One : Bus

92 5 0
                                    

—————————————— Chapter 1

"Korban baru pembunuhan tak diketahui kembali muncul. Mayat dengan luka tak wajar di sekujur tubuhnya mengagetkan warga sekitar. Diperkirakan mayat tersebut sudah seminggu di dekat tong sampah Pemilik rumah, sayangnya pemilik rumah sudah mengkonfirmasi bahwa selama dua bulan tidak ada di rumah, sehingga kasus ini kembali tak mendapati saksi di sekitar."

Berita pembunuhan sedang marak akhir-akhir ini, sudah menjadi perbincangan hangat di seluruh pelosok ibukota. Hampir setiap orang membicarakan kasus tersebut karena pelakunya hingga kini tak terlihat.

Karena berita itu juga, Ibukota yang tak pernah sepi bahkan tengah malam pun, sekarang menjadi lenggang di malam hari.

Sepertinya berita itu sangat mempengaruhi orang-orang sekitar hingga tak berani untuk keluar rumah.

Erangan kecil keluar dari mulut seorang gadis yang duduk di depan sebuah minimarket sambil meregangkan badan.

Angin malam menerpa tubuh gadis itu. Dia mengangkat kepalanya dan menatap jalanan yang sudah sepi didepannya. Hanya ada satu atau dua kendaraan saja yang melintasi jalan di waktu dini hari tersebut.

Mata memerah, tangan keram, kepala sakit, alis ngilu, mulut kering, bibir pecah-pecah. Itu kondisi gadis bernama Nayuna Sharone, atau yang kerap di sapa Yuna.

Ponselnya berbunyi, gadis itu menatap ponselnya yang ada di atas meja dengan malas, dan menekan tombol hijau yang ada di layar.

Tangannya kembali menyentuh tombol speaker dan memangku kepalanya dengan kedua tangan yang bertumpuh di atas meja.

"Kenapa?"

"Gue pinjem buku vulkanotektonik, ya? Besok bawain."

Gadis itu memiringkan sedikit kepalanya dengan alis menyatu. "Lo telfon gue jam satu dini hari cuman mau bilang itu?"

"Kaga. Gue tau Lo lagi mumet parah, migren, dan muak kan? Udah di tugas mana Lo?"

Yuna berdecak dan menopang dagu. "Tektonik."

"Tektonik apa?"

"Lempeng lah! Apalagi?"

Yuna berdecak keras membuat temannya di balik telfon, terkekeh kencang. "Santai! Ceilah, besok gue bawain buku Asraf biar Lo paham."

Yuna tak menjawab, dia sudah tak memiliki energi sekarang. Setidaknya diam menjaga energinya yang sisa nol koma itu tak semakin berkurang.

"Kalau gitu gue matiin, gue mau bobo. Bye Yun!"

Telfon mati tanpa menunggu respon dari Yuna. Yuna memejamkan matanya tak peduli.

Dosennya gila, benar-benar gila. Minggu lalu dia baru aja pulang kulap (kuliah lapangan) di sebuah desa yang terletak di pulau tersendiri. Dan kini sudah dibanjiri oleh tugas gak ngotak yang membuat seluruh mahasiswa dan mahasiswi mengumpat dalam hati hampir setiap harinya.

Tambahannya lagi, 10 hari lagi angkatannya akan menjadi panitia penyambutan mahasiswa dan mahasiswi baru di sebuah desa pegunungan.

Otaknya serasa sedang di kocok dengan mikser sekarang.

Tapi entahlah, dia tak menyesal mengambil teknik geologi ini. Daripada di paksa masuk kedokteran sama ayahnya, 'kan? Bisa muntah tiap hari dia gara-gara liat organ manusia.

Kebetulan ibu dan bapaknya adalah anak kedokteran batu, geologi maksudnya. Jadi dia ngikut saja.

Seru saja mendengar cerita orang tuanya yang dulu saat kulap disuruh turun ke laut cuman buat ngitung pasang surut air tiap beberapa menit, menghafal jenis batu, tanah, dan gali tanah cari emas.

DETECTED : I Got You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang