Chapter 6

639 59 14
                                    

"Hati-hati ini masih panas."

Semangkuk besar sup ayam dgn asap yg masih mengepul diatasnya diletakkan perlahan diatas meja lengkap dgn Khaotung yg sudah duduk dibelakangnya.

Setelah memutuskan untuk meninggalkan First satu bulan yg lalu, Khaotung memutuskan untuk menyewa rumah kecil dipinggiran kota dgn bermodalkan uang yg dia ambil dari lemari First sebelum pergi.

Khaotung pergi hanya membawa tubuhnya. Uang yg dia ambil dia gunakan untuk melunasi sewa rumah selama setahun kedepan, sementara sisanya dia gunakan untuk membeli beberapa pakaian dan memenuhi kebutuhannya untuk makan.

"Makanlah secara perlahan."

Ken.. Pria 32 tahun yg tidak lain adalah sopir pribadi Aleena adik perempuan First. Singkat cerita Ken juga lah yg membantu Khaotung pergi meninggalkan rumah First malam itu.

Awalnya dia menolak dan memohon pada Khaotung untuk tidak pergi. Namun setelah mendengar semua yg di ceritakan oleh Khaotung, pria itu mulai iba dan memutuskan untuk membantu Khaotung. Dengan syarat Khaotung harus membiarkan Ken untuk tetap menjaga dan mengawasinya. Meskipun tidak setiap hari datang, tapi Ken slalu menyempatkan diri untuk menemui Khaotung meskipun hanya sekedar untuk memastikan apakah Khaotung sudah makan atau belum.

Walaupun Ken tau nyawanya yg menjadi taruhan karena menyembunyikan Khaotung, tapi dia tetap melakukannya. Karena dia tau akan lebih buruk nantinya jika terjadi sesuatu pada Khaotung, karena First sangat mencintai pria itu.

"Terima kasih."

Dengan semangat Khaotung menyendok makanannya, memasukkannya kedalam mulut lalu mengunyah dgn gembira. Sudah beberapa hari Khaotung sangat menginginkan sup ayam.

Tiga puluh hari setelah tidak lagi berurusan dgn First, rasanya sudah tidak terlalu sulit. Khaotung menjalani hidupnya dgn normal. Bayi kecil yg sedang tumbuh didalam perutnya juga sudah tidak menyusahkannya lagi, tidak lagi mual atau semacamnya. Dua hari yg lalu dia juga pergi untuk memeriksakan kandungannya dgn ditemani oleh Ken.

Meskipun hanya sebesar biji kacang tanah dgn wajah yg belum sempurna, melihat anaknya tumbuh dgn baik membuat Khaotung menitihkan air mata bahagianya. Sempat terlintas dalam benaknya, apakah First juga akan merasakan hal yg sama ketika melihat perkembangan anaknya. Namun pikiran itu segera dia singkirkan, First tidak berhak mengetahui apapun tentang anak mereka.

"Tuan First baik baik saja meskipun amarahnya samakin sering meledak belakang ini. Nona Aleena juga baik-baik saja, dia berhasil masuk ke universitas yg sama dgn kakaknya."

Melihat Khaotung yg tiba-tiba terdiam ditengah santap siangnya, Ken kembali mengeluarkan suaranya. Meskipun Khaotung tidak pernah membicarakan tentang First dan Aleena, Ken tau Khaotung masih memikirkan mereka. Sebisa mungkin Ken slalu memberitahu tentang keadaan keduanya meskipun Khaotung tidak pernah menanyakannya.

"Dia memang tidak pernah berubah, mudah sekali marah dan...." Khaotung tidak melanjutkan apa yg ingin dia katakan, "aku tidak peduli, lupakan saja." Kembali memasukkan sendok kedalam mulutnya, Khaotung tidak ingin lagi membicarakan apa yg ada dalam pikirannya.

"Baiklah baiklah. Saya harus pergi, nona Aleena ingin pergi berbelanja. Besok saya akan datang lagi, apa anda ingin saya bawakan sesuatu?"

"Tidak terima kasih. Jangan terlalu sering menemuiku, mereka akan mencurigaimu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu karena mengetahui keberadaanku."

"Saya akan lebih menyesal jika tidak memastikan sendiri kalau anda baik baik saja."

Setelah memastikan Khaotung menghabiskan makan siangnya dan pergi beristirahat setelahnya, Ken segera berpamitan dan kembali menjadi sopir pribadi Aleena yg tidak tau apapun tentang keberadaan Khaotung.

KARMA (FirstKhaotung) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang