My Senior Is My Love 5

131 20 2
                                    

Seminggu sudah berlalu sejak Lookkaew menolakku. Kehidupanku di kampus tidak banyak berubah, setidaknya bagi orang lain. Aku masih Anda, si biang onar yang selalu mencari cara untuk membuat masalah di sekitar. Tapi di dalam hatiku, ada kehampaan yang tidak bisa kusembunyikan. Ada perasaan kehilangan yang menyusup ke setiap detak jantungku, membuatku merasa seperti bagian dari diriku telah hilang.

Pagi ini, aku duduk di sudut kantin yang biasa aku dan gengku tempati. Noon dan yang lainnya sudah lebih dulu datang dan langsung menatapku dengan pandangan khawatir begitu aku duduk.

"Anda, kamu kelihatan beda akhir-akhir ini," kata Noon, suaranya penuh perhatian. "Kamu belum move on dari penolakan Lookkaew, ya?"

Aku menatap kopi di depanku, mengaduknya perlahan-lahan tanpa minat. "Mungkin," jawabku singkat. Aku menghela napas dan mencoba tersenyum, meski rasanya pahit. "Tapi, itu bukan berarti aku nggak bisa melanjutkan hidup, kan?"

Pin menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatapku dengan serius. "Lanjut hidup sih bisa, tapi kelihatan jelas kamu nggak lagi semangat kayak biasanya, And. Kamu bukan Anda yang biasanya. Kamu bahkan nggak ikut balapan minggu kemarin."

Aku mengangkat bahu, mencoba tampak acuh. "Aku cuma lagi nggak mood aja, Pin. Lagi pula, balapan nggak ada hubungannya dengan Lookkaew."

"Tapi kita tahu kalau balapan selalu bikin kamu merasa lebih baik," jawab Devi. "Mungkin kamu perlu cari kesibukan lain untuk ngelupain semuanya, and. Mungkin... cari sesuatu yang benar-benar kamu suka."

Aku terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Devi. Sebenarnya, apa yang benar-benar aku suka? Selama ini, aku terlalu sibuk menjadi si pemberontak, si pembuat onar, hingga aku lupa mencari tahu apa yang sebenarnya membuatku bahagia selain kekacauan yang kubuat."Thanks, Dev," kataku akhirnya. "Mungkin aku perlu waktu untuk mencari tahu apa yang aku inginkan."

---

Hari-hari berlalu, dan aku mulai mencoba mengalihkan pikiranku dari Lookkaew. Aku berhenti membuat onar di kelas. Bahkan teman-teman gengku mulai kebingungan dengan perubahan sikapku. Tapi aku tahu, aku harus mulai berubah. Aku harus mencari tahu siapa diriku sebenarnya, tanpa harus menjadi "Anda yang nakal".

Di tengah kebingunganku, aku mulai mencoba hal-hal baru. Aku mengikuti beberapa kegiatan kampus yang dulu tidak pernah terpikirkan, seperti bergabung dengan klub literasi dan mengikuti kelas seni. Awalnya, aku merasa canggung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Tapi, lama-kelamaan, aku mulai menikmati kegiatan-kegiatan ini. Ada sesuatu yang menenangkan ketika aku menulis atau melukis, seperti menemukan sisi diriku yang selama ini tersembunyi.

Namun, meskipun aku mencoba melupakan Lookkaew, bayangannya tetap menghantui pikiranku. Setiap kali aku melihatnya di kampus, jantungku masih berdetak lebih cepat, meski aku tahu perasaanku tidak akan pernah terbalas. Aku berusaha tersenyum ketika bertemu dengannya, meski senyum itu terasa berat dan dipaksakan.

Suatu hari, aku duduk di taman kampus, sendirian. Lookkaew tiba-tiba muncul di depanku, seperti yang sering dia lakukan dulu. Jantungku berdegup kencang, tetapi aku mencoba bersikap biasa.

"Aku dengar kamu sudah jarang balapan lagi," katanya, tersenyum tipis.

Aku mengangguk. "Iya, lagi mencoba hal-hal baru. Lagi belajar untuk tidak selalu jadi biang onar di kampus ini," candaku, meski aku tahu suaraku sedikit bergetar.

Lookkaew tertawa kecil, senyumnya membuat hatiku hangat sekaligus sakit. "Itu kabar baik.

Aku senang kamu mencoba hal baru, Anda. Aku yakin ada banyak hal baik yang bisa kamu lakukan."

Aku menatap matanya, mencari tanda-tanda lain di balik senyumnya. "Lookkaew," aku mulai, suaraku pelan, "Aku tahu kamu sudah bilang tidak, tapi kadang aku masih bertanya-tanya... apakah ada sesuatu yang bisa aku lakukan agar kamu berubah pikiran?"

My Senior Is My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang