#Chapter 8 : Pohon

6 1 0
                                    

Happy reading...

-----------------------

.

.

.

Seorang gadis berbalut gaun piyama, melangkah pelan di koridor kayu sebuah kediaman. Lentera kecil di tangannya berayun mengikuti gerakan tubuhnya, memberikan sedikit cahaya di tengah kegelapan. Yuri, nama gadis itu, berjalan mengendap-endap bak pencuri ulung yang takut ketahuan penjaga.

Begitu tiba di pintu depan, ia menarik napas panjang sebelum perlahan mendorong pintu kayu besar itu. "Kriiit..." Bunyi pintu yang berderit membuatnya menahan napas, takut seseorang mendengarnya. Setelah celah pintu cukup besar, ia menyelinap keluar dengan hati-hati. Tapi ternyata, seseorang sudah berdiri menunggunya.

"Hei," sapa suara tenang yang berasal dari sosok lelaki berambut hitam, berdiri santai dengan mantel hitam yang berkibar sedikit terkena angin malam.

Yuri langsung melotot. "Kenapa kau nekat sekali datang ke sini, Zei?!" bisiknya dengan nada setengah memarahi.

Zeiko, lelaki itu, hanya tersenyum tipis. "Aku ingin bertemu denganmu, Yuri."

"Kalau ketahuan sama Aoi atau yang lain, aku bisa dihukum! Kau pikir ini gampang?" Yuri mendekap lentera di dadanya, matanya melirik sekeliling seperti detektif yang sedang memastikan area aman.

"Tapi kau tetap keluar," balas Zeiko santai, memasukkan kedua tangannya ke saku mantelnya. "Jadi, ini berarti kau juga ingin bertemu denganku, kan?"

Wajah Yuri langsung memerah. "Aku keluar karena aku... khawatir kau bakal bikin ribut di depan rumah ini!"

Zeiko terkekeh pelan. "Tenang saja. Kali ini aku membawa sesuatu yang spesial untukmu."

Yuri mengerutkan kening. "Apa lagi? Jangan bilang ini semacam kunang-kunang versi lain."

Zeiko hanya tersenyum penuh misteri sambil menunjuk ke arah hutan gelap yang tampak menyeramkan di kejauhan. "Ikuti aku, kau akan melihat sesuatu yang lebih indah."

Dengan enggan, Yuri mengikuti Zeiko ke dalam hutan. Langkahnya berhati-hati, takut menginjak ular atau ranting yang bisa membuat lentera kecilnya jatuh. Angin malam mulai bertiup lebih kencang, hampir memadamkan lentera itu, membuat Yuri semakin cemas.

"Kalau lentera ini mati, aku bakal pulang," ancam Yuri sambil melirik Zeiko.

Tanpa berkata apa-apa, Zeiko melepas mantelnya dan menyampirkannya di bahu Yuri. "Kalau begitu, jangan sampai kau kedinginan."

Yuri terdiam sejenak, bingung harus berterima kasih atau justru marah karena Zeiko sepertinya terlalu sok perhatian.

Setelah berjalan cukup jauh, Yuri mulai memperhatikan hal aneh. Daun-daun bercahaya violet berserakan di tanah, melayang di udara, dan terbang mengikuti arah angin.

"Zei, apa ini?" tanya Yuri dengan nada kagum.

Zeiko hanya tersenyum tanpa menjawab, terus berjalan seolah daun-daun itu adalah pemandu jalan.

Makin dalam mereka memasuki hutan, daun-daun bercahaya itu semakin banyak. Hingga akhirnya, mereka tiba di sebuah area terbuka, di mana berdiri sebuah pohon raksasa yang bersinar terang, memancarkan cahaya ungu yang menawan. Pohon itu tampak seperti berlian besar yang hidup, dengan daun-daunnya yang terus-menerus memancarkan sinar lembut ke sekitarnya.

"Wow..." Yuri ternganga, matanya tak bisa lepas dari pohon itu. "Ini... luar biasa. Zeiko, pohon apa ini?"

"Cantik, bukan?" Zeiko menjawab sambil menangkap sehelai daun yang jatuh perlahan di depannya. "Pohon ini adalah rahasia besar hutan ini. Aku ingin kau melihatnya sebelum kau kembali ke ibu kota."

Yuri berjalan mendekat, tangannya terulur ingin menyentuh batang pohon itu. Namun, sebelum ia sempat menyentuhnya...

"JANGAN SENTUH!"

Suara keras itu mengejutkan Yuri hingga ia melompat mundur. Ia langsung menoleh, mendapati seorang gadis berambut hitam panjang dengan tatapan tajam berdiri di sana.

"Siapa kau?" Gadis itu melipat tangan di dada, menatap Yuri seolah sedang menginterogasi pencuri.

"Aku... aku datang ke sini bersama temanku!" Yuri menunjuk Zeiko yang berdiri di sampingnya.

Namun, saat ia menoleh, Zeiko sudah tidak ada di sana.

"Teman? Mana temanmu? Kau sendirian sejak tadi," kata gadis itu dengan nada dingin.

"Apa? Tapi... barusan dia di sini!" Yuri mulai panik. Bagaimana mungkin Zeiko menghilang begitu saja?

Gadis itu menyipitkan mata, lalu mendesah pelan. "Jadi kau sedang berhalusinasi, atau kau memang mencari masalah di tempat terlarang ini?"

Yuri ingin membantah, tapi tidak ada bukti kehadiran Zeiko. Bahkan, ia mulai meragukan dirinya sendiri. Apa mungkin Zeiko hanya... hantu? Tapi itu tidak mungkin, kan? Zeiko dikenal penduduk desa, dan ia jelas-jelas pernah membantu orang-orang di sana.

"Dengar," kata gadis itu dengan tegas, "aku akan mengantarmu kembali ke rumah penyihir hutan. Dan kau, jangan pernah kembali ke sini lagi."

Dengan langkah dingin dan tanpa sepatah kata lagi, gadis itu mulai berjalan keluar dari hutan, diikuti Yuri yang masih bingung.

Keesokan harinya, suasana rumah kak Acha berubah ramai karena anak-anak sepakat untuk makan siang di luar.

"Eh, kali-kali dong makan siangnya di luar, rame-rame!" seru Durnam, salah satu dari mereka, dengan semangat 45.

"Boleh tuh!" sahut Claude, si pemuda pirang yang terkenal ganteng sejagad academi.

"Kalau Claude yang ngajak, siapa yang nolak?" goda salah satu anak.

Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di sebuah rumah makan di desa. Suasananya riuh karena banyak pelanggan, ditambah dengan keributan khas anak-anak kak Acha.

Sambil menunggu makanan datang, mereka mulai bermain berbagai permainan.

"Eh, Aoi, abis ini mau ke mana?" tanya Zivana sambil memainkan sihir melodi kecil.

"Balik ke rumah kak Acha aja sih, kayaknya. Ngadem," jawab Aoi santai.

"Kalau begitu temani aku ke toko buku," sahut Yuri yang sedang bermain catur dengan Alex.

"Buku lagi, buku lagi. Apa nggak ada hal lain yang lebih seru?" gerutu Zivana sambil mendengus kesal.

"Skakmat." Alex tiba-tiba berkata sambil menunjuk papan catur.

"Heh? Padahal kau baru belajar, tapi aku kalah?" Yuri menatap papan catur dengan ekspresi syok.

Saat makanan datang, suasana langsung berubah heboh. Semua orang melahap hidangan tanpa ampun, tanpa jaim sedikit pun. Bahkan, Claude sampai menjatuhkan sendok karena terlalu antusias.

Di tengah keramaian, Yuri hanya bisa memikirkan daun violet yang ia pungut semalam. 'Hmm... lumayan buat dijual, itung-itung buat tambahan uang jajan,' pikirnya sambil menahan tawa sendiri.

To Be Continued...

---------------------------


Author note : Haloooo!! Huwaaa maaf ya baru up! Aku udah mulai ujian gesss, ujian ku langsung ujian hafalan T-T jadi perlu banyak persiapan, doakan ujian ku lancar bia bisa up lagi! 

Teruntuk kalian yang udah mulai ujian juga, semangat yaaaa!! Demi liburan yang menanti di ujung sana, jadi harus semangat!!

Sekian dari chapter kali ini, semoga kalian suka dan jangan lupa vote n commen yaaa! papai!

School Of Magic [OC] Where stories live. Discover now