25 Januari. 42 tahun.
Tetesan salju perlahan jatuh, mendarat di atas mantelku yang sudah berat karena lapisan es tipis. Langkah kakiku tak terdengar di atas salju, tetapi di dalam dadaku ada gemuruh yang tidak bisa kuabaikan. Tetsu no Kuni —tanah ini, dengan puncak gunung yang menjulang, putih bersih, dan udara yang mematikan— tak ubahnya seperti apa yang ada di dalam hatiku. Beku, sepi, tak ada kehidupan.
Lebih dari enam tahun aku berjalan di bawah langit seperti ini, dalam keheningan yang menusuk lebih dalam dari pedang manapun. Namun rasa sakit itu tak pernah pudar.
Hinata. Aku pikir, waktu akan menumpulkan rasa itu, bahwa lambat laun luka ini akan sembuh. Tapi, nyatanya justru sebaliknya. Semakin lama aku menjauh, semakin keras rasa sakit itu mencengkeram hatiku. Dan cinta… cinta itu, bukannya berkurang, malah semakin menyesakkan.
Hari demi hari, kerinduan padanya dan keluarga yang kutinggalkan menjadi duri yang tak bisa kucabut. Setiap kali aku teringat senyumnya, suara lembutnya, aku teringat juga saat dia menyuruhku pergi, bagaimana tatapan matanya waktu itu… seolah dia tahu aku tak akan kembali.
Angin Tetsu no Kuni menusuk tulang, tapi itu bukan apa-apa dibandingkan dengan dingin yang menempati hatiku. Dingin yang tak bisa kulawan. Dingin yang, entah kenapa, selalu mengingatkanku pada Hinata.
Kenapa rasanya sesakit ini? Mungkin karena, meskipun aku mencoba keras untuk melupakannya, kenangan itu tetap hidup. Setiap malam di pengasingan, setiap misi yang kulakukan, wajahnya tak pernah jauh dari pikiranku.
Aku mengerutkan dahi, melihat ke sekeliling. Orang-orang di sini tak berbeda jauh dengan bayanganku. Mata mereka kosong, tak ada yang tersisa selain tubuh yang bergerak tanpa tujuan. Mereka tak benar-benar hidup. Mereka adalah bayangan dari apa yang dulunya manusia. Shinobi, warga biasa, para pelancong… semua seperti ini. Apa yang telah terjadi di sini?
Kakiku membawaku melintasi desa-desa kecil yang terisolasi di lembah bersalju. Orang-orang bergerak perlahan, tersaruk-saruk, seolah jiwa mereka sudah diambil, direnggut dari tubuhnya. Wajah-wajah itu... kosong, tanpa harapan. Pikiranku segera berlari ke Konoha. Bagaimana jika hal seperti ini terjadi di sana? Bagaimana jika Boruto atau Himawari yang menjadi seperti ini? Aku mengepalkan tangan, menghentikan diriku dari bayangan mengerikan itu. Tidak. Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi.
Tapi di sini, di tempat ini, orang-orang sudah tidak punya apa-apa lagi. Kecanduan yang disebabkan oleh obat ini telah merampas segalanya. Konoha… perang saja tidak seburuk ini. Perang bisa dihentikan, tapi kehancuran seperti ini... aku bahkan tidak tahu bagaimana memulainya.
Aku mengirim pesan pada Shikamaru, meski jari-jariku hampir mati rasa karena dingin. "Bos besar di balik ini seorang ahli Genjutsu. Masih butuh waktu untuk menggali lebih dalam."
Balasannya datang cepat. "Pastikan kau menemukan semua yang kita butuhkan. Ini bisa jadi lebih buruk dari yang kita duga."
Aku mendengus, lalu melangkah lebih dalam ke jantung masalah. Benteng itu tersembunyi di antara gunung-gunung, di tempat yang hampir tak bisa dijangkau manusia biasa. Tapi aku tahu, di dalamnya ada jawaban atas apa yang menyebabkan kehancuran ini.
Obat itu… mereka bilang bisa menghapus rasa sakit dan kepedihan. Melenyapkan trauma yang dialami para shinobi yang terjebak di kegelapan perang. Tapi… apa itu benar? Saat aku mendengarkan percakapan di dalam benteng, aku mulai merasa goyah. Mungkin, obat ini adalah jalan keluar bagi mereka yang ingin melupakan.
Termasuk aku.
Berdiri di tepi tebing bersalju, aku memandang ke kejauhan. Sejauh mata memandang, hanya ada salju dan angin. Tempat yang beku ini seperti gambaran hidupku—terkunci dalam masa lalu, tak bisa maju, tapi juga tak bisa benar-benar kembali. Jika ada cara untuk menghapus semua itu, untuk melupakan semua rasa sakit ini… bukankah itu lebih baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aishiteru de, Gomenasai (Sorry, But I Love You)
FanfictionCover by Taara Uchiha adalah pendengki terbesar yang ada di muka bumi. Seperti Indra kepada Ashura... Seperti Madara kepada Hashirama... Dan sepertiku kepada Naruto.