51. Bidadari Di Tepi Lapangan

894 73 10
                                    

📍بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ📍

"Segala sesuatu yang membuatmu bahagia rahasiakanlah, karena jika diketahui orang lain, mereka akan merampasnya."

Aisyah Nur Aqilla
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

" Happy reading "
________________

"Mas, malam ini kita nginep disini aja ya" pinta Aisyah pada Dokter Chandra, saat ini mereka sedang duduk lesehan menikmati nasi tumpeng lengkap dengan ayam panggang nya.

"Boleh, kebetulan besok mas libur jadi bisa santai di pesantren" jawab Chandra yang sudah merasa nyaman dengan keluarga pesantren.

"Terimakasih banyak ya, mas" Chandra mengangguk sambil tersenyum lalu menyerahkan potongan ayam panggang pada Aisyah. Dengan malu-malu Aisyah menerimanya, hatinya berbunga-bunga seperti ada kupu-kupu yang berterbangan.

Begitupun dengan Alifa dan Gus Akram ikut makan bersama para penghuni pesantren di ruang serbaguna, tidak ada kenikmatan selain ngumpul bersama dan menikmati hidangan yang sudah di beri Do'a dalam acara prosesi ngupati.

"Gus, Boleh dibungkus enggak? nasi tumpengnya sama ayam panggangnya?" tanya salah satu mahasiswa

Alifa yang sedang menunduk menikmati makanannya sontak mendongakkan kepalanya menatap kearah sumber suara.

"Boleh" bukan Gus Akram yang menjawab melainkan Alifa

"Buat apa di bungkus? tinggal makan disini rame-rame" timpal Gus Akram sambil memisahkan ayam panggang dari tulang-tulang nya, supaya istrinya mudah untuk memakannya.

"Buat nenek Gus. Kebetulan nenek saya suka banget menu seperti ini, setiap kali melihat tumpeng sama perlengkapan nya, saya selalu ingat nenek, Gus"

"Bungkus aja yang banyak, buat nenek sekalian buat ibu sama Keluarga dirumah" timpal Alifa yang begitu peduli.

"Maaf Ning. Segini aja cukup, cuman nenek yang saya punya, kedua orang tua saya dan adik saya sudah lama meninggal dalam kecelakaan pesawat"

"Innalilahi wa innailaihi roji'un maaf, kami tidak tau dan maaf jadi mengingatkan kakak sama kejadian itu" ucap Alifa merasa kasihan.

"Santai aja Ning. Sudah terbiasa mengingat hal itu, bahkan setiap pagi sebelum ke kampus saya selalu menyempatkan diri berkunjung ke makam mereka"

"Masyaallah, pasti beliau sangat bahagia disana selalu mendapatkan kiriman Do'a dari anak Sholeh"

"Aamiin, semoga saja Ning. Hanya itu yang bisa saya lakukan untuk mengenang mereka" ucap pria tersebut sambil membungkus nasi tumpeng lengkap dengan orek tempe dan ayam panggang

"Belum niat untuk berumah tangga?" Tanya Gus Akram

"Niat ada Gus, tapi belum nemu yang cocok, yang bisa menerima saya apa adanya dan tentunya menerima nenek saya juga, karena saya hanya tinggal berdua sama nenek"

"Mau saya cariin di pesantren siapa tahu ada yang cocok" tawar Gus Akram mendadak Iba pada muridnya yang berpenghuni di kelas Hijrah.

"Boleh gus. Enggak muluk-muluk yang penting mau tinggal bersama kami, dan sama-sama merawat nenek" ucapnya

"Ok, siapkan CV untuk diperlihatkan kepada salah satu santri alumni yang berminat ataupun Ustadzah, kamu tidak keberatan kan kalau misal punya istri seorang ustadzah"

"Segera akan akan saya kirim CV pada Gus, insyaallah saya tidak keberatan sama sekali, justru saya sangat senang kalau bisa memiliki istri seorang ustadzah, selain bisa membimbing saya juga bisa membimbing anak-anak kami nantinya, karena madrasah pertama bagi anak ya seorang ibu"

Ana Uhibbuka Fillah 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang