Hari-hari berlalu dengan lambat sejak pengumuman cintaku di kantin waktu itu. Setiap kali aku melihat Lookkaew di kampus, perasaanku semakin campur aduk. Dia masih bersikap ramah, senyumnya tetap seindah biasanya, tapi aku bisa merasakan ada jarak yang mulai terbentuk di antara kami. Aku mencoba untuk bersabar, seperti yang dia minta. Namun, rasa cemas dan harap yang menggantung ini semakin membuatku gelisah.
Aku duduk di bangku taman kampus, menatap kosong ke arah langit biru. Tiba-tiba, aku merasakan ada seseorang mendekat. Suara langkahnya yang pelan dan ringan sudah cukup bagiku untuk mengetahui siapa dia.
"Anda..." suara lembut Lookkaew memecah keheningan. Aku menoleh dan melihatnya berdiri di sampingku, tersenyum kecil. "Kamu punya waktu sebentar?"Aku mengangguk, mencoba tersenyum meski jantungku berdetak cepat. "Tentu, ada apa, Lookkew?"
Dia duduk di sebelahku, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mulai bicara. "Aku sudah memikirkan tentang pengumuman cintamu itu, Anda. Dan aku... aku merasa kita perlu bicara lebih serius tentang ini."
Dadaku terasa semakin berat. "Apa kamu sudah memutuskan sesuatu?"
Lookkaew menatap mataku dengan sorot yang sulit dijelaskan. "Aku ingin jujur, Anda. Aku menghargai perasaanmu, sungguh. Dan aku tahu butuh keberanian besar untuk mengungkapkannya seperti yang kamu lakukan. Tapi... aku merasa aku tidak bisa membalas perasaanmu dengan cara yang sama."
Jantungku terasa berhenti sejenak. "Jadi... kamu tidak menyukaiku?"
Dia menggeleng pelan. "Bukan begitu. Kamu teman yang baik, Anda. Dan aku senang bisa mengenalmu. Tapi aku tidak memiliki perasaan romantis yang sama terhadapmu. Aku tidak ingin memberikan harapan palsu atau membuatmu menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terjadi."
Kata-katanya menusuk seperti pisau tajam. Aku merasa dunia di sekitarku menjadi hening, seakan semua suara menghilang. Aku berusaha menelan ludah dan menjaga suaraku tetap tenang. "Jadi... ini benar-benar penolakan?"
Lookkaew mengangguk, wajahnya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. "Aku benar-benar minta maaf, Anda. Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu. Tapi aku harus jujur denganmu."
Aku menghela napas panjang, menatap ke arah lain untuk menyembunyikan mataku yang mulai memanas. "Aku mengerti. Terima kasih sudah jujur. Setidaknya, sekarang aku tahu bagaimana perasaanmu."
Lookkaew meraih tanganku, menggenggamnya dengan lembut. "Aku harap kita masih bisa berteman, Anda. Aku benar-benar menyukai kamu sebagai teman, dan aku tidak ingin kehilangan itu."
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan perasaanku. "Aku... aku butuh waktu, Lookkaew. Mungkin ini akan sulit, tapi aku akan mencoba."
Dia mengangguk, melepaskan genggaman tangannya. "Aku mengerti. Aku akan memberimu ruang. Aku harap kamu tahu bahwa aku selalu ada di sini jika kamu ingin bicara."
Setelah itu, dia berdiri dan pergi, meninggalkan aku sendirian di bangku taman. Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh, merasakan kekosongan yang tiba-tiba memenuhi dadaku. Aku tahu ini akan sulit. Lebih sulit dari apapun yang pernah aku alami.
Ketika Lookkaew menghilang dari pandanganku, aku memejamkan mata, mencoba menahan air mata yang ingin keluar. Aku tidak pernah berpikir akan merasa sejatuh ini. Aku, Anda yang selalu kuat dan ceria, sekarang duduk di sini, merasakan luka yang tak terlihat.
Aku merasa seperti si biang onar yang kali ini dihukum oleh perasaannya sendiri. Seperti hukuman atas keberanian yang terlalu besar, atau mungkin, ketidaktahuanku akan hati orang lain. Aku sadar, cinta memang tidak selalu mudah, dan kadang-kadang, berakhir dengan cara yang paling menyakitkan. Tapi, aku juga tahu, aku harus bangkit lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior Is My Love
Fanfictionmy senior is my love tentang kisah seorang wanita junior nakal yang jatuh cinta kepada senior .