Jay mengedarkan pandangan, menemukan kekasihnya berdiri tak jauh dari halaman kantor radio tempatnya bekerja.
"Gimana siarannya sayang?" perkataan Heeseung menyambut Jay beserta sebuah pelukan.
"Lancar kak, tadi wawancara sedikit sama bapak gubernur." Jay bercerita harinya sembari memakai helm.
"Ada mau kemana?" tanya Heeseung memastikan.
"Gak, pulang langsung."
.
.
.Heeseung memeluk Jay dari belakang, menikmati coklat hangat diteras depan dengan bintang bertaburan di atas sana.
"Kakak ada bilang sama orang rumah," Heeseung merasa ia perlu mengeratkan pelukannya, "mereka mau ketemu kamu, Jay."
"Iyaya. Aku belum pernah kenal keluarga kakak." Jay menunduk, rasa takut tak diinginkan menyeruak dadanya.
"It's okay, mereka baik, setidaknya sama kamu." Jay memiringkan kepalanya, lalu berbalik. Melihat lebam pudar disudut bibir Heeseung.
Tangannya mengelus luka itu, "i-ini sakit?"
"Sedikit." Heeseung tersenyum, "lusa kalau kamu luang kita kerumah kakak ya, kita beresin satu-satu. Nanti baru kakak bisa nikahin kamu." jari telunjuknya menjawil hidung mancung milik Jay.
"Iya, berarti dua hari ini kakak gak ada kabar emang lagi dirumah ya."
"Iya, lagi berjuang loh."
"Gak ada kemana gitu?" tanya Jay menelisik.
"Cius, sayang. Kakak terkapar dirumah habis dipukulin ayah." Heeseung melengkungkan bibirnya kebawah, "kenapa sih? Kok gak percayaan gitu?"
"Gapapa." Jay menuntun Heeseung masuk, "nginep?"
"Boleh.."
Biarlah, Jay akan mempercayai Heeseung untuk kesekian kali. Heeseung bilang begitu, maka begitu adanya. Omong kosong dengan omongan Jaeyun yang bilang ia bertemu Heeseung di club kemarin malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reward
Fanfictionsecara personal, acap kali berdamai menerima keadaan dan berjuang mendapat pengakuan memiliki jalan yang terjal, Heeseung dan Jay bagaimana mereka bersikap. "Heeseung itu bawa pengaruh buruk, Jay." perkataan sang Ibu sering berputar tatkala keadaan...