Rapat persiapan acara amal semakin intensif. Semangat baru mengisi setiap hari di kampusku, dan semakin jelas bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kegiatan amal. Perubahanku jelas terlihat, terutama di depan Lookkaew. Dia menjadi dorongan dan inspirasi, dan perasaanku terhadapnya semakin dalam, meskipun aku masih belum bisa sepenuhnya memahaminya.
Hari itu, saat aku sedang berkumpul dengan teman-temanku di kantin, aku merasakan sebuah ketegangan yang tidak biasa. Tiba-tiba, Pin menggoda sambil melambai-lambaikan sebuah kotak kecil berwarna merah. "Tada! Lihat apa yang aku bawa!".
"Apaan, Pin?" tanyaku penasaran, mencoba melupakan ketegangan yang kurasakan.Pin membuka kotak itu, mengeluarkan sebuah pelaster merah hati yang besar. "Ini pelaster cinta! Katanya, kalau kamu nempel ini di hatimu, kamu bakal dapat keberanian buat ngomongin perasaanmu!"
Nonn tertawa lepas, tampak sangat bersemangat. "Wah, cocok banget nih buat kamu! Kayaknya kamu udah 'terluka' di bagian hati dari cinta sama Lookkkaew!".
Aku memandang pelaster itu dengan ragu. Memang, aku merasa ada sesuatu yang mendalam dan kuat terhadap Lookkaew, tapi berbicara tentang perasaan langsung membuatku canggung.
"Ayo lah, jangan bikin aku malu," kataku sambil memandang pelaster dengan skeptis.
"Kenapa nggak coba aja? Mana tahu ini bisa bantu kamu lebih berani," kata Nonn, sambil menggoda.
Sebelum aku sempat memberikan tanggapan lebih lanjut, pelaster merah hati sudah menempel di dadaku, persis di atas tempat di mana aku merasakan ketegangan emosional setiap kali memikirkan Lookkaew. Teman-temanku tertawa gembira, dan aku hanya bisa tersenyum canggung, merasa agak aneh dengan tindakan mereka.
Sore harinya, aku kembali ke ruang pertemuan untuk rapat dengan Lookkaew dan anggota organisasi lainnya. Aku merasakan tatapan seolah-olah pelaster merah hati yang menempel di dada menyala, membuatku semakin gugup. Setiap kali Lookkaew melirikku dengan senyum hangatnya, aku merasa wajahku memanas.
Rapat dimulai, dan aku mencoba fokus pada diskusi. Namun, setiap kali aku mencuri pandang ke arah Lookkaew, rasa gugup dan canggung semakin terasa. Akhirnya, saat rapat berakhir dan semua orang mulai berkemas, aku harus menghadapi Lookkaew.
"Anda, kamu tampaknya sedang tidak nyaman," kata Lookkaew sambil mendekat. "Ada yang bisa aku bantu?"
Aku memaksakan senyum, merasa malu. "Nggak, kok. Aku cuma... agak gugup."
Lookkaew menatapku dengan penuh perhatian. "Gugup? Kenapa?"Tiba-tiba, tanpa sengaja aku meraba pelaster merah hati yang masih menempel di dada. Lookkaew melihat gerakanku dan matanya menunjukkan tanda tanya. "Itu pelaster apa, Anda?" tanyanya dengan nada penasaran.
Aku merasa hatiku berdebar kencang. "Oh, ini? Itu cuma... pelaster mainan dari teman-temanku. Mereka bilang bisa membantu aku berani mengungkapkan perasaan."
Lookkaew tertawa kecil, tawa lembut yang membuatku merasa lebih tenang. "Kamu tahu, terkadang keberanian itu datang dari dalam diri kita sendiri, bukan dari pelaster atau benda-benda lain. Tapi aku rasa itu hal yang manis kalau kamu mau mencobanya."
Aku tersenyum, merasa sedikit lega. "Terima kasih, Phi Lookkaew. Aku cuma... masih belajar bagaimana mengungkapkan perasaanku."
Lookkaew menatapku dengan lembut. "Tidak perlu terburu-buru, Anda. Berbicara tentang perasaan adalah proses, dan kamu akan menemukan caramu sendiri. Yang penting adalah kejujuran dalam setiap langkah yang kamu ambil."
Saat kami berpisah dan aku pulang, aku merasa pelaster merah hati itu tidak hanya sebagai mainan, tapi sebagai simbol dari keberanianku untuk menghadapi perasaanku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior Is My Love
Fanfictionmy senior is my love tentang kisah seorang wanita junior nakal yang jatuh cinta kepada senior .