Epilogue

215 38 6
                                    

"Aku sudah tidak sabar, rasanya jantungku akan ikut meledak setelah ini."

"Kau akan segera kembali melihat dunia, Khao. Kau senang?"

Dgn menggoyang-goyangkan ujung pakaian yg dikenakan oleh First, Khaotung tidak pernah kehilangan senyumnya.

Setelah memutuskan untuk kembali bersama, First benar-benar menepati janjinya. Apapun akan dia lakukan untuk kebahagian Khaotung. Salah satunya dgn mencari donor mata untuk belahan jiwanya itu.

"Saya akan membukanya secara perlahan. Setelah perbannya terlepas sempurna, anda bisa mencoba membuka mata dgn hati hati."

Hari ini adalah hari dimana Khaotung akan mendapatkan kembali penglihatannya setelah beberapa minggu yg lalu melakukan operasi mata.

Sementara dokter sedang membuka perban dimata Khaotung, First mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya.

Sebuah kotak beludru berwarna merah lengkap dgn cincin didalamnya dia siapkan tepat didepan wajah Khaotung. Yah, dia akan melamar Khaotung tepat ketila Khaotung pertama kali membuka matanya nanti. Jujur saja itu membuat hatinya semakin berdebar tidak karuan.

"Ada apa?"

Senyum First luntur seketika karena Khaotung tidak bereaksi apapun setelah perbannya terlepas.
Ada apa ini?
Harusnya dia sudah bisa melihat sekarang, kan?
Apa operasinya tidak berjalan dgn benar?

"Apa perbannya sudah dibuka? Kenapa masih gelap?"

First meletakan kembali cincin yg dia pegang sejak tadi. Fokusnya kembali pada Khaotung yg menatap kosong padanya. First meraup wajah Khaotung, dia gagal membawa dunia untuk pujaan hatinya.

"Tidak apa, kita bisa mencobanya lagi nanti. Akan kucarikan mata yg lebih indah untukmu."

First membawa Khaotung kedalam dekapannya, mereka masih bisa berusaha lagi setelah ini.

Ditengah kesedihan yg dirasakan oleh First, tiba-tiba saja Khaotung tertawa dan membuat First terkejut dgn hal itu.

"Khao.."

Khaotung masih menertawai First dgn kebingungan yg tergambar jelas pada wajah tampannya.

"Aku bisa melihat First, aku sembuh."

Tubuh First lemas hingga ambruk keatas lantai sementara Khaotung masih saja terus tertawa dgn bahagia. Hampir saja First kehilangan kepercayaan dirinya karena gagal membuat Khaotung melihat lagi.

"Kau membuatku takut, Khao."

First menatap Khaotung tidak percaya, bisa bisanya Khaotung mengerjainya seperti itu.

"Kemarilah... Aku hanya bercanda, maafkan aku."

Khaotung menarik tangan First agar kembali berdiri. Diusapnya wajah tegang First agar kembali tersenyum.

"Ayo singkirkan wajah kesal itu, tersenyum."

"Nyawaku hampir saja melayang karena mu."

"Maafkan aku, aku tidak akan melakukannya lagi."

Khaotung mengecup singkat bibir First membuat pria itu kembali tersenyum dan memeluk Khaotung lega. Usahanya tidak sia-sia, Khaotung kembali mendapatkan penglihatannya dgn sempurna. First benar-benar berterima kasih kepada Tuhan karena memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya.

"Sekarang ayo pasangkan cincinku, bukankah kau ingin melamarku?"

"Ah aku hampir lupa tentang hal itu."

First melepaskan dekapannya dari Khaotung. Tangannya mengulur meraih cincin yg dia letakkan diatas ranjang rumah sakit.

"Khaotung, kau harus menikah denganku karena aku tidak menerima penolakan."

KARMA (FirstKhaotung) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang