Bicara Dari hati Ke hati

296 22 0
                                    


Malam setelah piknik yang menyenangkan, Indah berbaring di tempat tidurnya sambil memikirkan apa yang harus dibicarakannya dengan Oniel. Meskipun suasana hati mereka sedikit membaik, ada hal yang masih mengganjal di pikiran Indah. Ia tahu bahwa untuk melanjutkan, mereka perlu membahas hubungan Oniel dengan Eve secara langsung.

Ketika Oline sudah tertidur pulas, Indah memutuskan untuk memanggil Oniel. "Niel, bisa masuk?" teriaknya dari dalam kamar.

Oniel membuka pintu kamar dan masuk, terlihat sedikit cemas. "Ada apa, Ndah?" tanyanya.

Indah menggelengkan kepala, mencoba mengatur pikirannya. "Aku hanya ingin kita bicara lebih serius tentang Eve. Aku merasa itu penting untuk kita."

"Ya, aku juga merasa perlu. Aku sudah siap," jawab Oniel, duduk di tepi ranjang.

Indah menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Jadi, kenapa kamu masih berhubungan dengan dia? Apa kamu merasa ada sesuatu yang belum kamu katakan padaku?"

Oniel menunduk, menghindari tatapan Indah. "Aku... aku nggak mau kamu merasa tertekan. Aku sudah mengakhiri semua komunikasi dengan Eve. Dia sudah jadi masa lalu, Ndah. Yang ada sekarang adalah kamu dan Oline."

Indah menatap Oniel dengan serius. "Tapi, kenapa itu baru kamu lakukan sekarang? Kenapa tidak lebih awal? Seharusnya aku yang jadi prioritasmu, bukan dia."

Oniel menghela napas panjang, merasakan beban di hatinya. "Aku tahu. Aku seharusnya bisa lebih jujur. Aku takut kehilangan kamu, Ndah. Ketika kita berdebat, aku merasa kalau aku mengaku, kamu akan semakin menjauh. Jadi, aku mencoba untuk melindungi perasaanmu, tapi itu malah bikin semua semakin rumit."

Indah merasa hatinya mencelos mendengar pengakuan Oniel. "Tapi yang kamu lakukan justru bikin aku merasa dikhianati. Aku berhak tahu apa yang terjadi di antara kalian."

"Aku paham. Tapi aku berjanji, sekarang tidak ada lagi yang bisa mengganggu kita. Semua yang tersisa hanya kamu dan Oline. Aku berusaha untuk fokus ke keluargaku," jawab Oniel dengan tegas.

Indah menatap suaminya, merasa ada harapan baru dalam hatinya. "Aku mau percaya itu, Niel. Aku mau kita mulai dari awal lagi. Tapi kita perlu komunikasi yang lebih baik. Jika ada sesuatu, kita harus saling terbuka."

"Setuju. Kita harus saling jujur. Apa pun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa kamu adalah segalanya bagiku," kata Oniel, mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Indah.

Mereka duduk berdua di ranjang, menggenggam tangan satu sama lain. Indah merasa sedikit lebih tenang. Meski masa lalu masih menghantui mereka, setidaknya mereka sudah bisa berbicara dengan lebih terbuka.

"Kalau ada yang bikin kamu khawatir, jangan ragu untuk bilang. Kita bisa atasi bersama. Kita tim, kan?" Oniel berkata dengan penuh keyakinan.

"Ya, kita tim. Tapi, aku ingin kita lebih saling mendukung, bukan hanya saat kita baik-baik saja," balas Indah.

Oniel mengangguk, berusaha menyerap setiap kata Indah. "Aku akan berusaha lebih baik, Ndah. Aku ingin kamu merasa aman bersamaku."

Mereka melanjutkan pembicaraan hingga larut malam, membahas berbagai hal tentang hubungan mereka dan bagaimana cara membangun kembali kepercayaan yang telah hancur. Indah merasa semangat baru, meskipun perjalanan mereka masih panjang.

***

Hari-hari berikutnya, Indah dan Oniel berusaha lebih dekat satu sama lain. Mereka mencoba untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama, melakukan kegiatan kecil di rumah, dan berbagi cerita sehari-hari. Meskipun terkadang bayangan masa lalu masih menghantui, mereka berusaha untuk fokus pada masa kini.

Di satu malam yang tenang, Oniel mengejutkan Indah dengan memasak makan malam spesial. Ia menyajikan pasta dengan saus favorit Indah dan menciptakan suasana romantis di meja makan.

"Wow, ini kejutan!" kata Indah, tersenyum lebar melihat usaha Oniel.

"Semoga kamu suka. Aku ingin merayakan langkah kecil kita menuju perbaikan," jawab Oniel sambil menyajikan makanan.

Setelah makan malam, mereka duduk berdua di sofa, menikmati dessert sambil menonton film. Oline sudah tidur di kamar, dan ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk lebih intim.

"Terima kasih sudah berusaha, Niel. Ini sangat berarti buatku," Indah berkata sambil menyandarkan kepala di bahu Oniel.

"Untuk kamu, apa pun akan kulakukan," Oniel membalas dengan lembut, membelai rambut Indah.

Indah merasa semakin yakin bahwa mereka berada di jalur yang benar. Namun, dalam hatinya, masih ada kekhawatiran tentang masa depan. Bagaimana jika masa lalu kembali menghantuinya? Bagaimana jika ada godaan untuk kembali ke dalam lingkaran ketidakpastian?

"Tapi, Niel, kita perlu berkomunikasi lebih baik lagi," Indah melanjutkan. "Aku ingin kita bisa berbicara tentang apa pun, bahkan hal-hal yang sulit sekalipun."

Oniel mengangguk. "Ya, setuju. Kita harus selalu ada untuk satu sama lain, apa pun yang terjadi. Dan jika ada yang membuatmu tidak nyaman, kita harus langsung bicarakan."

Indah tersenyum, merasa optimis. "Mari kita mulai dari sini. Kita bisa jadi lebih kuat jika kita saling mendukung."

Malam itu, mereka berbagi harapan dan impian masing-masing, berjanji untuk menjaga satu sama lain. Meskipun ada perjalanan panjang di depan mereka, Indah merasa ada cahaya di ujung terowongan. Mereka sedang membangun kembali kepercayaan, dan ia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

Bersama-sama, mereka berusaha untuk mengatasi segala kesalahpahaman, satu langkah kecil demi langkah kecil.

KesalahpahamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang