..
Sia-sia saja kekhawatirannya. Winston kini duduk di hadapannya dengan luka di lengan kanannya.
Dengan Cesselie yang (memaksa) untuk mengobatinya, tentu Winston hanya bisa pasrah, terhadapa perlakuan kecil penuh perhatian dari adiknya.
Sejak kapan ia mau bersentuhan dengan anak itu? cukup mengejutkan jika dia tiba-tiba saja menurut akan keinginan yang Cesselie lontarkan.
Suara burung camar menjadi suara dasar yang mereka dengar, menjadi lebih tenang ketika suara angin berhembus ringan.
Winston mengamati wajah kecil Cesselie dari atas, tiupan kecil yang keluar dari belah bibir adiknya membuat Ia tanpa sadar tersenyum, sampai Ia tersadar dan kembali menetralkan raut wajahnya.
Menarik tangannya dengan kasar, Winston mengacuhkan Cesselie dengan berpura-pura fokus pada pemandangan di luar jendela.
"Apa kamu tahu dari mana mereka berasal, Kak?"
Mendengar pertanyaan itu, alih-alih menjawab, Winston malah gugup dan berakhir tak bisa menatap Cesselie. Dia terbatuk kecil untuk menghilangkan rada tak nyaman di tenggorokannya.
Namun, atas wajah penasaran Cesselie yang seolah memohon padanya, Winston pada akhirnya menghela nafas. "Kamu tidak perlu tahu, lagi pula untuk apa kamu tahu?"
Cesselie yang mendengarnya menunduk sedih, apa Ia sangat terlihat tidak kompeten bagi Winston hingga Dia berujar seperti itu?
Lalu, Winston terbatuk lagi. "Itu tidak seperti, Aku akan mengijinkanmu melawan mereka."
Sumbarnya dengan gelagat canggung. Matanya melirik Cesselie yang mengangkat kedua alisnya.
"Itu karna Kamu lemah, jangan perfikir karna aku peduli padamu." Katanya cepat.
Ketukan pinty membuat Cesselie menoleh, Yohanes memanggilnya, mempersilahkan dia untuk keluar.
"Beristirahatlah, Pangeran. Tenda sudah di dirikan."
Cesselie menerima ajakan Yohanes yang menuntun tangannya. "Mengapa hanya ada 2, Yohan?"
Yohanes sekilas memandang Cesselie, sebelum mengangguk. "Di sebelah kiri, milik Pangeran pertama. Di sampingnya milikmu."
"Lalu, kami akan berjaga di luar, untuk memastikan tidak ada bahaya saat Anda dan Pangeran pertama beristirahat."
Cesselie mengernyit mendengar pernyataan Yohanes, hawa dingin terasa menusuk, seolah berusaha merasukinya, berusaha memeluknya erat.
"Tapi ini sangat dingin, tidakkah, kalian juga butuh istirahat?"
Yohanes menghela nafas. "Pangeran, kami akan bergantian ___silahkan masuk ke dalam tenda, dan segera beristirahat, agar besok pagi petang, kita bisa kembali melanjutkan perjalanan."
Cesselie mencebik, namun tetap mendengarkan saran dari Yohanes, sembari melirik tenda Winston yang sudah gelap.
Sedangkan di kamar Winston, dia tengah membaca buku, di bawah penerangan remang. "Sudahkah, Anak kecil itu masuk tenda?"
Zekhi, mengangguk. Dia mundur dan berkata. "Pangeran Cesselie sudah masuk ke tenda, jadi mohon Pangeran, tidurlah, ini sudah larut malam."
Winston bernafas lega. Dia menutup buku dan menaruhnya dengan pelan.
"Tunggulah di luar tenda, jaga juga Anak kecil itu." Katanya, menyuruh Juru bicara pribadinya.
Zekhi mengangguk. menerima perintah dengan hati lapang. Keluar dari kamar dan bertemu Yohanes.
"Bagaimana?" Tanya Zekhi. Berdampingan dengan Yohanes.
"Tidak sesulit itu, Beliau cukup lunak akhir-akhir ini." Jelasnya.
Yohanes tetap bersiaga, berbincang-bincang. Dekat dengan juru bicara lain adalah hal yang tidak seharusnya, atau memang tidak lazim.
Bagaimanapun, jika dalam politim keduanya berada di kubu yang berbeda. Namun mengingat Pangeran Winston tak pernah ada niatan menyakiti Tuannya, Yohanes lebih lega. Meski tetap menerapkan kewaspadaan tingginya.
"Siapa tadi?"
Zekhi melirik Yohanes, merasakan kekhawatiran pada pandangan Yohanes terhadap Cesselie membuatnya merasa Tuannya pun sama seperti Yohanes yang juga mengkhawatirkan Anak itu.
Cukup mengagumkan, karna hanya Pangeran Cesselie yang terus di awasi oleh Pangeran pertama. entah karna takut akan perebutan kekuasaan, atau memang murni perhatian.
"Kartel."
Yohanes mengernyit. "Ini tidak seperti kita tengah berjalan untuk menjual sesuatu." Ujarnya, lalu melirik sinis setelah mendengar jawaban Zekhi.
Zekhi mengendikkan bahu sembari berucap. "Mana mereka tahu."
..
Mereka benar-benar kembali melanjutkan perjalanan pada pagi petang, gelap dan suara hewan hutan yang saling menyahut.
Beberapa kali mendengar auman serigala yang cukup membuat mata Cesselie beberapa kali melebar, akibat terkejut.
"Bukan bakatku melakukan hal-hal seperti ini." Cesselie bergumam.
kembali duduk berhadapan dengan Winston di dalam kereta kuda yang membuat perut Cesselie mual lagi.
"Lantas mengapa kamu pergi?" Timpal Winston.
Wajahnya menggambarkan kekesalan, yang Cesselie sendiri entah tak mengerti.
"Kamu terlihat kesal, apa kamu merasa di repotkan olehku?" Cesselie bertanya.
Entah karna dia yang penasaran, atau memang Ia yang terlalu berani. Sedangkan Winston segera menatapnya dengan tajam.
"Tutup mulutmu, diam dan tidurlah, dari pada mengganggu ketenanganku."
Sinar terang mulai menyinari, menyapa Cesselie yang tengah memperhatikannya dengan seksama.
Sinar matahari di pagi hari terasa menghangatkan, tidak seperti di siang hari yang terasa begitu panas dan menyengat.
Seperti Winston yang seolah kesal padanya, Cesselie berharap bisa tahu alasannya, dan segera pergi dari hadapan winston yang kini lebih memilih memejamkan mata, dari pada indahnya ujung kepala matahari.
Tapi bagaimana lagi, seberapa jauh jarak yang perlu di tempuh, pun. masih tak ia ketahui, apalagi berharap yang tidak-tidak.
Lagi pula, jika sendirian di hutan, mana mungkin Ia bisa bertahan hidup. Mimpi.
..
KAMU SEDANG MEMBACA
Aereth
FantasyDia tidak bodoh, Dia tahu berada di tempat asing, yang bukan asalnya.