Prolog

86 16 27
                                    

"Orang bilang bahagia itu tidak perlu uang, tapi bagiku uang bisa menghadirkan kebahagiaan."

Gadis mungil yang tingginya tidak lebih dari 150 cm, yang mungkin bisa saja setara dengan botol mixue ini kedapatan sedang mengelap peluh akibat kerjaannya di luar ruangan. Berkutat dengan stang motor, ditemani oleh hiruk pikuk ibu kota, bersanding dengan polusi dan terik matahari bahkan tak mampu melunturkan semangat si gadis yang kini sedang menghitung lembaran uang. Wajahnya yang kucel akibat tak memakai sunscreen itu tampak sumringah.

Terbesit sedikit rasa capek, namun segera dialihkan menjadi sebuah rasa kebanggan tersendiri karena berhasil mengumpulkan uang yang lumayan banyak ini. Lembaran Rupiah yang terasa begitu sulit didapatkan, entah bagaimana bisa benda itu yang diidam-idamkan banyak orang. Tapi ada sebagian lagi yang mengatakan jika uang bukan segalanya, serta merta Shanna menjadi mendidih ketika mendengarnya.

Hei! uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang!

Shanna ingin sekali memukul wajah orang yang mengatakan kalimat itu dengan jaket berwarna hijau merk sebuah aplikasi yang lusuh miliknya. Uang adalah segalanya! Karena butuh uang juga memangkas hidupnya menjadi cepat tua karena dirinya kurang perawatan dan bekerja keras karena kekurangan uang!

Shanna Aileen Chloe tertawa puas, seperti seorang mucikari yang berhasil meraup banyak uang dari para anak buahnya. "Gila, nyari uang susah juga, ya," katanya sembari melipat uang dan dimasukkan ke dalam tas. "Tapi not bad-lah, lumayan juga buat bisa bayar hutang."

"Woy! Jangan kabur!"

Teriakan itu menyadarkan Shanna dari angan-angannya, gadis itu melirik seorang pria paruh baya yang berlari dari gate parkir, namun siapa sangka sebelum berhasil mendekat ke arah Shanna, si pria paruh baya berkumis dengan perut buncit itu terjatuh karena tertimpa palang parkir. Benda persegi panjang itu membuat si pria paruh baya itu tersungkur karena menghantam tepat di kepalanya.

Shanna hampir tersedak tawanya sendiri sebelum bergegas melajukan motor bebeknya dengan kecepatan penuh. "Mampus anjir!" Untungnya karena mempunyai feeling yang tajam, Shanna sengaja memarkirkan motornya di pinggir jalan untuk berjaga-jaga menghadapi situasi seperti ini.

Samar-samar ia mendengar suara dari si pria paruh baya yang berteriak penuh emosi. Shanna masih merespon dengan tawa namun tak bisa dipungkiri jika hatinya dag dig dug ser saat dikatai penipu oleh pria itu. Shanna sudah berulang kali melakukan hal ini dan dikatai dengan perkataan yang kotor tak pantas.

Sudah menjadi pekerjaan selingannya untuk menjadi teman kesepian para pria lajang -ada yang benar masih melajang dan ada juga yang mengaku lajang padahal sudah punya cicit- , Shanna juga sering mendapat perlakuan tak pantas yang diminta lebih dari sekedar menemani.

Shanna ya tidak mau menjadi wanita malam atau wanita simpanan. Biasanya Shanna menjadi teman curhat atau sebatas teman main kartu remi, catur bahkan biliyard saja, tapi tentu dengan bayaran yang setimpal. Kadang Shanna juga berperan sebagai pacar pura-pura atau bahkan mendapat job untuk mengambil rapor siswa yang orang tuanya berhalangan hadir.

Sebenarnya jobdesk Shanna banyak sekali. Tapi tenang saja, ia tidak menjual diri kok. Hanya sedikit memakai instingnya untuk survive di ibu kota yang lumayan kejam, Shanna berhasil menjalankan semua jobdesk-nya tanpa terkecuali.

Shanna bergerak menjauh, diiringi dengan bunyi riuh klakson ia membelah padatnya lalu lintas dengan gesit. Menyalip dari kiri ke kanan, menghindari kendaraan lalu lalang dan menembus langit cerah yang seakan menjadi naungan di kota ini. Di sisinya, sebagai pemandangan tak kalah menakjubkan dari icon utama dari kota ini, terdapat gedung-gedung pencakar langit yang begitu mewah dan memanjakan mata. Tiap sisi dari bangunan kaca itu terlihat menyilaukan mata, untuk sesaat pikiran Shanna hampir melanglang buana.

my driver is beautiful Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang