happy reading!!
Hari demi hari berlalu, banyak momen yang sudah dilewati Bilaa dan Farel. Tepat malam ini, kedua keluarga mereka akan bertemu untuk makan malam bersama. Suasana terasa lebih istimewa dari biasanya, karena ini bukan sekadar makan malam biasa—ada perasaan tak terucap yang mulai tumbuh di antara mereka, meski Bilaa merasa perasaannya mungkin hanya sepihak.
Malam itu, Bilaa mengenakan dress putih yang anggun namun sederhana, dipadukan dengan makeup natural yang mempertegas kecantikannya tanpa terlihat berlebihan. Tema makan malam ini adalah putih, membuat suasana semakin elegan. Orang tua Bilaa dan Farel pun kompak mengenakan busana serba putih, menciptakan keselarasan di antara dua keluarga ini.
Di meja makan, Farel dan Bilaa duduk bersebelahan. Dari luar, mereka terlihat seperti pasangan serasi, meski di dalam hatinya Bilaa masih bertanya-tanya. Apakah hanya dia yang mulai menyukai Farel? Perasaan itu membuatnya sedikit gelisah, tapi ia berusaha menjaga senyum agar tak ada yang menyadarinya.
Sementara itu, Farel terlihat tenang seperti biasanya, sesekali berbicara dengan orang tuanya atau tersenyum tipis saat mendengar lelucon dari ayahnya. Meski dari luar ia terlihat tenang, Bilaa tidak bisa menebak apa yang sebenarnya ada di pikiran Farel. Setiap kali mereka saling bersentuhan secara tak sengaja—entah saat mengambil minuman atau sekadar saling melirik—suasana di antara mereka terasa hangat, seakan ada ikatan yang lebih dalam di antara mereka.
Obrolan terus mengalir, diwarnai canda tawa ringan dari kedua keluarga. Di sela-sela percakapan, Gralea tiba-tiba berkomentar, “Udah cocok gini, jadi pengen cepet-cepet bahas tentang pernikahan kalian,” celetuknya dengan senyum menggoda, membuat Bilaa tersipu malu. Farel, di sisi lain, hanya merespon dengan senyum tipis dan tetap tenang, tampak tidak terpengaruh oleh lelucon tersebut.
"Kalian juga bentar lagi lulus kan? Sekitar berapa bulan sih?" tanya ibunda Bilaa, Viola.
"Tujuh sampai delapan bulan, Bunda," jawab Bilaa sambil mengunyah makanannya perlahan, "tapi biasanya di tiga atau empat bulan terakhir kami hanya mempersiapkan kelulusan."
“Wah, jadi sebentar lagi kalian beneran bakal dewasa ya,” lanjut Viola dengan nada bangga. "Masa-masa sekolah memang cepat berlalu.”
"Bagaimana kalau di tiga bulan itu kalian melaksanakan pernikahan?" saran Gralea, santai tapi penuh arti.
Farel yang mendadak kaget, langsung tersedak makanannya. Bilaa dengan reflek menyodorkan segelas air tanpa banyak bicara, matanya menyiratkan kebingungan yang sama.
"Loh, Mah? Kan Mamah bilang setelah lulus, kenapa malah dipercepat?" tanya Farel setelah berhasil menenangkan diri, matanya mencari jawaban di antara kedua orang tuanya.
"Lebih cepat kan lebih baik, El?" tanya sang ayah, yang ikut menambahkan tekanan pada saran tersebut.
“Tapi tetap aja, Ayah. Persiapan Farel belum sematang itu,” balas Farel, suaranya sedikit lebih tenang tapi masih terdengar ragu. Sesuatu yang seharusnya menjadi proses panjang, kini terasa semakin dekat dengan realita.
"Gapapa, Nak," sambung Jack sambil tersenyum lembut. "Sambil berjalan, kalian bisa mematangkan semuanya bersama-sama. Lagipula, kamu dan Bilaa sudah cukup mengenal satu sama lain, kan?"
Di sisi lain, Bilaa hanya diam, mendengarkan perbincangan ini dengan hati yang campur aduk. Ia tahu pernikahan ini bukan sepenuhnya pilihannya, tapi mendengar rencana yang semakin dekat membuat perasaannya berkecamuk. Ada ketakutan, ada harapan, dan ada kebingungan. Sementara itu, Viola hanya tersenyum tipis, seolah setuju dengan saran Gralea dan Jack.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Experience [hiatus]
Teen FictionKalau penasaran, baca aja ceritanya! Gue ga bakal nyimpen deskripsi panjang karena bingung gimana bahasanya. Intinya, ini cerita tentang anak SMA biasa yang sudah tidak asing bagi pembaca-pembaca lama. Update ceritanya sesuai mood dan kalo lagi ga s...