07

31 5 0
                                    

Malam itu, saat Binar berbaring di tempat tidur, pikirannya masih berdengung karena kehangatan malam tadi, ponselnya bergetar. Dia tersenyum lembut, tahu persis siapa orang itu.-Saka.

Mas Saka:

"Halo, Binar lagi apa?"

Jantung Binar sedikit berdebar. Dia sudah terbiasa dengan pesan Saka di malam hari, tetapi setiap pesannya selalu membuatnya merasa istimewa.

Binar:

"Lagi tiduran aja mas. Mas Saka lagi apa? Udah sampai apart?"

Mas Saka:

"Udah 10 menit yang lalu."

"Saya juga lagi tiduran, tapi kenapa ya pikiran saya selalu ke kamu terus?"

Binar merasakan pipinya hangat, dan dia menggigit bibirnya, tidak yakin bagaimana harus menanggapi sejenak. Jari-jarinya melayang di atas layar sebelum dia mengetik.

Binar:

"Oh syukurlah. Emang mikirin apaan sih mas?"

Mas Saka:

"Mikirin kok saya ngerasa beruntung banget bisa ketemu kamu dan selalu gak sabar buat ketemu kamu."

Binar tidak bisa menahan senyum yang menyebar di wajahnya. Ia memegang ponselnya erat-erat, hatinya berdebar karena ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan. Ada sesuatu tentang cara Saka yang membuatnya merasa begitu diperhatikan, begitu disayangi, sehingga ia tidak bisa mengabaikannya lagi. Namun, masih ada bagian dirinya yang merasa tidak yakin-tentang apa yang akan dipikirkan Saka saat ia menceritakan segalanya tentang hidupnya.

Setelah ragu sejenak, ia memutuskan untuk menanyakan pertanyaan yang selama ini terngiang di benaknya.

Binar:

"Mas, boleh aku tanya sesuatu?"

Mas Saka:

"Boleh, Binar. Tapi sebelumnya, apa boleh kita ngobrol lewat telepon? Boleh saya telpon kamu?"

Setelah Binar membalas Saka dan setuju untuk itu, teleponnya berbunyi memperlihatkan nama Saka disana.

"Halo, Binar?" suara Saka terdengar disebrang sana. Binar tersenyum membalas, "Iya mas". "Jadi mau tanya apa?" tanya Saka. Binar menarik napas dalam-dalam sebelum bicara. "Gak sih mas, ini cuma penasaran aku aja. Selama ini mas gak pernah nanya kehidupan pribadi aku kan ya, apalagi keluarga aku. Boleh tau kenapa mas gak tanya-tanya soal itu?"

Ada jeda dalam percakapan itu. Ia menatap dinding kamarnya, jantungnya berdebar kencang, bertanya-tanya bagaimana Saka akan menanggapinya. Apakah Saka akan mengira ia menyembunyikan sesuatu darinya? Atau apakah Saka akan peduli dengan kehidupannya? Beberapa detik kemudian, suara Saka terdengar.

"Saya rasa kamu bisa cerita kapan aja saat kamu udah siap, Binar. Jadi saya gak mau tanya duluan, takutnya saya bikin kamu gak nyaman sama hal itu. Saya ingin kenal kamu pelan-pelan." jawab Saka dengan lembut. Binar merasakan sesuatu di hatinya, kelembutan Saka dalam berbicara, pengertiannya-itulah yang dia butuhkan, tetapi tidak pernah berani untuk berharap lebih. Dia mengerjapkan mata untuk menahan air matanya, tetapi air matanya tidak bisa untuk tidak mengalir. Dia menyadari betapa dia takut dihakimi, ditolak. Tetapi di sinilah dia, menawarkan semua ruang yang dia butuhkan, bahkan tanpa meminta imbalan apa pun.

"Halo, Binar? Kok diem aja?" suara Saka menyadarkan Binar dari lamunannya. "Mas, rasanya mas terlalu baik buat aku, aku sampe gak tau harus ngomong apa." balas Binar. "Kamu gak ngomong apa-apa juga gapapa Binar. Kapanpun kamu siap buat cerita, saya siap ada disini juga buat dengerin kamu." Binar menyeka air matanya, merasa sedikit terbebani oleh perhatian Saka. Dia tidak pernah menangis semudah ini, tetapi malam ini, dia tidak bisa menghentikan air matanya agar tidak jatuh. Untuk pertama kalinya, dia merasa diperhatikan tanpa beban masa lalunya yang membebaninya.

"Aku ngerasa gak pantes buat mas Saka.." Ada kegetiran dari suara Binar.

"Binar..." Suaranya lembut, menenangkan, seolah tahu persis apa yang perlu didengarnya. "Di dunia ini gak ada orang yang gak pantes untuk siapapun. Semuanya punya peran masing-masing, dan kamu pantas buat dapetin semua kebahagiaan di dunia ini." Binar mendekatkan ponsel ke telinganya, hatinya berdebar mendengar kata-katanya.

"Tapi mas kan belum tau semuanya tentang aku..." bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.

"Saya gak perlu tau semuanya sekarang kok," jawab Saka lembut. "Saya mau kenal kamu pelan-pelan dan saya siap nunggu sampai kamu juga siap untuk cerita. Saya suka kamu apa adanya sekarang, bukan karena sesuatu yang terjadi di hidup kamu sebelumnya." Air mata Binar mengalir deras lagi, tetapi kali ini, air mata kelegaan. "Mas... kamu ini bisa banget bikin orang nangis ya?" bisiknya. Saka terkekeh pelan di ujung telepon.

"Saya minta maaf ya jadi bikin kamu nangis gini. Saya cuma pengen kamu tau kalo saya ada disini, buat kamu Binar, itu aja."

Binar memejamkan mata, merasakan kehangatan kata-katanya membungkusnya seperti pelukan yang menenangkan. "Makasih ya mas Saka. Aku... aku bener-bener lagi butuh denger kata-kata itu."

"Anytime, Binar" katanya lembut. "Sekarang kamu istirahat dulu ya? Besok kan harus ketemu saya lagi". "Harus banget ya, mas?" Binar menjawab bercanda. "Hahaha harus dong, kamu emang udah gak mau ketemu saya?" Binar tertawa dan sedikit berteriak "MAUU" dan Saka pun ikut tertawa mendengar jawaban Binar.

"Oke, selamat tidur Binar. Sampai ketemu besok ya?."

"Selamat tidur juga mas Saka." balas Binar.

Saat menutup telepon, Binar berbaring di bantalnya, hatinya terasa lebih ringan daripada sebelumnya. Kebaikan dan kesabaran Saka memberinya keberanian untuk mulai membuka diri, dan meskipun butuh waktu, dia tahu dia bisa memercayainya dengan segenap hatinya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia merasa siap menghadapi masa lalunya, mengetahui dia memiliki seseorang seperti Saka di sisinya.

When Path Cross (EUNSEOKxWONBIN) (COMPLETED)  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang