Traitor

6.2K 641 140
                                    

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Part II in the air gaes.

Enjoy
.
.
.

23 Maret. 33 tahun.

Uap macha mengepul dari cangkir di depanku.

Aroma nasi hangat dan misoshiru menyeruak dari tungku.

Sunyi. Seperti seharusnya pada pukul enam pagi. Hanya suara detik dari jam dinding yang terdengar.

Boruto dan Himawari mungkin masih terlelap.

Aku, duduk sendiri di meja makan kediaman Uzumaki. Memakai pakaian Rumah Sakit yang tipis, terlihat kacau, dengan bekas darah di wajah.

"Sebentar lagi mereka bangun."

Hinata yang terlihat begitu lelah dan getir, memasuki dapur. Kimono yang dipakainya saat di pemakaman, berubah menjadi baju rumahan biasa.

"Apa matamu masih terasa sakit, Sasuke-san?" tanya Hinata, memakai apron berwarna krem dengan gerakan anggun.

"Tidak," jawabku.

Harusnya aku yang menanyakan hal itu. Warna keunguan menghiasi bawah matanya. Bengkak, mungkin karena terlalu banyak menangis.

Hinata memotong sesuatu di atas talenan. Menimbulkan bunyi beraturan yang menggelitik syaraf. Menenangkan. Memuaskan.

Suara ikan goreng yang berdesis dalam wajan, suara mendidih dari panci, serta suara sayuran yang dipotong di atas talenan membuatku mengantuk. Menenangkan, melenakan.

"Aku tidak tahu kau sudah sadar dari koma," gumam Hinata. Tangannya masih memotong sesuatu dengan pisau. "Boruto selalu berada di Rumah Sakit tapi kemarin ia sedang menjalankan misi tingkat C."

"Hn..."

Aku menghela napas. Menghirup aroma dapur ini dalam-dalam.

"Aku turut berduka cita, Hinata..."

Hinata menghentikan gerakan pisaunya. Bahu ringkihnya menegang. Walaupun wajahnya tak terlihat dari sudut pandangku, dapat kutebak air mata mulai berkumpul di pelupuk matanya.

Satu menit, dua menit, lima menit kubiarkan Hinata terpekur dengan kecamuk pikirannya.

Dia bisa memikirkan apapun yang ia inginkan.

Aku tak keberatan. Seperti ini saja, aku sudah merasa bersyukur.

Aroma hangus tercium dari penggorengan.

Saat itu ia tersadar. Buru-buru ia mengangkat ikan yang berwarna cokelat tua dan meletakkannya ke atas piring.

"G-gomenasai..." bisiknya.

Untuk apa ia meminta maaf?

Walaupun ia menghanguskan setiap ikan yang dimasak seumur hidupnya, aku tak akan keberatan.

Jadi untuk apa dia meminta maaf?

Hinata berjalan menuju meja makan. Membawa mangkuk dan peralatan makan.

Aku berdiri. Menimbulkan bunyi derit dari kursi kayu. "Biarkan aku membantumu."

Mata Hinata melebar. Mata yang dulu bersinar, sekarang terlihat kosong. Memandangku penuh dengan tanya.

"Tidak perlu repot-"

Aku menata peralatan makan di meja. Tak memedulikan perkataannya.

"Kau salah menatanya, Sasuke-san..."

"Apa yang salah?"

"Kau harus meletakkan sumpit dan sendoknya di sebelah kanan."

Oh. Tentu saja. Aku kidal, ingat? Walaupun sudah lima belas tahun kehilangan tangan kiri, aku lebih suka jika meletakkan sumpit di sebelah kiri.

Aishiteru de, Gomenasai (Sorry, But I Love You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang