My Senior Is My Love 7

126 16 2
                                    

Hari-hari setelah insiden dengan geng balap motor itu berlalu dengan relatif tenang. Aku dan Lookkaew semakin sering bertemu dan berbicara, meski masih ada batasan yang tak bisa kuabaikan. Kami mulai berbagi lebih banyak waktu bersama, dari kegiatan kampus hingga sekadar ngobrol di kafe kecil di dekat kampus. Namun, meski tampaknya semuanya baik-baik saja, ada sesuatu yang perlahan membuatku gelisah.

Noon, sahabatku yang biasanya penuh semangat, baru saja kembali dari liburannya dan bergabung dengan kami di kafe setelah kuliah. Dia tampak ceria, tetapi suasana hatinya tampaknya sedikit berbeda saat dia melihat kami berdua.

"Aku baru saja melihat kamu dan Lookkaew di kantin," kata Noon sambil duduk di meja. "Kalian tampaknya akrab sekali sekarang."

Aku tersenyum, berusaha tampak santai. "Ya, kami memang lebih sering menghabiskan waktu bersama."

Noon menyipitkan mata, tampak memikirkan sesuatu. "Kalian berdua terlihat seperti pasangan yang sudah lama bersama."

Aku merasa pipiku memanas, tapi mencoba menahan diri. "Noon, jangan bercanda. Kami hanya teman."

"Apa benar?" tanya Noon, nada suaranya sedikit skeptis. "Karena aku melihat Lookkaew dengan seseorang di luar kampus kemarin."

Hatiku terhenti sejenak. "Apa maksudmu? Dengan siapa?"

Noon mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Tapi mereka tampak cukup akrab."

Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Aku tahu, rasanya aneh, tapi aku tak bisa menghindari perasaan cemburu yang tiba-tiba muncul. Meskipun aku mencoba untuk tidak terlalu peduli, ada sesuatu dalam diriku yang merasa terluka.

---

Setelah pertemuan di kafe, aku memutuskan untuk pergi ke tempat di mana Noon mengatakan Lookkaew terlihat bersama seseorang. Aku hanya ingin memastikan apakah apa yang Noon katakan benar atau hanya imajinasi kami. Tempat itu adalah sebuah kafe kecil di dekat kampus, tempat yang sering dikunjungi banyak mahasiswa.

Saat aku tiba di kafe itu, aku mencari-cari Lookkaew dan menemukan dia duduk di meja dekat jendela. Di sampingnya duduk seorang pria dengan wajah yang tampak familiar. Mereka tampak sedang asyik berbicara dan tertawa bersama. Aku merasa cemburu yang luar biasa, sesuatu yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya.

Aku berdiri di dekat pintu kafe, ragu-ragu untuk masuk. Di satu sisi, aku tahu bahwa aku tidak punya hak untuk merasa cemburu, karena hubungan kami hanyalah sebatas teman. Di sisi lain, perasaan ini membuatku merasa tak nyaman.

Lookkaew kemudian melihat ke arahku dan tampak terkejut. Dia berdiri dan melambai padaku, senyumnya sedikit kikuk. Aku melangkah maju dan menghampiri meja mereka.

"Anda, ada apa?" tanya Lookkaew, tampak sedikit khawatir.

"Aku hanya kebetulan lewat," jawabku, mencoba tidak menunjukkan perasaan sebenarnya.

 "Siapa ini?"

Pria di samping Lookkaew tersenyum ramah. "Aku Bara, teman lama Lookkaew. Kami baru saja berbincang tentang proyek bersama."

"Oh, jadi kalian bekerja sama?" tanyaku, berusaha terdengar tertarik.

Lookkaew mengangguk. "Ya, Bara adalah teman lama. Kami bekerja di beberapa proyek kemanusiaan bersama."

Aku merasa sedikit lega mendengar penjelasan itu, meski rasa cemburu masih ada. "Baguslah. Aku hanya... ingin memastikan."

Bara tersenyum lebar. "Senang bisa bertemu denganmu, Anda. Lookkaew sering bercerita tentang betapa hebatnya kamu."

Aku tersenyum tipis, merasa sedikit canggung. "Terima kasih, Bara."

Lookkaew kemudian melirikku. "Anda, mari duduk. Kami baru saja memesan kopi."

My Senior Is My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang