—————— Chapter 12 : keychain
Kursi kerja itu memutar dengan irama kaki yang menggerakkannya.
Tangan kekar yang sedang memainkan bibir dirinya, juga mata yang menatap layar komputer didepannya dengan serius. Alisnya tertekuk sempurna, memperlihatkan bahwa pria tersebut sedang berfikir keras.
Matanya melirik Adinda di depan, namun kembali menatap komputernya.
"Tck..."
Kursinya memutar 90 derajat, menatap papan tulis yang sudah terisi dengan teori-teori kemungkinan, meskipun masih tebakan.
Mawar hitam.
Nyaris setengah tahun kasus ini gak selesai.
Motif tidak jelas, pelaku tidak ada tanda-tanda kehadirannya, dan keluarga korban-korban pembunuhan ini terpaksa menelan janji palsu atas polisi yang mengatakan bahwa akan segera menemukan pelaku.
Entah siapa orang dibelakang sang pelaku. Pria itu kembali mengeluarkan decakan.
Abraham menatap garis kejadian di papan tulis yang terhubung dan selalu berakhir pada satu foto.
Yuna.
Abraham berdiri dan berjalan mendekat pada papan tulis. Menatap papan tulis didepannya dengan kebingungan yang luar biasa.
Nyaris 7 tahun bekerja di bawah kepolisian, baru kali ini otaknya benar-benar tidak bisa diajak kerja sama.
Adinda menoleh, menatap Abraham yang berdiri tegak dengan kedua tangan yang terlipat didepan dada.
Wanita itu bersandar pada kursinya dan memutarnya menghadap punggung Abraham.
"Kenapa?"
Abraham menoleh.
Menurunkan tangannya dan dimasukkan kedalam saku celananya.
Gibran, yang seperti anak ayam Adinda, polisi junior yang satu tim dengan mereka, ikut menoleh.
Abraham menggeleng dan menghampiri kembali kursinya. Duduk di sana dengan pikiran yang belum jernih.
Gibran menatap Abraham. "Mau teh, Kak? Saya ambilkan?"
Abraham menggeleng, berdecak, dan melambaikan pelan tangannya. "Enggak enggak."
Gibran mengangkat alisnya dan mengangguk. Kemudian pria itu kembali duduk.
Adinda menatap Abraham. "Ada yang ganggu pikiran Lo? Kayaknya decakan Lo gak pernah berhenti dari tadi."
Abraham bersandar dan mendongakkan kepalanya keatas. Menatap langit-langit ruangan yang terang benderang.
Namun pikirannya tiba-tiba melayang saat dia pertama kali bertemu Yuna, saat dia datang kerumah gadis itu dan teringat tentang kasus didepan supermarket.
"Siapa yang tanganin kasus kematian di convenience store tempat Yuma kerja?"
Adinda mengernyit. Dia memutar pelan kursi ya sambil berfikir.
Gibran menatap Abraham, kemudian tersadar. "Mas Afri."
Abraham menoleh pada Gibran, kemudian meninggalkan kedua rekan timnya dari ruangan tersebut.
Adinda mengangkat alisnya kemudian menatap Gibran.
Gibran yang mengerti tatapan Riana, menghendikkan bahu dan menggeleng.
Adinda menghela nafas dan mendekatkan diri ke meja kerjanya.
...
Chandra mendorong pelan pintu kelas didepannya, matanya menyorot tajam seluruh isi kelas, membuat orang-orang yang menyadarinya terdiam kaget dan bingung.
Namun kala mencari yang dia cari, tak ada. Pria tersebut menutup kasar membuat orang-orang menepuk dada.
Diego mengekor Chandra dengan bingung dan penasaran. Mengikuti Chandra tanpa tahu tujuan Chandra dari tadi.
Kepalanya menoleh kala Chandra mengacak rambutnya kesal dan berdecak marah.
Chandra menendang kasar angin, dan bersandar pada tembok.
Diego berdecak dan menarik Chandra agar berhenti bertingkah. "Lo kalau mau gila, jangan ngajak-ngajak!"
Chandra menoleh.
Diego melepaskan cengkeramannya dan bertopang pinggang. "Setidaknya kasih tau kek, dari tadi Lo nyari apa, gitu? Gue kayak anak ayam dari tadi, ngekorrr terus."
Chandra terdiam sejenak, kemudian berdecak.
Diego mendengar decakan Chandra, membuat decakan dengan sengaja berkali-kali hingga air liurnya muncrat.
"Lo ngomong bangsaat! Jangan ck ck ck ck, Lo pikir gue ngerti artinya ckckckckck, apa? Anying."
Chandra menghela nafas. "Yuna, dimana Yuna?"
Diego menatap Chandra sambil mengerjap. Pra tersebut mendekati Chandra dan menepuk pipi Pria tersebut.
"Lo serius kayak orang gila cuma nyari Yuna?"
Chandra menghempaskan tangan Diego dengan kasar. "Jawab aja."
Diego menghela nafas.
Mulutnya baru ingin terbuka, namun terhenti kala Chandra di tarik kasar oleh sosok lelaki yang terus membuatnya penasaran.
Chandra tidak berontak ataupun mengelak. Pria itu mengikuti langkah jiel yang menjauhi kampus dan berjalan menuju parkiran.
Cengkraman tangannya lepas, Chandra menatap Jiel yang berdiri di hadapannya.
"Yuna gak ada."
Chandra menaikkan alisnya. "Maks-"
"Yuna di kantor polisi, di interogasi lagi."
Chandra menghela nafas lega dan menyandarkan dirinya di badan mobil.
Jiel menatap Chandra sulit. "Bukan itu masalahnya."
"Ngomong yang jelas, jiel-"
"Gantungan kunci Yuna yang waktu itu kamu ambil, ada di kantor polisi! Sidik jari kamu ada di situ!"
-Garis Akhir-
KAMU SEDANG MEMBACA
DETECTED : I Got You!
Misteri / Thriller[⚠️Contains Adult content, Blood, Violence, Kriminal, Harastment, and Torture⚠️ segala peringatan sudah di peringatkan. Mohon kerjasamanya 🌱] Pembunuhan berantai di ibukota menjadi topik hangat rakyat senegara yang melihat berita. Topik tersebut se...