"Umurku sekarang hampir dua puluh tiga dan aku tidak menyangka aku punya momen seperti ini dalam hidup." Ray tersenyum, meski pun dia kembali dimasukkan ke dalam sel yang dingin. Persidangan menjadi sangat sengit layaknya liga panas. Luna membelanya dengan sangat masuk akal, selalu menangkis tudingan dari pihak pelapor. Ray sangat menikmati kasus ini ngomong-ngomong, meski pun pada akhirnya dia akan dipenjara. Dia tahu bahwa dia akan kembali ke dunia yang nyata, kembali sebagai Ray yang merindukan Jay. Oleh sebab itu dia ingin menikmati hidup bersama Jay.
"Tidur yang nyenyak malam ini, besok kita usaha lagi." Luna memberikan dua selimut yang begitu tebal, satu bisa digunakan sebagai alas tidur dan satunya bisa menghangatkan tubuh Ray. Setidaknya itu yang bisa dia lakukan sebagai bentuk tanggung jawab karena telah membawa Ray ke tempat seperti ini.
"Yah, memang dunia ini seru sekaligus menyebalkan."
"Sebenarnya bagian serunya hanya Jay," ucap Ray sambil menerima dua selimut dari Luna. "Thank you!"
"Sama-sama, selamat tidur, Pak Ray."
***
Luna baru saja memasuki rumahnya dan dia harus memekik kaget karena seseorang menarik dan menghimpitnya ke tembok. Jika ini masuk ke dalam skenarionya tentu dia tidak akan terlalu kaget, Jay yang ia tulis sebagai laki-laki lembut dan penyabar tiba-tiba menghimpit dan melahap mulutnya dengan begitu brutal? Dengan napas yang memburu? Perkembangan karakter yang seperti ini benar-benar membuat Luna ketakutan.
"Jay!" Luna mendorong tubuh Jay darinya, tubuh Jay baginya sangat panas ia merasa tidak nyaman dengan Jay yang seperti ini.
"Kenapa nggak mau?"
"Ya apa maksudnya? Aku baru pulang kerja dan kamu minta ngelakuin itu di sini? Di ruang tamu? Posisi pintu masih kebuka?" Luna merinding, dia tidak pernah menulis hal sensual meski pun sudah masuk usia dewasa. Ia tidak pernah memasukkan unsur seksual sedikit pun dan dia tidak percaya perkembangan karakter Jay akan membuat perawan sepertinya merinding.
Jay menutup pintunya, mengunci pintu tanpa menghiraukan Pak RT yang sepertinya datang untuk bertamu.
"Uang keamanan saya transfer!"
"Oalah, baik, Pak Jay!"
Tangan Luna ditarik lalu dibawa masuk ke dalam kamar yang lantas terkunci hanya dalam sepersekian detik. Tubuh mungilnya dibanting ke kasur dan ditindih lalu bibirnya dilahap, Luna berusaha mendorong Jay dari atas tubuhnya. Namun, dia tidak menulis Jay seperti biasanya. Riwayat penyakit Jay versi hari ini hanyalah flue ringan, ia tidak sanggup.
Jay berhenti karena melihat isterinya menangis. Ia seperti sedang melecehkan gadis rumahan rasanya, ia berhenti lalu membuang napasnya kasar. Apakah benar pikirannya selama seminggu ini? Luna tidak pernah memiliki rasa untuknya, ini tidak menarik jika Luna hanya menikahinya karena setara.
Jay duduk di bibir kasur memunggungi Luna.
"Jay?"
"Kurang cinta apa aku sama kamu, Lun? Aku laki-laki dewasa dan aku selama ini menghargai cara pandangmu tentang cinta. Sex its not love! I know but, sometimes sex its prove!"
"Maksudku, aku bingung kenapa kamu jadi Jay yang tidak pernah aku kenal. Jay yang tidak pernah aku tulis--- maksudnya Jay yang berbeda dari biasanya."
"Pekerjaan kamu cuma bantu kasus Ray, bukan merawat dia. Aku gila, aku bahkan berpikir kalian selingkuh." Jay marah, tapi kemarahannya tiba-tiba berangsur luntur kala sepasang tangan memeluknya dari belakang.
"Aku minta maaf atas perhatianku ke Ray, dia orang kaya dan pasti berat untuk tidur di lapas jadi aku bantu dia sedikit. Kenapa aku harus selingkuh kalau suamiku Jayandra? Itu aneh."
"Kenapa aneh? Dia kaya, lebih tampan dari pada aku juga."
"Hahaha terus kenapa bisa bilang pembuktian harus pakai sex, Sayang?" Sebuah kecupan kilat membuat Jay bersemu.
"Karena sekarang aku nggak percaya sama kamu."
"Ayo! Tapi pelan-pelan, aku mau Jay yang biasanya. Jay yang aku cintai," ucap Luna, wajahnya merah karena dia malu. Keduanya sama-sama malu.
Keduanya berhadapan lalu saling bertukar rasa manis dari bibir masing-masing. Jay geram, ia mau semua orang tahu bahwa pengacara Luna Amanda hanya milik Jaksa Jayandra. Ia membuat tanda di seluruh permukaan leher Luna.
Bunyi gemerisik hujan merendam suara resah yang setiap detiknya tidak bisa dipaksa diam.
"Jay? Jemuran kita!" Jay menahan Luna yang hampir meninggalkan adegan panas ini, siapa yang peduli dengan jemuran? Besok bisa kering sendiri.
Lama kelamaan seluruh pakaian ditanggalkan. Dengan lembut Jay memimpin permainan, Luna belum pernah melakukannya, mendiang Jay yang sebenarnya pun tidak pernah bercumbu sepanas ini.
"Okay?" Luna mengangguk saat suara dalam dari Jay meminta persetujuan. Air mata Luna keluar bersamaan dengan sesuatu yang masuk, Jay mendongak. Sepertinya dia menikmati ini.
"Jay?" Suara Luna bergetar, Jay bergerak dengan begitu santai dan Luna merasakan sesuatu yang membuatnya merasa aneh. Ini aneh dan nikmat.
Jay memperlakukannya dengan baik, dua benda di dadanya dimainkan dengan sangat baik. Suara-suara yang muncul dari Luna seperti sebuah hadiah dari apa yang dia kerjakan di atas sini.
"Sayang!!" Jay juga merasa Luna ribuan kali lebih cantik di saat ini, matanya sayu dengan bibir yang bengkak dan terbuka, nampak setengah sadar karena bingung membedakan dunia nyata dan surga yang diberikan Jay.
"Jay udah!" Sesuatu keluar dari keduanya, menemui putih yang membuat Jay ambruk di atas Luna.
"Jangan dilepas! Ayo lagi!" Luna merengek, padahal Jay sudah lelah dan ingin tidur.
"Besok aja lagi, sekarang tidur."
"Kamu udah nggak cinta aku lagi!"
"Astaga!" Jay bangkit lalu melanjutkan babak selanjutnya.
****
Plaaak!!
Plaaak!!
Plaaak!!
Suara Ray berkelahi dengan nyamuk.
Dia kedinginan meski sudah membungkus tubuhnya dengan dua selimut, lapas ini begitu dingin dan penghuninya kebanyakan adalah nyamuk. Ditambah di luar sedang hujan deras.
"Lain kali tolong nulis yang normal-normal aja, Lun! Enak banget dia kelon bareng Jay aku disuruh tidur bareng nyamuk!"
***
🥰 Halo, aku malu sih. Tapi ehm hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
After Sundie
Fiksi Remaja"Seandainya netra itu terbuka, pasti akan menjadi sorot elang yang siap melumpuhkan mangsa. Sebatas andai karena sepasang yang indah itu tertutup sempurna. Akan indah jika warna bibir itu ranum lalu tersenyum, sangat buruk karena nyatanya dia membir...