6.

109 13 1
                                    

..

"Bagaimana menurutmu?"

Pria kurus berdiri menyandar pada dinding tembok. memainkan sebotol formula dengan pandangan yang serakah.

"Apa maksudmu?" Jawab Pria dengan luka, yang tengah duduk di bebatuan besar, di sisi genangan air.

Si Pria kurus menggenggam botol itu dengan mantap. "Apa lagi? ___tentu saja menjemput rekan kita."

Pria dengan luka mengusap mulutnya. "Aku cukup sibuk untuk melakukan hal-hal tak berguna seperti itu."

Helaan nafas membuat Pria kurus itu terkekeh. Tak ada gunanya menolak, Pria itu tetap mengikuti apa mau si Pria kurus, meskipun dengan tawaran.

Tentu saja, jika tidak mana mau.

"Kemana dia pergi?"

Tanya Pria dengan luka di wajah. Membuat Pria kurus mengernyit. "Tentu saja ke Istana, kemana lagi Dia akan pergi?"

Di saat mereka berjalan. Beberapa hewan berlari, bersembunyi dari mereka. Hewan-hewan buas menggeram, tanda merasa terancam.

Seperti apa rasanya di takuti? Goa itu bukanlah tempat yang dapat mengikat mereka.

Seperti halnya Cesselie yang tak akan bisa sembunyi darinya. Tidak, bagaimana mereka tahu bahwa Cesselia berada di Istana?

Kemungkinan apa yang dapat membuat mereka merasa begitu percaya diri bahwa dugaan mereka benar?

Dengan itu, Cesselie mendapatkan perasaan tak nyaman. Seperti seolah kabar buruk tengah berjalan ke arahnya.

Maka, Cesselie segera bangkit. Berfikir keras apa yang harus Ia lakukan untuk menyelamatkan diri, firasatnya itu tak boleh di abaikan.

..

Beberapa mentri tengah berkumpul, di pimpin oleh Raja yang tengah menyampaikan segala keluhannya.

"Bagaimana bisa semuanya belum selesai juga? semuanya sudah memiliki tugas masing-masing." Katanya dengan helaan nafas kasar.

Dia menatap para bawahannya satu persatu. Gebrakan meja mengejutkan mereka. "Kalian sudah di beri petunjuk, Permohonan kalian sudah di izinkan, dukungan sudah di beri! apa yang kurang?!"

Memang benar, masalah yang tengah di tugaskan pada mereka untuk di selesaikan sudah berjalan hampir 17 bulan, namun tak ada tanda-tanda kemajuan, hingga Raja pun heran, mengapa bisa demikian?

Kemurkaan itu membuat mereka yang berkumpul menundukkan kepala. Mengepalkan tangan yang bersembunyi di bawah meja.

Itu sungguh penghinaan yang membuat mereka malu pada diri sendiri, memang dasarnya permasalahan itu begitu sulit untuk mereka tangani, hingga Raja pun, sebenarnya ingin turun tangan, terhalang mereka yang memohon Raja untuk tidak perlu mengotori tangan.

Menteri Pembangunan mengangkat tangan, mengambil atensi Raja yang kini menatapnya dengan alis yang mengerut.

"Salam yang mulia Raja. Kalau tidak keberatan, apa boleh saya mengusulkan pendapat Saya?"

Raja terus menatapnya. Dengan itu Mentri pembangunan terdiam untuk sepersekian detik.

"Seperti apa?"

Mentri Pembangunan terbatuk kecil. "Contohnya, seperti mengirim beberapa Pangeran untuk penyelesaian, karna Kami tidak begitu lihai dalam mengerjakannya."

Mentri Pembangunan terdiam cukup lama, dengan nama Roberto sebagai nama panggilan, dia berusaha membujuk Raja.

Namun alih-alih memberi jawaban, Raja balik bertanya. "Mengapa mereka harus melakukan itu?"

Mentri Roberto menelan salivanya, "Saya pikir itu bisa membantu mereka, untuk unjuk kemampuan, bagaimanapun, mereka akan menjadi penerusmu, Yang Mulia."

"Jadi, kita bisa menilai, siapa yang paling pantas, yang bisa mendapatkan mahkota di kepalanya."

Raja mengusap dagunya. Membiarkan juru bicaranya menimbang keuntungan dan kerugian untuk keluarga kerajaan jika dia membiarkan para anaknya turun tangan.

Biasnya kepada salah satu anaknya tentu sudah di baca oleh beberapa mentri, tentu Raja menginginkan Pangeran pertama, yang terlihat begitu menjanjikan.

Dan dengan begitu, mereka bisa melihat, siapa yang dengan bijak dan lugas menyelesaikan tugas, dengan benar.

Meskipun memang benar, Pangeran pertama begitu terlihat menjanjikan, seperti pendaapt Raja tahun lalu.

Tapi potensi dari Pangeran lain, yang tertutup akibat Raja yang terlalu banyak memberi dukungan pada Anak itu, membuat mereka seolah di paksa tenggelam.

Salah satu dari mereka menatap Raja dengan perasaan yang tak nyaman, menyia-nyiakan segala usaha yang ia abdikan padanya, karna harapannya tak di realisasikan.

Pantas saja, Cesselie lebih terlihat tidak perduli, karna bagaimanapun, seberapa banyak usaha yang di lakukan, tak akan bisa di terima, karna keputusan Raja yang tak seimbang.

Menyebalkan, dan menyedihkan.




..




Cesselie mengangguk saat juru bicaranya menjelaskan apa yang beberapa hari lalu di jelaskan di ruang rapat Raja.

Seperti yang di ketahui, ujukan Mentri di terima. Dan para Pangeran akan di tugaskan sesuai dengan apa yang di bagikan.

Dan Cesselie harus menerima fakta bahwa harus berkunjung, bersama Pangeran pertama.

Itu cukup mengejutkan, hingga Cesselie berfikir, apa sebenarnya mereka tengah berusaha mempermalukannya?

Dia tentu sadar, segala sesuatu yang terjadi telah di rencanakan oleh pihak pertama. Dan itu cukup mengejutkan saat Cesselie ternyata masih di anggap, setelah adegan pembangkangannya beberapa waktu lalu.

"Lalu, kapan perjalanan akan di lakukan?" Tanya Cesselie.

Timbal balik dari rasa terkejut, Juru bicaranya terkesan tak memiliki harapan bahwa Cesselie akan dengan mudah menyetujui perintah tersebut.

"Maaf yang Mulia?" Tanya Juru bicara, mengulang.

Alis Cesselie sedikit bergerak, tanda tak suka dengan pengulangan. Hingga Juru bicaranya gugup dan memohon maaf kembali.

"Minggu depan, sebelum perjalanan di mulai, Pangeran harus mencari cara untuk menyelesaikan konflik, begitu pun dengan yang lain."

Cesselie mengangguk, tanda bahwa dia menyuruh juru bicara untuk melanjutkan apa yang akan di sampaikan.

"Berapa banyak pelayan yang bisa ku bawa?"

Bukan pertanyaan lain, melainkan pertanyaan yang membuat juru bicara skeptis di buatnya.

Apakah tidak ada yang lebih penting dari apa yang sudah terjamin?



..

AerethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang