Happy Reading...
.
.
.
Seorang gadis berambut coklat tua, mengenakan seragam sekolah yang rapi, sedang berjalan santai menuju loker sepatu. Jam menunjukkan pukul 06:30, meski masih pagi, namun para murid sudah mulai berdatangan dan suasana cukup ramai. Kenapa mereka sudah datang pagi-pagi sekali, padahal sekolah baru dimulai satu jam lagi?
Ternyata, kebanyakan dari mereka tinggal di asrama sekolah dan memang diwajibkan untuk datang lebih awal. Gadis itu membuka loker sepatu, meletakkan sepatunya dan menggantinya dengan sepatu sekolah. Saat hendak menutup pintu lokernya, tiba-tiba seorang lelaki bersandar di sampingnya, membuatnya terkejut.
"Uwahh!!" seru gadis itu.
"Selamat pagi, cantik~" jawab lelaki itu dengan senyum lebar.
Gadis itu mengerutkan dahinya, kesal, dan menatap lelaki tersebut dengan pandangan sinis. Lelaki itu hanya tersenyum cengengesan.
"Ini masih pagi, Rey. Jangan bicara yang aneh-aneh," katanya kesal.
"Siap, sayang~" balas Rey santai.
"Aduh, aku nggak tahu lagi harus pakai bahasa apa untuk menasehatimu," keluh gadis itu.
"Pakailah bahasa cinta," jawab Rey dengan nada bercanda.
Gadis itu, yang tampaknya sudah lelah dengan kelakuan Rey, hanya mendengus kesal dan meninggalkannya begitu saja. Dia melanjutkan langkah menuju kelas, diikuti Rey yang berjalan di belakangnya, seperti anak ayam yang mengikuti induknya.
Di tengah perjalanan, seorang gadis mendekati mereka dan menyapa Yuri.
"Pagi, Yuri~"
"Pagi," jawab Yuri singkat.
"Hm? Rey? Pagi-pagi sudah mengikuti Yuri aja, nggak kapok-kapok," celetuk gadis itu, yang ternyata bernama Zivana.
"Aku kan orangnya gigih, yang penting ada kemajuan. Daripada yang sebelah~ haha~," jawab Rey, sambil tertawa.
Zivana ikut tertawa mendengar jawaban Rey, sementara Yuri yang sudah malas dengan kelakuan mereka berdua hanya melangkah lebih cepat.
"Eh, tunggu! Aku juga ikut ke kelas!" teriak Rey.
"Ya, selesai dulu tawamu baru ikut," jawab Zivana sambil masih cekikikan.
"Aku sudah nggak ketawa kok, hahahaha! Ups! Aku ikut!" Rey tertawa lagi, tak bisa menahan diri.
"Rey, kalo sekali ketawa, susah berhenti ya?" tanya Zivana sambil mengamati Rey yang tak henti-hentinya tertawa.
"Rey, karena kamu beda kelas, dan arahmu juga berlawanan lebih baik kau segera pergi ke kelasmu sebelum bel berbunyi," kata Yuri, mengusir Rey dengan lembut.
Mendengar itu, Rey dengan berat hati berbalik arah, berjalan lesu ke kelasnya. Sesekali ia menengok ke belakang, melihat Yuri yang tetap diam tanpa senyum, hanya mengamatinya hingga ia benar-benar pergi.
"Kalau kangen, bilang ya?" Rey berteriak.
"Ga bakal, lagian buat apa?" jawab Yuri singkat.
"Kalau kamu kangen langsung bilang ya!" Rey berteriak lagi, namun Yuri sudah tak peduli lagi.
Sesampainya di kelas, suasana cukup ramai dan berisik. Beberapa murid bahkan dengan santainya melayang-layang di ruang kelas, melakukan trik sihir mereka. Meski begitu, Yuri tetap fokus dan mengeluarkan buku novel misterinya dari tasnya. Ini mungkin yang disebut sudah beradaptasi dengan suasana kelas yang bising.

YOU ARE READING
School Of Magic [OC]
RandomSejak kecil, Yuri sudah tahu satu hal: di School of Magic, tidak ada yang benar-benar aman. Di balik tembok kastil megah dan teknologi sihir canggih, para murid dilatih bukan hanya untuk menjadi penyihir terbaik-tapi juga untuk menjalankan misi-misi...