"Sialan Run, aku cari kamu kemana-mana, telefonin kamu bahkan orang tua kamu khawatir dan kamu malah nunggu aku di sini?!" Raka tak menyangka lagi-lagi Aruna menunggu di rumahnya. Berjongkok dan kedinginan di sana.
Ah, Raka hampir hilang akal kalau saja ia tak kembali kesal karena Aruna mematikan ponselnya dan membuat semua orang khawatir. Dimana otak gadis itu sebenarnya.
Menangis sambil berhadapan dengan Raka, Aruna menjawab. "Aku kan udah bilang, aku akan berusaha buat kakak mau bertanggungjawab?"
"Dan kamu melakukan hal bodoh ini? Percuma Aruna, mau sampai kamu mati kedinginan di sini pun, aku nggak mau tanggung jawab kecuali kamu gugurin anak itu!" Raka tahu ucapannya kasar, tapi Aruna harus dibilangin dengan tegas agar tidak ada yang tersisa dari harapannya itu.
"Kak..." Aruna menangis lagi.
"Kenapa? Mau bilang aku jahat! Yah bilang aja. Aku bahkan lebih jahat dari ini Run. Jadi sebelum aku bertambah marah, gugurin kandungan itu. Ngerti?!"
Hati nurani? Raka tidak peduli itu. Ia tidak suka hubungan rumit, bayi dan gadis cengeng seperti Aruna yang mengelilingi hidupnya. Raka membenci itu. Hidupnya sudah rumit ia tidak mau menambah beban hidupnya lagi.
"Sekarang pulang, aku akan suruh supir buat antar kamu. Dan besok kesempatan terakhir kamu, buat mengandung anak itu. Sekarang nggak ada permintaan lagi, aku bakal paksa kamu kalau perlu."
"Kak ini nggak adil, ini-" Aruna menangis panik sambil berusaha menggapai Raka, tapi pemuda itu memilih mundur dan memanggil supirnya.
"Pak, antar dia pulang ke rumahnya." titah Raka.
"Iyah Den." Dengan sigap, Supirnya mengambil alih kunci mobil dari tangan Raka. Lalu Raka menarik lengan Aruna untuk masuk ke dalam mobil secara paksa.
"Nggak kak, aku nggak mau-" Aruna semakin menangis.
"Jangan bantah aku Runa. Pulang sekarang!" ucap Raka sambil membanting pintu mobil itu.
"Jalanin mobilnya pak." Sopir yang sudah di kursi kemudi itu langsung melesatkan mobilnya.
Masih terdengar teriakan Aruna dari kejauhan, tapi Raka tidak peduli. Sialan, Aruna berhasil membuat amarahnya meledak. Lihat saja setelah besok semuanya akan kembali ke sediakala.
Raka tidak suka jika hidup tenangnya diusik seperti ini.
___
Satu minggu kemudian...
Raka menghilang. Ya itulah yang Aruna sadari selama dua hari ini. Setelah sebelumnya Raka memaksanya mengugurkan kandungannya, sekarang Raka menyerah.
Dua hari lalu Aruna di jemput oleh Raka memaksanya ke rumah sakit tapi karena teriakan Aruna yang meminta tolong membuat Raka tidak punya pilihan lain selain pergi meninggalkannya.
Dan satu harinya sebelum ini, Raka juga datang ke sekolahnya. Kala itu memintanya dengan lembut tapi Aruna kukuh dengan pendiriannya, Raka marah.
"Jangan hubungin aku lagi Run, aku nggak akan peduli lagi sama kamu. Besarin anak itu sendiri." Setelah itu Raka menuruninya di tengah jalan.
Dan hari ini Aruna tidak menemukan kabar pemuda itu. Sampai seminggu berlalu, Aruna menjadi panik. Ia sudah bolak-balik mampir ke rumah Raka tapi hasilnya tetap sama. Kata Satpam, sudah lima hari Raka tidak pulang. Dan Aruna pernah bertanya pada kakaknya tapi Samudera tidak mengetahui keberadaan Raka.
"Apa kak Raka beneran ninggalin aku?" Aruna memeras ponselnya ketakutan. Air matanya bahkan sudah menggenang di kelopak matanya.
Tidak, Aruna tidak sanggup menjalani ini semua sendirian. Aruna butuh Raka. Tidak menyerah Aruna terus menelfon Raka sampai panggilan yang entah mungkin keseratus kalinya barulah diangkat lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Sahabat Kakaku
Teen Fiction"Ke Kamar." "Tapi Kak-" "Mau berhenti?" Aruna menggeleng. "Aku percaya sama Kak Raka." "Jangan percaya sama aku Run." Lalu Aruna memilih mencium lelaki itu sebagai bentuk persetujuan. Hamil saat SMA tentu menjadi pukulan tersendiri untuk Aruna. Apal...