Ten : Not me

10 2 0
                                    

---------Chapter 10 : Not me

Suara derit pagar membuat segerombolan pria berseragam itu menoleh. Pria tua yang sepuh namun masih kuat itu berjalan menuju para polisi yang berkumpul.

Suara sirine polisi dan ambulan yang tak berhenti sedari tadi membuat para warga sekitar yang hampir tertidur, kembali terbangun.

Nyaris ratusan orang berkumpul di sana, namun pemandangan yang disajikan membuat perut mual dan ingin mengeluarkan muntah detik itu juga.

Pria tua itu menyodorkan ponselnya. "Cctv dirusak jam lima sore pakai drone."

Para pria itu spontan mendongak, menatap cctv yang memang kini menggantung rusak di atas pagar sana dengan kabel yang menjadi penghubung satu-satunya.

Abraham mengusap gusar rambutnya, menjilat bibirnya yang mengering lalu mengedarkan pandangannya.

"Seluruh cctv bapak tidak menunjukkan apapun selain drone ini?"

Pria itu mengangguk. "Bapak bisa cek di ponsel saya, itu akses keseluruhan rekaman."

Rekan Abraham yang memegang ponsel tersebut, membuka rekaman lain. Dan benar, tidak ada orang mencurigakan yang melintas sebelum drone datang merusak, dan seketika cctv Matu.

Abraham berdecak kasar, dia menatap sekitar sambil menghela nafas. Pria itu menatap pria tua dihadapannya. "Sementara, kami akan ganti rugi kerusakan pada fasilitas bapak."

Kepala Abraham menatap rekanya dan mengangguk kecil. Sang rekan yang mengerti maksud Abraham segera mengeluarkan telfon.

Abraham menatap sejenak kearah ponsel di tangan rekan lainnya. Bibirnya kembali mengering, membuatnya kembali menjilat bibir.

"Apakah bapak bersedia ikut ke kantor polisi?" Kepala bapak itu terangkat.

Abraham yang paham segera kembali berbicara. "Sebagai saksi, kami tidak bisa bertanya lebih lanjut. Biar petugas di kantor yang bertanya."

Bapak itu mengangguk, membuat Abraham kembali menatap rekannya yang tersisa. "Antar, saya harus kedalam."

Pria yang sedikit lebih tinggi dari Abraham itu, mengangguk. Membuat Abraham berjalan dari sana menuju rumah yang didepan pagarnya di garis kuning.

Keadaan sekitar ricuh dan ramai, bunyi ambulan dan mobil polisi terus mengundang orang-orang.

Abraham menatap sejenak rekannya yang meredakan kericuhan sekitar, lalu mengangkat garis kuning, melewati pagar rumah tersebut.

Namun saat langkahnya akan masuk kedalam rumah, Adinda segera keluar dan menutup pintu. Mendorong dada Abraham agar tak masuk dan menjauh dari pintu.

Kening Abraham mengerut. "Ada apa?" tanyanya membuat Adinda berjalan dari sana.

"Biarkan Yuna tenang dengan keluarganya. Baru kita bicara padanya," lanjut Adinda sambil mengeluarkan air minum dari kantongnya.

Perempuan itu berjongkok untuk minum. Sedangkan Abraham menghela nafas.

"Kalau begitu, bagaimana keadaannya?"

Adinda berdiri setelah menelan air di mulutnya, dan membuang botolnya ke tempat sampah dekatnya.

"Diam, kayak patung."

Abraham menoleh.

"Sepupunya tidak ada yang bisa membuatnya berbicara. Gadis itu diam dengan pandangan kosong."

Abraham menatap pintu kayu di hadapannya dan mengernyit bingung.

Adinda yang melihat itu menghela nafas. Wanita itu berdiri dan menatap Abraham.

"Sekarang Gue yang nanya. Kenapa Yuna bisa hubungi Lo?"

...

Sosok Lelaki dengan jaket hitam dan masker yang menutupi wajahnya, berjalan memasuki sebuah ruangan dengan tergesa-gesa.

Tangannya membuka satu-persatu benda yang menutupi wajah dan identitasnya.

Mendobrak keras pintu baja didepannya dan melempar masker dan sarung tangannya asal. Mengabaikan sosok yang tengah Menatapnya bingung dan berdiri dari tempatnya.

Chandra menduduki dirinya di kursi, nafasnya tidak teratur dan berantakan. Dadanya kembang kempis, juga wajahnya yang memerah hingga menjalar hingga telinga.

"You succeed?"

Tak ada jawaban. Jiel menatapnya bingung dan menghampiri meja Chandra.

"Damn, jawab! Kenapa kamu seakan habis kepergok-"

"Shut, the fuck up your mouth, Jiel!"

Chandra menatap Jiel dengan wajah yang susah dimengerti, membuat Jiel mengernyitkan dahinya hingga mengkerut.

"Ada apa?"

"Aku ketahuan."

Mata Jiel membola. "Kamu-"

"But not me, damn it!"

"What do you mean, not you?!"

"Bukan aku, sialan! Bukan aku yang membunuh kakek tua sialan itu!"

Mata Chandra memerah dan menatap Jiel penuh dengan emosi yang menggebu. Urat lehernya tercetak sempurna, juga peluh keringat yang mengalir dalam ruangan dingin ini.

Chandra menggerakkan giginya dan membuang wajah. Pria itu menatap sembarang sambil berusaha menahan emosinya.

Jiel semakin bingung dengan pengakuan Chandra.

Otaknya bekerja dengan kuat. Matanya mengamati Chandra yang belum tenang dan masih berusaha mengatur nafasnya di kursinya.

Sebelum dia teringat sesuatu. Dan menatap Chandra horor.

"She-"

"Yeah, she's coming."

-Garis Akhir-

DETECTED : I Got You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang