04

38 6 0
                                    

Seminggu berlalu dan Binar masih merasa gelisah. Ia sudah mengobrol dengan Sohi, tetapi pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya belum juga hilang. Saka juga masih belum kembali ke kafe, dan setiap hari yang berlalu membuatnya semakin meragukan harapannya.

Pada satu malam setelah shift-nya selesai, Binar mengeluarkan ponselnya dan menatap nomor Tara. Ia ragu sejenak, tidak yakin apakah ia membuat keputusan yang tepat, tetapi akhirnya, ia menekan "telepon."

Tara segera mengangkat telepon. "Binar! Kenapa?"

Binar menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Kayaknya gue mau ikut blind date-nya lo itu Tar"

Hening sejenak di ujung sana, lalu suara Tara yang bersemangat terdengar. "Wait, beneran? Gue gak salah denger kan, Bin? Lo beneran mau?"

Binar tertawa, meskipun terasa agak dipaksakan. "Beneran Tar. Tapi lo gak usah ngasih tau gue apapun tentang partner blind date gue nanti, kasih tau aja ciri-cirinya. Gue gak peduli juga sebenernya."

"Oke, Bin. Gue coba siapin semuanya dulu ya. Nanti gue konfirmasi ke Uchan juga. Gue yakin  lo gak akan nyesel Bin."

Binar mengangguk pada dirinya sendiri. Dia tidak melakukan ini untuk bersenang-senang, tidak juga. Dia melakukannya untuk melupakan pelanggan pendiam yang menghilang tanpa jejak. Mungkin kencan buta ini akan membantunya melupakan semuanya.

---

Di sisi lain, Saka akhirnya menutup laptopnya, menghela napas dalam-dalam. Proyeknya telah selesai—setelah berminggu-minggu bekerja tanpa henti, dia akhirnya selesai. Tekanan yang membebaninya terangkat, dan dia akhirnya bisa beristirahat. Dia punya waktu istirahat dua minggu kedepan dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia punya waktu untuk bernapas.

Saat dia bersandar di kursinya, teleponnya bergetar. Uchan.

"Sak! Udah selesai belom proyek monster lo itu?" Suara Uchan ceria seperti biasa ditambah dengan kekehan.

Saka tersenyum. "Iya, baru aja selesai tadi. Terus gue punya libur 2 minggu kedepan."

"Pas banget!" kata Uchan. Ada nada nakal dalam suaranya yang membuat Saka curiga.

"Kenapa dah, Chan? Girang banget gue denger."

"Lo gak lupa sama blind date yang kemaren gue bilang itu kan? Yang lo juga udah setuju mau ikut?"

Jantung Saka berdebar kencang. Dia hampir melupakannya. Binar. Pikirannya langsung tertuju pada barista itu, yang sudah berminggu-minggu tidak ia temui. Namun, ia tidak bisa melupakan namanya—Binar, nama yang sama yang disebutkan Uchan.

"Iya gue inget," jawab Saka, mencoba terdengar santai. "Kenapa emangnya?"

"Tadi siang Tara telpon gue, dia bilang Binar mau ikut juga."

Saka berkedip, duduk lebih tegak. "Beneran dia mau ikut?"

"Iya, jadi sekarang gue mau nyari waktu yang tepat dulu buat lo berdua ketemu. Gue sama Tara yang atur, gimana? Lo aman kan kapan aja?"

Saka ragu-ragu, pikirannya berpacu. Benarkah itu dia? Perempuan dari kafe itu? Jika iya, apakah itu berarti dia juga memikirkannya? Tapi bagaimana jika tidak? Bagaimana jika dia hanya mengharapkan sesuatu yang tidak ada?

Tetap saja, sebagian dirinya tidak bisa menahannya. "Ya, atur aja. Gue juga kan lagi libur 2 minggu" kata Saka di akhir.

"OKE! Nanti gue kabarin lo lagi ya buat detailnya. Gue yakin lo gak akan nyesel, Sak." janji Uchan sebelum menutup telepon.

Saka meletakkan teleponnya, pikirannya berputar. Dia punya waktu istirahat dua minggu ke depan, dan sekarang, sebagai tambahan, kemungkinan bertemu Binar—atau mungkin hanya memastikan apakah dia Binar yang sama yang selama ini dipikirkannya.

When Path Cross (EUNSEOKxWONBIN) (COMPLETED)  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang