Happy Reading...
--------------------------
.
.
.
"Waahh! Nggak biasanya desa ramai seperti ini, kira-kira ada apa ya?" Mata Zivana berbinar begitu melihat alun-alun desa yang sedang di hiasi dengan beberapa lampu yang tergantung di tiang satu ke tiang satu lagi, orang-orang desa juga seperti sedang menyiapkan sesuatu. "Wah! Nona Zivana dan nona Yuri, kebetulan sekali!" Sapa seoarang Wanita paruh baya dengan baju yang sangat sederhana.
"Bibi Vanny! Apa kabar?"
"Saya baik, nona Zivana."
"Syukurlah! Jangan terlalu memaksakan diri, bibi bisa panggil saya atau teman saya untuk membantu bibi."
"Kalian memang baik sekali, omong-omong terimalah ini." Wanita itu menyodorkan sekeranjang rotan yang entah apa isi nya.
"Apa ini, bi?" Tanya Yuri.
"Ini tanda terima kasih ku pada kalian berdua, terima kasih sudah membantu kedai ku beberapa hari yang lalu."
"Aduuh, bibi tak perlu repot-repot! Waktu itu kan bibi sudah megratis kan kami makanan yang ada di kedai bibi!" Kata Zivana sungkan, namun wanita memaksa yang pada akhirnya diterima oleh Zivana dan Yuri.
"Dua hari lagi festival akan diselenggarakan, bisakah kalian membantu ku lagi? Suara nyanyian nona Zivana sangat bagus, pelanggan selalu menanyakan kapan nona Zivana akan bernyanyi lagi, dan kapan nona Yuri akan datang."
"Waahh, kalau itu sih tidak bisa ku tolak. Baiklah, aku akan membantu." Kata Zivana semangat di iringi Yuri yang mengangguk.
"Waah! Terima kasih! Kalau begitu saya pamit dulu, masih banyak pekerjaan yang menunggu."
"Terima kasih, bi!"
Wanita itu pergi meninggalkan kedua gadis itu, dan kedua gadis itu melanjutkan perjalanannya.
"Wah! Aku tidak menyangka! Ternyata banyak yang menyukai nyanyian ku!"
"Selamat, nyanyian mu memang selalu bagus, Zivana" Puji Yuri sambil bertepuk tangan pelan.
Setelah itu mereka membeli beberapa camilan dan menikmati suasana di café alun-alun, siang ini cuaca tidak terlalu panas jadi sangat cocok untuk pergi keluar.
TING!
Ada pesan masuk di ponsel Yuri, ia mengecek isi nya.
"Kenapwa?" Tanya Zivana yang sedang mengunyah dessert.
"Kayaknya kita harus ke rumah kak Acha sekarang."
"Kenapa?"
"...Aoi dan Ken sedang menunggu."
OHOK! OHOK!
"A-Apa?! Seriusan?!"
"Iya, ayo. Kita nggak bisa bikin mereka nunggu lagi."
"Kamu kok gak panik?!"
"E-Enggak? Emang nya harus panik?"
"Ya iyalah! Udah! Pokok nya kita harus pesen beberapa dessert, buat di bawa!" Kata Zivana panik, ia mulai menghabiskan dessert nya dan memesan dessert satu kotak yang agak besar untuk dibawa lalu berlari ke rumah kak Acha dengan meninggalkan Yuri sendirian. 'Anak itu pasti belum bayar, dasar.' Batinnya, untung ia baru mendapatkan uang jajan.
Yuri segera pergi ke meja kasir untuk membayar dessert yang di beli Zivana, sebelum ia pergi meninggalkan café dan menyusul Zivana.
.
.
.
Sesampainya di kediaman kak Acha, Yuri membuka kenop pintu perlahan dan melihat teman sebayanya sedang terduduk di lantai beralaskan permadani marun dengan corak abstrak kuno berwarna oranye pastel. Di depannya ada dua pemuda pemudi yang sedang berdiri dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, sambil sesekali mengangguk bila seorang dari mereka membuka suara.
Yuri bergidik ngeri melihatnya, pasalnya ia tak ingin bernasib sama dengan temannya yang satu itu. Ia berjalan mundur beberapa langkah dari tempatnya berpijak . ' Mati, aku. '
Tanpa di sadari ada seseorang yang menghilangkan hawa keberadaannya, ia berdiri di belakang Yuri dengan senyum penuh arti. Tangan nya menepuk Pundak Yuri pelan, "Dari mana?" Yang ditanya hanya menoleh patah-patah dengan raut wajah yang sedikit pucat.
Sekarang sang gadis tahu mengapa temannya itu panik setengah mati begitu mendengar bahwa mereka sedang di tunggu oleh pemuda pemudi ini, "D-Dari... Dari..." Yuri mencoba menjawab, namun ia tak tahu harus berbohong bagaimana, manik mata nya mulai melihat kesana kemari menghindar untuk bertatapan dengan pemudi yang berada di belakang nya ini.
"Dari mana?" Pertanyaan sama dilontar kan Kembali oleh pemudi itu, "Dari... Dari alun-alun! Tadi di ajak Zivana pas baru masuk sini!" Gadis itu akhirnya mengaku kalau diri nya di ajak pergi oleh teman nya itu, Sementara itu, Zivana yang sedang menundukkan kepala nya sembari berdoa memohon pertolongan itu langsung menoleh begitu mendengar nama nya di sebut.
"Salam damai, kawan." Ucap Zivana dengan senyum canggung dan jari yang menyimbolkan piece, keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya, pemuda yang berada di depannya itu menatap tajam kea rah Zivana.
DUAR!!
Belum sempat pemuda itu membuka suaranya, kini terdengar suara ledakan yang tidak terlalu besar dari samping rumah di sertai dengan suara tawa yang terasa sangat familier bagi mereka. Ke empat orang yang berada di dalam rumah langsung bergegas menghampiri sumber suara tersebut.
Begitu sampai, terlihat sekerumunan anak-anak sebaya mereka yang sedang meihat pemuda yang berada di tengah-tengah kerumunan dengan api yang cukup besar di tangan kiri nya dan kobaran api yang berada di belakangnya. "Waduh ges, kok bisa gagal yah?" Katanya dengan nada bingung, ia menggaruk kepalanya heran sembari memeriksa api yang ada di tangan nya itu.
Namun, kobaran api yang berada di belakang nya itu tiba-tiba membeku seketika. "Jangan main api di deket tumbuhan," Tegur seseorang dari atas pohon dengan surai hitamnya yang sedikit berantakan karena terpaan angin yang sedikit kencang, "Udah, pada bubar sono." Usir nya pada sekerumunan anak-anak di bawah nya. Akhirnya sekerumunan itu pergi dengan beberapa anak yang misuh-misuh sendiri.
"Yah... Kok di usir sih, Lex?" Gerutu pemuda yang masih memainkan api di tangan nya, "Berisik, api lo panas,Rey." Jawab Alex santai, ia Kembali merebah kan diri pada dahan pohon yang ia singgahi. "Namanya juga api, gimana sih lo." Celetuk Rey.
Namun begitu menoleh, matanya melihat Yuri yang sedang menatap ke arah nya. "Yuri!" Rey berlari kecil dan membuang api yang ada di tangannya kesembarang arah lalu menghampiri Yuri, naas nya api itu malah terlempar ke arah Alex yang baru saja memejamkan matanya.
"Alex, awas!" Teriak Aoi yang kebetulan melihat kejadian itu, begitu Alex membuka matanya, api itu sudah beberapa centi lagi agar bisa mengenai wajahnya. Untung nya, Aoi masih sempat membekukan api itu, namun tetap saja api yang beku itu mengenai wajahnya. Dan membuatnya kehilangan keseimbangan, dan berakhir jatuh dari atas sana.
"Rey sialan..."
"Waduh, sorry Lex. Nggak sengaja." Ucap Rey dengan senyum tanpa rasa bersalahnya.
To Be Continued...
--------------------------
Halo! Gimana kabar kalian semua? Semoga sehat yaaaaaaaa.
Jujur, akhir-akhir ini aku susah buat dapet ide karena... banyak tugas sekolah pren T^T Jadi kemungkinan aku bakal up, tapi jadwalnya ga nentu. Doa kan saja aku bisa up sesuai jadwal, hari minggu dan ide baru muncul terus. Sekian dari aku, jangan lupa vote + komen yaaa, dadah!
YOU ARE READING
𝖘𝖈𝖍𝖔𝖔𝖑 𝖔𝖋 𝖒𝖆𝖌𝖎𝖈 [𝖔𝖈]
Randomѕ¢нσσℓ σƒ мαgι¢ уαηg тєякєηαℓ ∂єηgαη ѕєкσℓαн ѕιнιя уαηg мємвєяι мιѕι ρα∂α ραяα мυяι∂ηуα ∂ι zαмαη мσ∂єяη ∂αη ρємєяιηтαнααη кαιѕαя ιηι, ѕєкσℓαн уαηg ∂ι мυℓαι ∂αяι נєηנαηg ѕмρ ѕαмραι кυℓιαн. ∂αяι ѕєкσℓαн ιтυ, ραяα мυяι∂ мємвυαт тιм уαηg мαкѕιмαℓ вєяιѕι...