sudah jelas bahwa wajahnya bengkak dan berwarna merah muda terang.

"Aku nggak mau ditanya-tanya!" cetus Luna, mengambil tas Jay. Di sana aroma parfum Prada Jay tertinggal, ia ingin memeluk sesuatu yang tersisa. Luna merasakan sesuatu dalam tas, tentu kotak cantik berisi jepit kupu-kupu.

Luna mengamati jepit indah itu dengan nanar, tersenyum lalu mengelus permukaan yang terlihat detail. Hanya satu di dunia karena hanya dia yang tahu modelnya, hanya Jay yang punya di dunia.

"Semoga kita bisa bertemu lagi, Jay!"

***

"Luna, jam tidur siang sudah tidak ada bagi bayi dua puluh tiga tahun!" Luna terperanjat, apa? Tiba-tiba saja dua puluh tiga tahun?

Tempat ini sangat familiar, hirukpikuk aroma piutang. Tempat kerjanya, tempat di mana dia harus mual dan muntah saking sulitnya mengabulkan ekspetasi bos yang keras kepala.
Apakah ini semua karena semua ini hanya mimpi?

Mimpi indah dan menyedihkan, Luna bingung harus tersenyum karena menikmati masa remaja yang diulang atau harus menangisi Jay yang tiba-tiba mati sesuai dengan alur yang ditorehkan.

"Cepat ya, ada meeting lima belas menit lagi. Jangan males!"

Luna mengucek matanya, merapikan rambut yang terasa berantakan setelah tidur siang. Namun, ia menemukan sesuatu. Jepit kupu-kupu dari Jay di sana, berkilauan dan tidak ada di mana-mana selain di kepalanya.

Luna mengamati benda itu lamat, ia benar-benar sedang bermimpi. Keajaiban yang dia saksikan benar-benar terjadi, Luna tersenyum lalu sedih. Apa gunanya? Endingnya menyebalkan dan sekarang dia harus menjalani rutinitas yang tidak asik ini.

Gadis bermata kucing tersebut meregangkan badan lalu mulai bekerja seperti biasanya.

***

Selepas pulang bekerja, beruntung sekali hari ini tidak tersakiti oleh macet jalanan Ibukota. Luna yang lelah masih punya waktu untuk bermonolog dan membuang-buang waktunya sebelum senja menghilang. Setangkai tulip diletakkan di atas makam yang masih terawat meski pun kematiannya sudah sepuluh tahun lalu.

Christian Jayandra masih memiliki bunga basah di atas makamnya, benar juga ini tanggal kematian Jayandra. Ayah dan teman-temannya pasti sedang mengulang waktu berkabung. Bahkan tanggal kematian orang baik seperti Jay masih diingat, padahal ini tanggal ulang tahunnya juga tapi tidak ada siapa-siapa yang datang.

"Makasih, ya, Jay? Kado ulang tahun dari kamu bagus, aku suka." Tentu Luna hanya berdialog pada nisan yang tak berlisan.

"Kamu pasti bingung, ya? Siapa gadis aneh yang selalu kirimin kamu bunga dan doa? Padahal kita nggak pernah kenal. Pertemuan kita bahkan di hari kematianmu, Om Jay? Hahaha karena seharusnya umur kita terpaut, Jay. Kayaknya aku harus ke dokter, bergabung bersama Mama kita di sana."

Setelah cahaya semakin surut dan Luna masih cukup waras untuk tetap bertahan, gadis itu melangkah ke tempat kesendiriannya. Rumah yang dulu terasa hangat dan nyaman, dulu.

***

Apa yang terjadi jika hari ini Luna tidak ingin bangun dari tidurnya? Apakah tiba-tiba dia dipecat? Jadi gelandangan sepertinya bukan hal yang terlalu berat juga.

"Bangun, Isteriku." Apa? Isteriku? Apakah kemarin dia sudah sempat mengiyakan perjodohan yang direncanakan ayahnya?

Luna bergegas bangun lalu tertegun melihat pemandangan di depannya. Sosok berkemeja rapi, bau orang kaya, rambutnya terasa segar karena disisir ke belakang.

"Kamu masih demam?" tanyanya.

"Jay?"

Yang di depannya tersenyum merasa bahwa Luna sedang demam tinggi, saat meletakkan punggung tangannya Jay sudah lega karena isterinya bersuhu tubuh normal.

Luna mengolah informasi dan pengetahuan di kepalanya. Ini buku yang mana?

Christian Jayandra. Saudara tertua dari keturunan pemimpin sebuah perusahaan besar yang sedang memperjuangkan kursi di meja direksi.
Sebab mengapa Christian Jayandra harus membuat cara gila seperti menikahi Luna Amanda dan memiliki keturunan yang akan mengamankan posisinya. Ia sendiri harus segera lengser karena penyakit jantung yang diderita.

Luna mengetuk kepalanya, kenapa dia tak sekali pun luput memberikan penyakit di setiap karakter Jay??

***

Aku lagi sedih, tolong hibur!&

After SundieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang