Chapter 7 ✅

123 17 0
                                    

Wu Xie tersentak dengan tubuh gemetar di tengah kegelapan yang membungkusnya.

Sepertinya dia sudah lama terjebak di tempat ini—makam kuno yang sempit dan dingin, membuat napasnya terasa berat. Keringat dingin membasahi wajah imut Wu Xie meskipun udara di sekitarnya sedingin es.

Semakin lama dia berada di sini, semakin jelas perasaan bahwa ada sesuatu yang mengawasinya. Sesuatu yang... tak terlihat.

“Aku harus keluar dari sini,” gumamnya panik, suaranya bergetar.

“Aku nggak bisa tinggal di sini!”

Tanpa pikir panjang, Wu Xie bangkit dan berlari. Kakinya yang kecil berderap cepat, membentur-bentur lantai batu keras yang licin. Dia tak tahu ke mana arahnya, yang dia tahu hanyalah harus bergerak—sejauh mungkin dari tempatnya terbangun tadi.

Napas Wu Xie terengah-engah saat dia berlari, lorong-lorong batu makam yang sempit dan gelap membuat tubuhnya merasa terhimpit. Setiap langkahnya menggema, semakin memperkuat rasa takut yang mencekam hatinya. Dalam benaknya yang masih muda, Wu Xie hanya berpikir bahwa semakin cepat dia berlari, semakin jauh dia dari bahaya.

Tapi... bahaya apa?

Bahkan dia sendiri tidak tahu. Yang dia tahu hanyalah tempat ini salah. Terlalu sunyi, terlalu dingin, dan terlalu menyeramkan.

Saat dia terus berlari, suara-suara aneh mulai terdengar. Suara bisikan halus, seperti seseorang yang memanggil namanya, jauh dari dalam kegelapan.

Wu Xie...”

Langkah Wu Xie tersendat, kakinya nyaris terhenti. Ia merasa bulu kuduknya berdiri. Matanya yang bulat melebar, menatap ke segala arah meski tak bisa melihat siapa pun. Itu hanya suara, tapi terasa sangat nyata.

“Siapa... siapa yang memanggilku?” bisik Wu Xie dengan bulu kuduk berdiri.

Namun, tak ada jawaban. Hanya ada kegelapan dan kesunyian yang kembali menyelimuti makam. Wu Xie merasa semakin panik. Pikirannya mulai dipenuhi bayangan-bayangan menakutkan: hantu yang bangkit dari kubur, penjaga makam yang tak terlihat, atau bahkan roh-roh kuno yang menginginkan dirinya.

Wu Xie...”

Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat, lebih jelas. Wu Xie menoleh cepat ke belakang, tapi tak ada apa-apa. Hanya kegelapan yang pekat. Tubuhnya bergetar, dan tanpa berpikir lagi, dia berlari lebih cepat, mencoba melarikan diri dari suara-suara itu. Kakinya berderap di lantai makam yang dingin, napasnya tersengal-sengal.

Sssst... Wu Xie...”

Suara itu terus mengikutinya, kini terdengar dari berbagai arah, seolah-olah banyak suara memanggil namanya dari dalam batu-batu dinding yang tua. Hatinya semakin tak karuan.

“Berhenti! Berhenti manggil aku!” Wu Xie berteriak, hampir menangis. Tapi suaranya hanya menggema, semakin memperparah rasa takutnya.

Dia berlari, tanpa arah, tanpa tujuan. Hanya ada lorong-lorong yang semakin dalam, semakin gelap, dan semakin sunyi. Lorong-lorong itu berputar dan bercabang, seolah-olah ingin menyesatkannya lebih jauh. Kakinya terasa berat, tapi Wu Xie tidak bisa berhenti. Pikirannya yang polos hanya punya satu tujuan—keluar dari sini, entah bagaimana caranya.

Saat sedang berlari, tiba-tiba Wu Xie tak sengaja menginjak sesuatu yang keras.

Sebuah bongkahan batu!

Dia terjatuh ke depan dengan keras, menabrak lantai batu yang kasar.

“Aduh!” tangannya memegangi lutut yang terluka, tapi dia tak berani berhenti. Kegelapan terasa semakin dekat, dan suara-suara bisikan itu tak kunjung hilang.

Di Bawah Kutukan MakamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang